Bayi Obesitas

kesehatan

Obesitas pada Anak: Penyebab, Gejala, Dampak, dan Cara Mencegahnya

Sabtu, 4 Maret 2023 05:00 WIB
Reporter : Cantika.com Editor : Silvy Riana Putri

CANTIKA.COM, Jakarta - Di Hari Obesitas Dunia atau World Obesity Day yang diperingati setiap tanggal 4 Maret, Cantika menyoroti obesitas pada anak. Seperti kita ketahui bersama, baru-baru ini viral balita laki-laki obesitas bernama Muhammad Kenzi Alfaro atau Kenzi di Bekasi. Di usia 1 tahun 6 bulan, berat badan dia mencapai 27 kilogram.

Menurut penuturan sang ibu, Pitriah, Kenzi lahir dengan bobot empat kilogram. Pola makannya normal dan tidak berlebihan. Kenzi juga hampir tidak pernah sakit.

Akan tetapi, saat perekonomian keluarga sulit, Kenzi sempat mengonsumsi kental manis selama beberapa waktu. Kala itu, usia Kenzi baru satu tahun. Kini, Kenzi diketahui tengah menjalani perawatan di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr Cipto Mangunkusumo atau sering disebut RSCM.

Berkaca dari kasus tersebut, kita diingatkan lagi untuk semakin mencermati penyebab dan gejala obesitas pada anak. Waspadai pula dampaknya dan disiplin dalam menerapkan tindakan pencegahannya.

Pengertian Obesitas

Dikutip dari laman Kementerian Kesehatan Indonesia, obesitas adalah suatu kelainan atau penyakit yang ditandai dengan penimbunan jaringan lemak tubuh yang berlebihan. Obesitas terjadi karena ketidakseimbangan antara asupan energi dan keluaran energi, sehingga terjadi kelebihan energi yang selanjutnya disimpan dalam bentuk jaringan lemak.

Kenzie, bayi obesitas yang viral di Bekasi. ANTARA

Penyebab Obesitas pada Anak

Ada beberapa faktor penyebab anak mengalami obesitas. Menurut spesialis anak, profesor Rini Sekartini, faktor genetik salah satu pemicu obesitas pada anak.

"Asupan makanan yang belebihan, dan juga kondisi medis/penyakit yang memiliki dampak kondisi gizi anak menjadi obesitas. Ketidakseimbangan antara asupan makanan, pola tidur yang tidak baik serta aktivitas fisik yang kurang dapat memberikan kontribusi terhadap obesitas," tulisnya dalam pesan singkat kepada Cantika pada Kamis, 2 Maret 2023.

Saat ditanya apakah kondisi ekonomi bisa menjadi pemicu obesitas, dia mengungkapkan keterbatasan ekonomi memang memengaruhi skala prioritas dalam pemenuhan gizi.

"Kondisi sosial ekonomi keluarga yang terbatas, menyebabkan alokasi dana untuk pemenuhan kebutuhan makanan tidak menjadi prioritas. Sebenarnya bahan makanan pengganti dapat digunakan untuk pemenuhan kebutuhan anak sesuai dengan dana yang dimiliki," ungkapnya.

Baca juga: Viral Bayi Obesitas di Bekasi, Dokter: Jangan Anggap Lucu Anak Gemuk

<!--more-->

Gejala Obesitas pada Anak

Menurut Perwakilan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), dr. Winra Pratita, dikutip dari laman resmi Kementerian Kesehatan Indonesia, gejala klinis obesitas pada anak sebagai berikut:

1. Wajah membulat

2. Pipi tembem

3. Dagu rangkap

4. Di bagian leher tampak pendek, terdapat acanthosis nigricans (bercak kehitaman di belakang leher)

5. Dadanya terlihat membusung dengan payudara membesar dan napas berbunyi (mengi)

6. Perut terlihat membuncit disertai dinding perut yang berlipat-lipat

7. Pada ekstremitas sering juga tungkai berbentuk X akibat kenaikan berat badan yang sangat berlebihan dalam waktu yang singkat

8. Gerakan panggul terbatas

9. Pada sistem reproduksi laki-laki penis tampak kecil

Namun untuk pemeriksaan lebih tepatnya, diperlukan pemeriksaan antropometri mencakup berat badan, panjang badan atau tinggi badan indeks massa tubuh.

Cara Mengukur Gejala Obesitas pada Anak

Menurut laman resmi Kementerian Kesehatan, salah satu cara mengukur gejala obesitas pada anak adalah dengan mengukur Indeks Massa Tubuh (IMT) atau Body Mass Index (BMI).

Rumusnya adalah berat badan dalam satuan kilogram dibagi kuadrat tinggi badan dalam satuan meter. Anak dapat dikatakan kelebihan berat badan jika IMT lebih dari 22,9, dan dikatakan obesitas I jika IMT berada di angka 25-29,9 dan obesitas II jika IMT lebih dari 30.

Baca juga: Bumbu Penyedap Rasa Bikin Obesitas? Ini Penjelasan Dokter

<!--more-->

Dampak Obesitas pada Anak

Obesitas pada anak bisa menyebabkan komplikasi mulai dari ujung kepala sampai ujung kaki. Mari kita cermati dan waspadai bersama.

1. Dari kepala, anak kemungkinan cepat depresi, dan percaya diri rendah akibat obesitas.

2. Di bagian paru-paru, anak kemungkinan bisa mengalami asma atau sleep apnea pada saat tidur. Sleep apnea merupakan gangguan tidur yang menyebabkan pernapasan seseorang berhenti sementara selama beberapa kali. Hal ini bisa ditandai dengan mengorok saat tidur.

3. Di bagian jantung, kemungkinan bisa terjadi kelainan jantung, atau kolesterolnya tinggi, atau bisa juga peningkatan tekanan darah.

4. Pada bagian hati, terjadi perlemakan

5. Di bagian perut, anak bisa mengalami gerd.

6. Pada pankreas bisa berisiko diabetes tipe 2.

7. Pada lutut bisa terjadi artritis atau nyeri pada sendi.

8. Kaki anak bisa bengkok akibat penimbunan berat badan yang sangat masif dalam waktu sangat singkat.

9. Bagian reproduksinya, biasanya kalau anak perempuan bisa jadi menstruasinya tidak teratur atau mungkin lebih cepat daripada teman sebayanya.

Bayi berumur delapan bulan Santiago Mendoza dipangku bersama ibunya Eunice Fandinountuk menjalani perawatan obesitas di sebuah klinik di Bogota, Kolombia (19/3). Menurut Caracol Radio, bayi ini menderita sejumlah komplikasi karena obesitas dan pernah dirawat beberapa kali. REUTERS/John Vizcaino

Pencegahan Obesitas pada Anak

Langkah-langkah pencegahan obesitas pada anak bisa dilakukan sejak dini. Fokusnya tidak hanya pola makan, tapi juga aktivitas fisik dan gaya hidup sehat keluarga.

1. Pada bayi 0-12 bulan, ibu didorong memberikan Air Susu Ibu (ASI) eksklusif sampai 6 bulan, kemudian anak diberikan MPASI dengan cara yang benar.

2. Orang tua didorong untuk menawarkan makanan baru secara berulang untuk menghindari minuman manis.

3. Pada bayi 12-24 bulan, orang tua harus menghindari anak dari minuman manis, konsumsi jus, dan kental manis yang berlebihan.

3. Orang tua tidak boleh membatasi jumlah makan, tapi memastikan bahwa makanan yang tersedia sehat serta disertai buah dan sayuran.

4. Hargai selera makan anak, jadi anak harus diberi makanan sesuai rasa lapar dan rasa kenyang anak. Tidak memaksakan harus habis satu porsi.

5. Makanan selingan hanya diberikan sebanyak dua kali. Dan, hanya menawarkan air putih bila haus, bukan minuman manis.

6. Anak tidak boleh diberikan makanan berkalori tinggi sebagai camilan.

7. Terkait pemilihan makanan, Ketua Umum Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dr. Piprim Basarah Yanuarso menegaskan agar anak menghindari menyantap makanan ultra-proses, junk food tinggi gula dan tinggi tepung. "Kembali ke real food yang kaya akan protein hewani dan sayuran hijau," katanya di Jakarta pada 22 Februari 2023.

8. Anak juga harus mempunyai kesempatan aktif secara fisik untuk bermain di luar rumah.

9. Setiap anggota keluarga harus dibiasakan makan bersama di meja makan, kemudian televisi dimatikan selama proses makan.

10. Batasi nonton televisi, tidak meletakkan televisi di kamar tidur anak, lalu orang tua juga harus menjadi model percontohan untuk selektif dalam menentukan makanan yang dikonsumsi oleh anak.

Mari kita cermati betul A to Z terkait obesitas pada anak demi menjaga kesehatan buah hati. Dan teruntuk Kenzi dan adik-adik lainnya yang sedang berjuang mengatasi obestias, doa kami semoga cepat pulih dan bisa bermain lagi dengan teman-teman ya, sayang.

Pilihan Editor: Kental Manis Tidak Bisa jadi Pengganti Susu, Pemicu Obesitas

KEMENKES | IDAI | ANTARA

Halo Sahabat Cantika, Yuk Update Informasi dan Inspirasi Perempuan di Telegram Cantika