Ilustrasi mesin ATM (Pixabay.com)

keluarga

Cegah Kejahatan dengan Pahami Literasi Kriminal

Sabtu, 28 Agustus 2021 08:05 WIB
Reporter : Cantika.com Editor : Mitra Tarigan

CANTIKA.COM, Jakarta - Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Daerah Istimewa Yogyakarta, Kombes Pol Burkan Rudy Satria mengatakan bahwa berbagai kejahatan yang terjadi bisa saja dicegah bila masyarakat lebih memahami literasi kriminal. Ia mengatakan tindak pidana terjadi bila ada niat dan kesempatan tertentu. Misalnya, ketika ada seseorang berniat mencuri motor, dan dia melihat ada kunci motor yang terpasang di kendaraan itu, maka bisa saja pelaku langsung melakukan aksinya.

Nah, niat pelaku untuk melakukan kejahatan bisa dicegah dengan literasi kriminal. "Orang akan berpikir ribuan kali untuk melakukan kejahatan bila dia paham soal aturan dan risiko yang akan dihadapunya. Literasi kriminal juga membuat orang lebih paham apa batasan yang tidak boleh dilanggar," katanya pada acara Seminar Literasi Keselamatan Berlalu Lintas dan Literasi Kriminal yang diadakan oleh Pusat Kreativitas, Literasi dan Pembelajaran Sepanjang Hayat LPPM Universitas Negeri Yogyakarta pada 25 Agustus 2021.

Upaya mengenalkan ilmu soal literasi kriminal bisa dilakukan mulai dari level keluarga hingga lingkungan. "Misalnya orang tua beri pemahaman ke anaknya, atau perangkat desa bia kasih saran dan arahan ke warga tentang ilmu itu. Bisa saja diingatkan soal taat berlalu lintas," katanya.

Masih ada banyak kejahatan yang terjadi di Indonesia. Mulai dari penipuan, pencurian, perampokan dan pemerkosaan. Dari data yang dia miliki, selama 3 tahun terakhir, kasus kejahatan yang paling banyak terjadi adalah penipuan, pencurian, dan pencurian kendaraan bermotor. Para korban pun paling banyak merupakan masyarakat lulusan SMA, lalu diikuti oleh masyarakat pendidikan sarjana. "Sarjana ini kebanyakan korban penipuan," katanya.

Burkhan bercerita, ia menemukan banyak kasus penipuan yang terjadi di masyarakat karena minimnya literasi kriminal yang dimiliki orang Indonesia. Salah satu kasusnya adalah soal kasus perjanjian hutang. Menurutnya masih banyak orang yang asal menandatangani berkas tanpa membaca isinya terlebih dahulu. Akibatnya, mereka pun tidak tahu hak dan kewajiban serta risiko yang mereka setujui. "Ternyata, 95 persen orang tidak pernah baca perjanjian atau kontrak sebelum mereka menandatanganinya. Sehingga mereka tidak tahu risikonya apa. Lalu misalnya ketika tidak membayar angsuran sebanyak 3 kali dan tiba-tiba ada debt collector datang untuk mengambil barangnya, korban protes,” kata Burhan.

Padahal bila seseorang membaca kontrak atau perjanjian lebih seksama, maka pasti orang itu akan tahu apa dampaknya bila ia tidak membayar angsuran tepat waktu. Dia juga menyebutkan bahwa kemungkinan dalam perjanjian hutang telah tertera ketentuan untuk penarikan paksa bila belum adanya pembayaran.

Selain kasus tersebut, Burkan mengungkapkan kasus kriminalitas lain yang disebabkan kurangnya literasi adalah kasus bobolnya ATM. Ia menjelaskan bahwa sering sekali penjahat mengganjal kartu di mesin ATM. Akibatnya, kartu itu tidak bisa keluar setelah nasabah memasukkannya. Si korban yang atmnya tidak bisa keluar biasanya panik dan akan langsung menelepon call center. Sayang masih banyak masyarakat yang menghubungi call center bank yang tertera di mesin ATM. Yang lebih memprihatinkan, mereka tetap percaya ketika nomor telepon call center itu merupakan nomor Global System for Mobile Communications (GSM). "Biasanya nomor GSM penipu itu ditempel menggunakan stiker di mesin ATM tersebut," kata Burkan yang yakin nomor Call Center suatu bank tidak mungkin merupakan GSM. "Akhirnya yang menjawab telepon itu si penjahatnya," kata Burkan.

Dalam keadaan emosional, bisa saja para nasabah langsung mengikuti arahan penipu yang berada di nomor telepon GSM. Dengan mudahnya, si penipu pun akan menguasai pikiran korban. "Penjahat bisa pura-pura sebagai petugas call center, lalu meminta nomor pin ATM atau one-time password (OTP) pelanggan atau informasi lain korban," kata Burkan menceritakan salah satu kronologis penipuan yang kerap terjadi.

Orang yang paham literasi kriminal, biasanya akan paham bahwa tidak boleh membagikan nomor pin ATM atau OTP kepada siapapun. "Pihak Bank dalam berbagai media sudah banyak memberikan informasi bahwa mereka tidak pernah meminta pin maupun OTP," katanya yakin orang yang minta OTP pasti penipu.

Kasus kriminalitas yang marak terjadi tersebut, menjadi tanda rendahnya tingkat literasi di Indonesia. “Banyak sekali kasus seperti ini, karena tidak paham, artinya kekuatan literasi masyarakat kita masih lemah,” ujar Burkan.

Dengan berbagai masalah tersebut, Burhan menjelaskan pentingnya penanaman literasi digital yang dapat dimulai dari lingkungan terkecil seperti keluarga. “Saya sepakat literasi harus dikuatkan, harus digiatkan dengan segala cara. Mulai dari keluarga, lingkungan, polisi, aparat pemerintahan,” ucap Burkan.

Selain literasi, Burkhan mengungkapkan upaya preventif lain yang dapat mencegah tindak kejahatan dapat berupa hubungan dan dukungan keluarga serta sistem keamanan lingkungan.

Baca: Literasi Digital Rendah, TikTok Kenalkan Fitur Keamanan untuk Konsumen Remaja

FAHIRA NOVAMDRA