Pilih-pilih Vaksin COVID-19, Simak Sederet Kerugiannya Menurut Tenaga Medis

foto-reporter

Reporter

foto-reporter

Editor

Silvy Riana Putri

google-image
Botol kecil berlabel stiker

Botol kecil berlabel stiker "Vaccine COVID-19" dan jarum suntik medis dalam foto ilustrasi yang diambil pada 10 April 2020. [REUTERS / Dado Ruvi]

IKLAN

CANTIKA.COM, Jakarta - Setelah kian banyaknya jenis vaksin COVID-19 yang masuk ke Indonesia, saat ini muncul golongan masyarakat yang memilih jenis vaksin berdasarkan merek tertentu, yang kemudian menyebabkan mereka menunda untuk menerima vaksin.

Padahal tujuan awal dihadirkannya lebih banyak vaksin di Indonesia adalah demi menjaga ketersediaan vaksin serta menjangkau lebih banyak kalangan, terutama kelompok masyarakat rentan karena memiliki komorbid berat, ibu hamil maupun anak-anak.

Maka bisa dibilang sikap menunda vaksin demi mendapatkan jenis suntikan tertentu adalah tidak menguntungkan atau lebih banyak mudaratnya daripada manfaatnya.

"Vaksin itu kalau dari sisi kebijakan sudah jadi kebutuhan hidup. Tanpa sertifikat vaksin, bisa dibilang enggak bisa pergi ke mana- mana," kata Kepala Suku Dinas Kesehatan Jakarta Pusat Erizon Safari.

Sebagai tenaga medis yang aktif dalam penanganan COVID-19, ia menyayangkan sikap memilih-milih vaksin karena menghambat capaian target herd immunity atau kekebalan komunitas sebagai salah satu tujuan Pemerintah memberikan vaksin kepada masyarakat.

Ada banyak segudang alasan yang dikemukakan oleh kelompok yang masih memilah-milih vaksin, di antaranya mulai dari menghindari Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) hingga alasan ingin mendapatkan vaksin dengan efikasi yang paling tinggi.

Petugas kesehatan memeriksa kesehatan warga sebelum diberikan vaksin Covid-19 di Kecamatan Bojongsari, Kota Depok, Rabu 1 September 2021. Vaksinansi Covid-19 yang dilaksanakan di halaman kantor Kecamatan Bojongsari berlangsung selama lima hari mulai tanggal 01 hingga 05 September 2021 dengan menyiapkan 5ribu dosis vaksin Pfizer dengan persyaratan usia minimal 12 tahun. TEMPO/Nurdiansah

Padahal Kementerian Kesehatan berulang kali telah mengingatkan apa pun jenis vaksin yang diterima masyarakat baik itu Sinovac, AstraZeneca, Sinopharm, Pfizer, maupun Moderna, terbukti membantu tubuh untuk melawan virus SARS-Cov-2 jika

Tubuh yang seharusnya mengalami gejala berat saat COVID-19 menyerang, akan sangat terbantu kesembuhannya jika sebelumnya telah menerima vaksin.

"Oleh karena itu gak perlu pilih- pilih vaksin, karena vaksin paling baik adalah vaksin yang tersedia saat ini," kata vaksinolog, dr. Dirga Rambe.

Selain menjadi penghalang dalam mencapai tujuan Pemerintah baik secara nasional maupun regional, kelompok masyarakat yang memilih-milih vaksin juga berpotensi mencelakakan dirinya sendiri karena belum memiliki proteksi dari dalam tubuh jika terpapar COVID-19.

Lebih parahnya lagi, masyarakat yang belum menerima vaksin itu bisa menyebarkan virus SARS-CoV-2 ke anggota keluarganya yang lainnya dan tentu berbahaya jika penyebaran itu terjadi di tengah lingkungan yang juga tidak terproteksi oleh vaksin.

Baca juga: Memasuki Trimester Kedua, Salah Satu Kriteria Ibu Hamil Bisa Vaksin Covid-19

Selain itu, masyarakat yang memilih vaksin juga membuat pemberian vaksin kepada kelompok prioritas menjadi terganggu. Kelompok prioritas yang dimaksud seperti para tenaga kesehatan, ibu hamil, anak-anak, penderita autoimun, hingga pemilik komorbid berat.

Jika produk yang seharusnya diberikan kepada para kelompok prioritas terganggu, tentu capaian pemberian vaksin tidak dapat optimal dan tidak bisa memenuhi tujuan utamanya yaitu memberikan perlindungan yang layak bagi semua masyarakat secara adil.

Saat ini untuk para tenaga medis vaksin Moderna menjadi pilihan sebagai vaccine booster, sementara untuk masyarakat umum seperti ibu hamil, anak-anak, dan pemilik komorbid berat disarankan menerima vaksin Pfizer.

"Kami ada protokol khusus dalam pemberian vaksin, tentunya kami juga harus memerhatikan mereka yang masuk kelompok prioritas. Mereka yang dengan masalah medis seperti komorbid berat atau autoimun, hingga para ibu hamil dan anak- anak yang saat ini sudah boleh menerima vaksin," ujar Erizon.

Jika vaksin yang dikhususkan itu diberikan kepada kelompok pemilih-milih vaksin, tentu penerima prioritas yang seharusnya bisa mendapatkan kekebalan tubuh dari COVID-19 lebih cepat menjadi terhambat karena jumlah vaksin untuk mereka berkurang sehingga kelompok prioritas malah harus menunggu lagi kedatangan vaksin berikutnya.

Ada juga kelompok yang memilih-milih vaksin agar tidak mendapatkan KIPI. Keputusan tersebut sangat disayangkan karena sebenarnya KIPI dapat ditangani dan dari banyaknya pemberian suntikan vaksin COVID-19, masyarakat yang mengalami KIPI jumlahnya lebih sedikit daripada yang tidak mengalami KIPI.

Sebagai contoh seperti pada saat vaksin AstraZeneca masuk dan didistribusikan di Indonesia, pada awalnya banyak masyarakat yang menghindari untuk menerima vaksin tersebut karena banyaknya perbincangan di media sosial yang menyebut KIPI yang cukup berat.

Namun kini begitu sudah banyak yang menerima vaksin AstraZeneca dan mendapatkan manfaat yang baik serta berbagi testimoninya terutama pada saat mengalami COVID-19 justru orang-orang kini memburu vaksin asal Inggris itu.

"Lihat saja dari sisi kesehatan. Saat ini apapun jenis vaksinnya, apalagi untuk masyarakat dewasa muda yang sehat tanpa masalah medis, ambil saja manfaatnya. Toh kalau gejala KIPI lebih banyak yang menerima manfaat dibanding yang mengalami gejala," kata Erizon.

Warga mengikuti vaksinasi Covid-19 di RPTRA Rusun Petamburan, Jakarta, Selasa, 31 Agustus 2021. Menurut data Kementerian Kesehatan, hingga saat ini sekitar 97,8 juta orang telah disuntik vaksin Covid-19. TEMPO/Muhammad Hidayat

Dalam dua bulan terakhir, Pemerintah menambah dua jenis vaksin COVID-19 yang masuk ke Indonesia yaitu vaksin Moderna di bulan Juli 2021 dan vaksin Pfizer di bulan Agustus 2021.

Kehadiran dua vaksin itu cukup membuat keriuhan di tengah masyarakat karena tingkat efikasinya yang lebih tinggi dibanding tiga vaksin sebelumnya yaitu Sinovac, AstraZeneca, dan Sinopharm.

Cukup banyak kelompok masyarakat yang belum menerima vaksin COVID-19 akhirnya berpendapat di media sosial lebih memilih untuk mendapatkan dua vaksin asal Amerika Serikat karena merasa manfaat yang bisa didapatkan lebih tinggi.

Keputusan tersebut perlu disayangkan karena dengan menunda diri menerima vaksin COVID-19, maka seseorang semakin lama tidak memiliki proteksi dari dalam tubuh untuk melawan virus SARS-Cov-2 penyebab COVID-19.

Oleh karena itu, jangan lagi memilih-milih vaksin, segera terima vaksin agar kekebalan komunitas bisa tercipta dengan lebih cepat dan kita bisa mengendalikan pandemi COVID-19 dengan optimal. Tentunya setelah menerima vaksin COVID-19, jangan sampai terlena dan tetap disiplin menerapkan protokol kesehatan saat beraktivitas. 

Baca juga: Yang Harus Dimakan Penderita Diabetes usai Divaksin Covid-19

Iklan

Berita Terkait

Rekomendasi Artikel

"Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini."