Cegah Kekerasan, Psikolog Minta Anak Bijak Gunakan Media Sosial

foto-reporter

Reporter

foto-reporter

Editor

Yayuk Widiyarti

google-image
Ilustrasi persekusi, bullying. Shutterstock

Ilustrasi persekusi, bullying. Shutterstock

IKLAN

CANTIKA.COM, Jakarta - Kasus kekerasan terhadap seorang remaja di Pontianak, Kalimantan Barat, telah menyita perhatian dari seluruh dunia. Dan semua berawal dari media sosial.

Orang tua perlu memberikan kesadaran tentang pemanfaatan media sosial kepada anak dan remaja agar tidak memunculkan persoalan perundungan (bullying). Begitu saran psikolog anak dan remaja Vera Itabiliana Hadiwidjojo.

"Anak perlu disadarkan bahwa sosmed itu adalah ranah publik meskipun dia mengakses dari perangkat pribadinya. Anak merasa berhak untuk mem-posting apapun karena melalui perangkatnya," kata Vera.

Baca juga:
Stop Gunakan Media Sosial bila Sudah Mengalami 3 Hal Ini

Orang tua perlu mengajak anak untuk membayangkan media sosial sebagaimana pusat perbelanjaan dengan berbagai karakter orang di dalamnya, jahat ataupun baik. Dengan demikian, anak akan berhati-hati menggunakan media sosial. Vera juga meminta orang tua untuk tidak memberi hukuman fisik jika tidak berhasil mengajak anak diskusi.

"Hukuman fisik tidak akan membawa hasil yang diharapkan. Justru anak hanya akan takut, tapi tidak paham mengapa dia tidak boleh sembarangan menggunakan media sosial," katanya.

Jika anak terlanjur menjadi korban perundungan di media sosial, seperti yang dialami siswi bernama Audrey, 14 tahun, itu, orang tua bisa saja meminta anak menutup akun media sosialnya.

"Hal yang paling bijak adalah tidak membalas. Jika membalas, artinya kita sama buruknya dengan si pelaku bullying. Orang tua boleh menyimpan bukti bullying yang diterima anak melalui media sosial sebagai bukti jika suatu saat nanti diperlukan," ujar Vera.

Artikel lain:
5 Tips Kurangi Kecanduan Media Sosial

Iklan

Berita Terkait

Rekomendasi Artikel

"Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini."