CANTIKA.COM, Jakarta - Jangan pernah terkecoh akan keindahan suatu hal, salah satunya adalah sampul buku Laut Bercerita. Bagaimana tidak? Sampul tersebut menggambarkan sebuah pemandangan bawah laut yang sangat cantik, dengan berbagai warna ikan beserta koral, tentu saja orang-orang akan fokus terhadap hal tersebut dan ditambah lagi dengan judulnya.
Oh, pasti tentang kehidupan bawah laut, ujar banyak orang. Namun, bila diperhatikan dengan seksama, pasti akan mengejutkan, mengapa ada sebuah kaki mengambang yang tertahan benda berat dalam keindahan tersebut? Apakah ini sebuah metafora mengenai Indonesia?
Laut Bercerita karya Leila S. Chudori mengisahkan tentang Biru Laut yang merupakan salah satu mahasiswa perguruan tinggi negeri bersama kawan-kawannya yang berusaha menyuarakan keadilan. Satu per satu dilakukan dengan berbagai taktik, dari satu tempat ke tempat lain, dari malam ke malam membahas hal-hal yang diperlukan secara matang agar mereka dapat menyuarakan kondisi Indonesia pada saat itu.
Selayaknya mahasiswa yang senang berorganisasi pada umumnya, Laut, jarang sekali pulang ke rumah karna aktivitasnya tersebut (demi keamanan keluarganya), namun dirinya tetap mengusahakan untuk pulang dan makan bersama dengan keluarganya. Sang Ibu selalu menyiapkan menu kesukaan Laut ketika dirinya sedang di rumah, yaitu sop tengkleng.
Dengan Ayah menyiapkan piring, Laut membantu Ibu membuat tengkleng, dan Asmara Jati (adik Laut) turut merapikan meja makan, sebuah ritual hangat yang selalu dijalankan ketika semua hadir dan sebelum makan dimulai. Lengkap sudah hidup Laut ditambah lagi dengan kehadiran kekasih, Anjani, yang sangat perhatian, dan mendukung apa yang diusahakan Laut bersama kawan-kawannya. Sayangnya, setiap cerita tidak melulu berakhir bahagia atau happy ending, begitu pula kisah Laut dan kawan-kawannya.
Laut Bercerita menjadi sebuah pintu untuk mengenal bahkan mengingatkan kita akan sejarah yang kelam, yaitu kekerasan yang telah negara lakukan, dalam hal ini adalah tragedi Mei 1998. Saat itu Indonesia yang telah dipimpin selama 32 tahun oleh Presiden Suharto (Orde Baru), dalam keadaan karut-marut, militer menguasai setiap sudut negara hingga ke dalam inti pemerintahan. Ekonomi yang semakin tidak jelas, ketidakseimbangan dalam berbagai aspek, membuat rakyat semakin terjepit.
Namun, apa yang dapat rakyat lakukan? Tetap bersuara, bersolidaritas dan bergerak dengan lantang menyuarakan keadilan meskipun membutuhkan pengorbanan besar. Keadilan itu tidaklah murah karna begitu banyaknya nyawa melayang, dan dianggap sebagai angka tak berharga bagi para pelaku.
Militer menyusup ke dalam pergerakan mahasiswa dan setiap sudut masyarakat, rakyat dibungkam dengan ditembak di tempat dan dibuang ke tempat-tempat yang tak terjamah, pemerkosaan terhadap perempuan, penculikan dan penyiksaan secara keji pun dilakukan kepada "pengacau" negara. Semua itu dilakukan atas dasar "melindungi (mempertahankan kekuasaan)" negara dari para pengacau.
Laut dan kawan-kawan merupakan beberapa orang yang mengalami kesadisan tersebut yang diceritakan dalam Laut Bercerita. Di luar sana, banyak sekali mereka yang seperti Laut dkk. mewakili seluruh lapisan masyarakat yang bersuara, mendukung, dan bergerak demi reformasi. Mereka yang dihilangkan secara paksa karna bersuara merupakan seorang warga negara, seorang anak, seorang yang sangat berarti bagi keluarga mereka.
Kehilangan yang begitu mendalam karna tidak adanya kabar bahkan keadilan terhadap korban-korban yang tidak diketahui bagaimana keadaan mereka hingga akhir, di mana mereka dihilangkan, dan permohonan maaf hingga tanggung jawab, merupakan hal yang hingga saat ini menjadi hutang negara kepada para keluarga korban dan Indonesia.
Saat ini, 27 tahun sudah tragedi Mei '98, aksi Kamisan sudah beratus kali diadakan, orang-orang terus menyuarakan keadilan, Indonesia yang indah menyimpan kekelaman begitu mendalam. Namun, apa yang terjadi sekarang? Indonesia yang indah, saat ini dipimpin oleh seorang penjahat HAM, yang sudah berulang kali melakukan kejahatannya dalam berbagai peristiwa.
Tak ada bedanya Indonesia seperti 27 tahun yang lalu. Dengan keadaan yang seperti itu, Laut Bercerita telah mencapai cetakan ke-100, hal itu menjadi tanda bahwa generasi muda begitu ingin tahu mengenai tragedi Mei '98 dan hubungannya dengan pemimpin saat ini, dan itu pula menjadi sebuah pintu kepada setiap generasi bahwa begitu kejamnya negara melakukan kekerasan yang hingga saat ini tidak diadili.
Namun, saya yakin bahwa mereka yang melek terhadap sejarah dan berpihak pada rakyat Indonesia, akan semakin menguatkan satu sama lain, bersuara, bersolidaritas, dan tidak melupakan sejarah agar negara ini mendapatkan keadilan. "
Matilah Engkau Mati, Kau akan Lahir Berkali-Kali." Sutardji Calzoum Bachri
Judul Buku: Laut Bercerita
Pengarang: Leila S. Chudori
Penerbit: Kepustakaan Populer Gramedia (KPG)
Tebal Buku: x + 379 halaman
Ukuran: 13,5 cm x 20 cm
Pilihan Editor: Raditya Dika, Okky Madasari, dan Leila S. Chudori Kenang Joko Pinurbo: Puisi-puisimu Abadi
ELISA NUR UTARI
Halo Sahabat Cantika, Yuk Update Informasi Terkini Gaya Hidup Cewek Y dan Z di Instagram dan TikTok Cantika