Sudahkah Anda Sarapan? Jangan Lupa Perhatikan Menu dan Gizinya

foto-reporter

Reporter

foto-reporter

Editor

Yayuk Widiyarti

google-image
ilustrasi sarapan (pixabay.com)

ilustrasi sarapan (pixabay.com)

IKLAN

CANTIKA.COM, Jakarta - Riset Kesehatan Dasar dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia 2010 mengungkap fakta bahwa 44,6 persen anak Indonesia sarapan dengan kualitas gizi rendah. Mereka hanya mengasup karbohidrat dan minuman.

Penelitian lain pada 2013 menyebut angka prevalensi sarapan di Indonesia memprihatinkan. Sekitar 17 persen orang dewasa jarang sarapan sementara 30 persen orang dewasa lain tidak pernah sarapan.

Dalam pandangan medis, sarapan sangat penting. Beberapa jam setelah makan malam, Anda tidur. Saat tidur, tubuh tetap bekerja. Keesokan harinya, Anda kembali bekerja. Itu sebabnya, sarapan memainkan peran penting.

Baca juga:
Sarapan itu Penting, Tapi Ingat Waktu dan Menu yang Tepat

Konfigurasi makanan dan nilai gizi mesti diperhatikan. Makan roti tawar pakai mentega, meses, plus secangkir teh hangat sebenarnya tidak direkomendasikan. Dalam sarapan, harus ada karbohidrat, protein, dan lemak. 

 “Mau sarapan dengan oat, silakan. Namun tambahkan buah-buahan, susu, dan telur. Sarapan dengan roti juga boleh. Namun Anda harus menambah nilai gizinya dengan segelas susu dan buah. Menyeruput segelas teh atau kopi saja tidak bisa dibilang sarapan,” kata perwakilan Instalasi Gizi Rumah Sakit YPK Mandiri Jakarta, Khairinda Hadianti, S.Gz.

“Dalam sehari, laki-laki butuh 1.700 sampai 2.000 kalori. Sarapan semestinya memasok sepertiga dari kebutuhan kalori harian Anda, 500 sampai 600 kalori. Jika kebutuhan kalori dalam sehari 100 persen, maka sarapan menyumbang setidaknya 25 atau 30 persen,” tambahnya.

Baca juga:
Ahli Gizi Ingatkan Pentingnya Sarapan buat Anak

Airin, demikian Khairinda disapa, menjelaskan sarapan yang ideal terdiri karbohidrat sebanyak 50 sampai 60 persen, protein 15 sampai 20 persen, dan lemak 20 hingga 35 persen. Sarapan mencegah hipoglikemia, yakni menurunnya kandungan glukosa darah secara abnormal, yang ditandai dengan tubuh gemetar, keringat dingin, pusing, dan menurunnya konsentrasi. Banyak yang mengaku tak sempat sarapan lalu mengonsumsi camilan sebagai gantinya. 

“Itu bukan sarapan. Itu membesarkan risiko obesitas karena merasa makan dalam porsi sedikit. Karena merasa makan sedikit, Anda menambah camilan. Sedikit demi sedikit, tapi sering,” jelas Airin.

“Idealnya jarak makan malam dan sarapan keesokan harinya 12 sampai 13 jam. Terlalu jauh jaraknya juga enggak baik. Makanya sarapan idealnya paling lambat jam 9 pagi. Makan siang jam 12 atau 1 siang. Jarak ideal antara sarapan dan makan siang adalah 3 jam,” lanjutnya.

AURA

Iklan

Berita Terkait

Rekomendasi Artikel

"Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini."