Ilustrasi Depresi (Pixabay.com)

kesehatan

Masalah Kesehatan Mental Itu Nyata, Simak Langkah yang Bisa Kamu Lakukan

Sabtu, 12 Februari 2022 13:05 WIB
Reporter : Cantika.com Editor : Ecka Pramita

CANTIKA.COM, Jakarta - Kuatnya stigma negatif masyarakat terhadap kesehatan mental masih menjadi tantangan terbesar hingga saat ini. Masih banyak sekali masyarakat di Indonesia yang memandang sebelah mata seseorang yang mengalami gangguan kesehatan mental seperti gangguan kecemasan, depresi, skizofrenia, dan sederet lainnya.

Kebanyakan masyarakat justru menilai mereka kurang ibadah, atau bahkan orang dengan gangguan jiwa (ODGJ). Menurut Psikolog Anisa Cahya Ningrum, stigma itu terjadi lantaran pada dasarnya kesehatan mental berbeda dengan fisik.

"Jika penyakit fisik bisa terlihat dan dengan mudah terdeteksi, masalah kesehatan mental tidak dapat terlihat dengan kasat mata dan sulit untuk dideteksi. Ibaratnya seperti fenomena gunung es, sekilas tak nampak, tetapi banyak yang mengalami dan masih belum diselesaikan," ungkap Anisa dalam bedah buku "Aku dan Jiwa-jiwa yang Patah dan Melupa Luka bertajuk Mental Illness, yang diadakan oleh Komunitas Menulis Asyik dan Penerbit Pilar Pustaka, Jumat, 11 Februari 2022.

Namun, bukan berarti tidak bergejala seperti yang disampaikan Anisa, kamu bisa mulai perlahan memetakan tanda-tanda seperti mulai ada gangguan makan, tidur, mood swing, agresif, disorientasi, halusinasi, delusi, hingga sampai tahap self harm dan pikiran untuk suicide.

"Selain itu masalah kesehatan mental juga berpengaruh pada kesehatan fisik seperti maag dan asam lambung. Lantaran kondisi mental yang sangat mendera, hingga fisik akan bereaksi," ungkap Penasehat Komunitas MotherHope Indonesia ini.

Siapa yang disebut sehat mental? Yang bisa berkegiatan, aktivitas keseharian, dan sosialisasi tanpa kendala. Sementara bila masalah kesehatan mental mulai dialami, dimulai dengan masalah terasa berat dan menetap dalam kurun waktu tertentu. Kemudian, biasanya sudah terjadi perubahan diri dalam durasi cukup lama.

Sementara untuk penyebab masalah kesehatan mental dikatakan Anisa cukup kompleks dan beragam. Mulai dari innerchild, unfinished problem, kekerasan dalam rumah tangga, pelecehan, bullying, perceraian, perselingkuhan, unwanted child, finansial, dan lain sebagainya.

Lantas, apa yang bisa dilakukan? Mulailah dengan merasakan diri sendiri sebagai korban, survivor, hingga bisa berkembang. Bahwa tidak apa-apa merasakan apa yang memang sedang dirasakan di fase victim seperti takut, cemas, sangat waspada, bingung, merasa tak sempurna, meyakini penderitaan hingga kehilangan harapan.

"Kemudian memasuki fase bertahan atau survivor. Dimulai dari berupaya mengubah perasaan, berjuang untuk sembuh, melihat luka untuk disembuhkan, belajar rileks, menyanyangi diri dan orang lain, melindungi diri, membutuhkan bantuan untuk bahagia, menyadari luka, dan tidak takut bercerita pada orang lain," lanjutnya.

Disusul tahap yang sudah siap melewati fase berkembang, memulai dengan gairah hidup, bersyukur, bisa merasakan berkah melimpah, menikmati rasa damai, membuka diri untuk orang lain, merasa senang dan bahagia, menikmati humor, dan mampu menerapkan batasan yang sehat dengan orang lain.

Jika sudah mengalami perkembangan, maka kebutuhan self love juga menjadi salah satu kebutuhan mendasar. Sebab, kita tidak hanya peduli pada diri sendiri, tetapi juga bisa mengetahui kekuatan dan tantangan kita. "Jangan lupa untuk melakukan passion yang kita sukai, misalnya dengan menulis."

"Tentu saja dalam proses dengan diri sendiri bukan dengan self diagnosis, melainkan kepada tenaga profesional agar jelas seperti apa penanganan dan terapi yang perlu dilakukan. Bukan dengan denial bahwa kita tidak butuh bantuan untuk pulih," pungkas Anisa.

Baca: Sebaiknya di Rumah Saja untuk Hindari Omicron, Ini Tips Jaga Kesehatan Mental