Dampak KDRT Terhadap Anak-anak, Agresif hingga Tidak Percaya Diri

foto-reporter

Reporter

foto-reporter

Editor

Silvy Riana Putri

google-image
Ilustrasi orang tua bertengkar di depan anak-anak. news.com.au

Ilustrasi orang tua bertengkar di depan anak-anak. news.com.au

IKLAN

CANTIKA.COM, Jakarta - Kekerasan dalam Rumah Tangga atau KDRT tak hanya berdampak pada suami istri, tapi juga pada anak jika sudah dikaruniai buah hati. Menurut psikolog keluarga dan pernikahan, Yulistin Puspaningrum KDRT bisa menimbulkan sifat agresif pada anak yang menyaksikan pertengkaran orang tuanya.

"Bisa saja ada anak yang mengulangi, artinya dia meniru perilaku ayahnya, jadi dia agresif," ucap Yulistin pada akhir September 2022.

Selain berperilaku agresif, lanjutnya, anak akan mengalami trauma jika melihat langsung kekerasan yang dilakukan orang tuanya.

Sementara itu, menurut Ketua Ikatan Psikolog Klinis (IPK) Kalimantan Selatan, Melinda Bahri, perilaku dan kondisi mental anak yang rentan menjadi korban langsung ataupun terdampak KDRT bisa jadi hiperaktif, disabilitas intelektual, hingga autisme perlu disadari orang dewasa di sekitarnya.

Dampak lain yang juga perlu mendapatkan perhatian berupa gangguan perkembangan bahasa seperti keterlambatan bicara hingga depresi yang tampak dalam perilaku menolak ke sekolah, prestasi menurun, dan sulit berkonsentrasi ke pelajaran.

Bagi anak perempuan, lanjut Yulistin, akan timbul trauma ketika ia berkenalan dengan pria, karena memori buruk yang dilakukan oleh ayahnya. "Kenal sama laki-laki dia terlalu sensitif, terlalu menjaga dirinya, jadi ada ketakutan, ada kekhawatiran pada dirinya. Timbul juga ketidakpercayaan dari dirinya," ucap Yulistin.

Pendampingan terhadap anak perlu dilakukan orang tua jika anak melihat pertengkaran di rumah dan perlu memberikan rasa aman.

"Dari orang tua misalnya, anak yang melihat orang tuanya bertengkar bisa disampaikan 'kejadian tersebut bukan berarti Mama Papa tidak sayang kamu, Mama Papa tetap sayang padamu dan tidak akan meninggalkan kamu'," paparnya

Trauma tersebut, menurutnya, perlu ditangani dengan cepat oleh ahli yang mengerti agar muncul kembali rasa percaya dirinya dan tidak lagi menutup diri dari lingkungannya.

Untuk penanganan, butuh evaluasi psikologis dengan identifikasi masalah mental dengan merujuk ke ahli dan pendampingan oleh konselor psikolog klinis.

Apapun alasannya, kekerasan dalam bentuk apa pun, termasuk KDRT tidak bisa dibenarkan. Mari kita cegah dan lawan bersama, imbau Melinda Bahri yang juga praktik di RSUD dr. H. Moch Ansari Saleh Banjarmasin.

Baca juga: Kenali Jenis-jenis KDRT, Tak Cuma Kekerasan Fisik

Halo Sahabat Cantika, Yuk Update Informasi dan Inspirasi Perempuan di Telegram Cantika

Iklan

Berita Terkait

Rekomendasi Artikel

"Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini."