Dampingi Korban Kekerasan Seksual pada Anak, Cegah Trauma Mendalam

foto-reporter

Reporter

foto-reporter

Editor

Ecka Pramita

google-image
Ilustrasi kekerasan seksual. Freepik.com

Ilustrasi kekerasan seksual. Freepik.com

IKLAN

CANTIKA.COM, Jakarta - Kasus pelecehan seksual pada anak yang terjadi di institusi pendidikan berbasis agama berpotensi menyebabkan sang korban mengalami trauma yang mendalam. Demikian disampaikan oleh Psikolog klinis Ratih Ibrahim. 

Selain itu, menurutnya berbagai kasus pelecehan seksual di lembaga pendidikan juga menyebabkan keraguan dan menghilangkan kepercayaan masyarakat terhadap institusi tersebut. “Jadi dampaknya kepada masyarakat muncul goncangan insecurity atau ketidakamanan dan kepercayaan luar biasa besar, dan pada korbannya itu rusaknya dahsyat banget,” ujar Ratih.

Selain runtuhnya kepercayaan masyarakat terhadap institusi pendidikan berbasis agama, korban kekerasan seksual juga tak hanya "dirusak" secara fisik tapi berpotensi mengalami trauma berkepanjangan.

“Jadi pada korban efeknya luar biasa merusaknya secara seksual apalagi dilakukannya di lembaga yang semestinya suci, sakral dan dilakukan oleh orang yang semestinya justru menjadi panutan teladan dan tonggak moralitas,” ucapnya.

Dengan demikian, ia berharap institusi pendidikan dapat melakukan seleksi tenaga pengajar secara lebih ketat, dengan harapan bisa mencegah masuknya ‘penjahat’ dalam institusi tersebut. Selain itu juga penting melihat kepribadiannya dan integritas sebagai seorang tenaga pendidik profesional.

Ilustrasi pelecehan seksual pada anak perempuan. Shutterstock

“Artinya bukan hanya berbasis pada kompetensi, penampilan, performa dan sebagainya. Kita harus menelisik kepada latar belakangnya secara jeli, kemudian value-nya dia terhadap nilai hidupnya, apakah dia menghormati kesucian, menghormati kemanusiaan dan menghormati anak didiknya sebagai titipan dari Allah kepada dia,” ucap lulusan psikologi Universitas Indonesia (UI) itu.

Pendiri dan CEO Personal Growth itu mengatakan, jika pelecehan seksual sudah terjadi, pelaku harus dihadapkan pada konsekuensi hukum yang tegas dan adil sesuai bukti dalam pengadilan. Ia juga meminta guru serta orang tua bekerja sama melindungi dan mendengarkan korban. 

“Tentu juga ada pendampingan psikologis oleh psikolog klinis dan psikiater untuk membantu si korban bisa menyembuhkan lukanya kemudian bisa menghadapi lukanya, membangun ketahanan dia, sehingga kemudian bisa berfungsi lagi,” ucap psikolog yang juga konselor pernikahan ini.

Ratih pun menyarankan kepada para orangtua untuk membentengi anak demi mencegah tindak pelecehan seksual, yaitu dengan edukasi tentang seksualitas dan edukasi sosial. Harapannya agar anak bisa menjaga dirinya dari tindakan seksual bahkan dari orang terdekat.

“Di sini kan harapannya orangtua sungguh-sungguh jadi pelindung utamanya anak-anak. Makanya sangat sedih kalo pelakunya justru orangtua atau orang yang menjadi walinya,” ucap Ratih.

Ia pun memberi saran bagi orang tua yang ingin menyekolahkan anaknya di institusi pendidikan berbasis agama maupun sekolah lainnya, yaitu dengan melihat tenaga pendidik dan mencari tahu kurikulum sekolah tersebut. Ia juga menyarankan untuk melihat latar belakang sekolah dan berdiskusi dengan orangtua lainnya.

Baca: 

Iklan

Berita Terkait

Rekomendasi Artikel

"Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini."