Kasus Ibu Bunuh 3 Anak di Brebes, Psikolog: Waspada Trauma Anak

foto-reporter

Reporter

foto-reporter

Editor

Mitra Tarigan

google-image
Ilustrasi ibu berbicara dengan anak. Pixabay.com/Mohamed Hassan

Ilustrasi ibu berbicara dengan anak. Pixabay.com/Mohamed Hassan

IKLAN

CANTIKA.COM, Jakarta - Kasus ibu bunuh 3 anak di Brebes menarik perhatian masyarakat luas. Ketua II Ikatan Psikolog Klinis Indonesia Ratih Ibrahim, M.M., psikolog menekankan bahwa kondisi mental seorang ibu kandung yang membunuh anaknya di Brebes, Jawa Tengah, pada Minggu 20 Maret 2022, masih bersifat spekulatif sehingga tidak bisa digeneralisasi dalam konteks umum.

Dalam persitiwa ibu bunuh 3 anak di Brebes itu, seorang anak (7 tahun) meninggal dunia serta dua anak lainnya (10 dan 4,5 tahun) terluka hingga kritis dan dilarikan ke rumah sakit.

Ratih mengatakan bahwa kasus ibu bunuh 3 anak di Brebes itu harus diamati secara spesifik dengan menunggu hasil pemeriksaan dari tim psikiatri forensik kepolisian. Menurutnya, masih banyak pertanyaan yang belum terjawab di benak masyarakat, terlebih karena hanya melihat melalui video yang beredar.

Meski demikian, Ratih mengidentifikasi perbuatan ibu tersebut sebagai manifestasi dari rasa putus asa, frustrasi, hingga kemarahan. "Saya mengidentifikasi ada perasaan putus asa, frustrasi, dan kemarahan yang sangat hebat pada dia. Tapi pertanyaannya marahnya sama siapa, sama anak-anaknya? Belum tentu. Itu bisa kemarahan pada nasib atau suami," kata Ratih pada Rabu 23 Maret 2022.

Menurutnya, kondisi ekonomi keluarga yang terpuruk hingga kondisi yang terjadi pada suami juga harus diinvestigasi lebih lanjut. "Kalau saya baca (dari berita) orangnya tertutup, ya. Mungkin juga mau minta tolong sama siapa. Dan karakteristik kepribadiannya seperti apa, kita enggak tahu, karena itu juga bisa berpengaruh terhadap bagaimana dia mengambil tindakan fatal seperti ini," kata Ratih yang juga menjadi Direktur Personal Growth itu.

Ratih juga mempertanyakan maksud kata-kata yang dilontarkan ibu tersebut yang ingin membebaskan penderitaan anak-anaknya dengan cara membunuh mereka. "Dia bilang, dengan membunuh itu berarti membebaskan anak-anaknya dari kemungkinan penderitaan yang lebih besar. Pertanyaannya penderitaan apa, apakah memang dia secara sadar melakukannya atau punya pikiran ngawur. Tapi di sisi lain dia juga bilang, 'Saya nggak gila'," kata Ratih.

Sementara pada dua anak terdampak, Ratih berharap agar pihak lain turut membantu penanganan dan proses pemulihan dengan tidak membuat kondisi mereka menjadi lebih berat. Menurut Ratih, masalah kesehatan mental seperti tingkatan trauma kedua anak tersebut juga tidak dapat diperkirakan.

"Nomor satu dapat tempat berlindung dulu, mudah-mudahan mereka bisa berkembang dan bertumbuh dengan bagus dan sehat, mendapat penanganan psikologis dan terapi yang baik. Itu juga jadi doa dari kita semua agar anak-anak ini bisa sembuh dari trauma," katanya.

Baca: Tips Mendampingi Ibu dengan Masalah Kesehatan Mental, Pentingnya Support System

Iklan

Berita Terkait

Rekomendasi Artikel

"Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini."