Ini Sebab Perempuan Rentan Alami Burnout, Kata Psikolog

foto-reporter

Reporter

foto-reporter

Editor

Silvy Riana Putri

google-image
Burnout adalah reaksi terhadap stres kerja yang berkepanjangan dan menyebabkan kelelahan, sinisme, kurang fokus, dan menurunnya kemampuan profesional. (Pexels/energepic.com)

Burnout adalah reaksi terhadap stres kerja yang berkepanjangan dan menyebabkan kelelahan, sinisme, kurang fokus, dan menurunnya kemampuan profesional. (Pexels/energepic.com)

IKLAN

CANTIKA.COM, JakartaBurnout merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan kondisi stres berat yang dipicu oleh pekerjaan ataupun masalah dalam hidup. Orang yang mengalami burnout sering kali tidak menyadarinya, meski sudah berdampak pada produktivitasnya. 

Selain produktivitas yang menurun, apa lagi gejala burnout? Di antaranya lelah berkepanjangan, meningkatnya pemisahan diri dari hal-hal yang terkait dengan pekerjaan atau mental distance, dan memiliki perasaan sinis yang terkait dengan pekerjaan.

Burnout bisa dialami siapa saja. Tapi Ida Rochmawati, psikiater dan konselor keluarga, di laman Instagramnya, Jumat, 2 Juli 2021, menjelaskan perempuan lebih rentan. Alasannya, perempuan memiliki beban ganda, peran ganda dan konflik peran, pengabaian diri atas nama kewajiban, kurangnya dukungan sosial serta faktor hormonal menjadi penyebab wanita rentan mengalami burnout.

Burnout tidak boleh dibiarkan berlarut-larut. Jika menemukan gejalanya, segera dengan tepat agar tidak berakibat buruk pada kesehatan fisik dan mental.

Saat mengalami burnout, Ida menganjurkan agar membuat skala prioritas, sederhanakan target, mengkomunikasikan ke orang terdekat atau yang berpengalaman, rehat dari rutinitas atau cuti, hingga jalani hobi. 

Baca juga: Sahabat Mengalami Burnout? Bantu dengan Cara Ini

Selain itu, lakukan gaya hidup sehat, seperti makan makanan bergizi, olahraga, dan tidur yang cukup. Relaksasi dan mencari suasana baru atau bertemu dengan orang-orang baru juga berperan penting. 

Burnout sering kali berdampak pada peran dan fungsi sosial terganggu yang berdampak pada kualitas hidup secara keseluruhan, serta keluhan berkepanjangan yang memicu penyakit fisik atau keluhan fisik. Jika hal itu terjadi, Ida menyarankan agar segera menemui psikiater.

Terakhir, Ida menegaskan jangan lupa untuk selalu mencintai diri sendiri untuk cegah burnout bagi siapa pun.

Iklan

Berita Terkait

Rekomendasi Artikel

"Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini."