Sahabat Mengalami Burnout? Bantu dengan Cara Ini

foto-reporter

Reporter

foto-reporter

Editor

Kinanti Munggareni

google-image
Burnout adalah reaksi terhadap stres kerja yang berkepanjangan dan menyebabkan kelelahan, sinisme, kurang fokus, dan menurunnya kemampuan profesional. (Pexels/energepic.com)

Burnout adalah reaksi terhadap stres kerja yang berkepanjangan dan menyebabkan kelelahan, sinisme, kurang fokus, dan menurunnya kemampuan profesional. (Pexels/energepic.com)

IKLAN

CANTIKA.COM, Jakarta - Bagaimana Anda dapat membantu seseorang yang mengalami burnout atau kelelahan parah? Meskipun Anda tidak dapat menghilangkan stres seseorang, menawarkan dukungan dapat membantu meringankan beban emosional mereka.

Dikutip dari Healthline, istilah burnout dicetuskan oleh psikolog, Herbert Freudenberger pada tahun 1970-an. Burnout menggambarkan kondisi stres yang parah yang menyebabkan kelelahan fisik, mental, dan emosional yang parah. Kondisi ini jauh lebih buruk daripada kelelahan biasa. Tak hanya itu, mereka yang mengalaminya akan sulit mengatasi stres dan menangani tanggung jawab sehari-hari.

Orang yang mengalami kelelahan parah sering kali merasa tidak punya apa-apa lagi untuk diberikan dan takut bangun dari tempat tidur setiap pagi. Mereka bahkan mungkin mengadopsi pandangan pesimis terhadap kehidupan dan merasa putus asa.

Burnout tidak hilang dengan sendirinya dan, jika tidak ditangani, dapat menyebabkan penyakit fisik dan psikologis yang serius seperti depresi, penyakit jantung, dan diabetes.

1. Mendengarkan

Sebelum masuk ke mode "memperbaiki", tawarkan untuk mendengarkan kesulitan teman atau anggota keluarga Anda.

Memiliki seseorang untuk diajak bicara dapat membuat perbedaan dunia. Seringkali orang membutuhkan seseorang untuk menyaksikan stres dan penderitaan mereka, dan mendengarkan bisa sangat bermanfaat.

2. Validasi perasaan dan kekhawatiran

Ketika teman dan anggota keluarga merasakan efek kelelahan, mengatakan "itu kedengarannya tidak terlalu buruk atau saya yakin segalanya akan menjadi lebih baik" - sementara dimaksudkan untuk menawarkan kepastian - dapat terasa tidak valid jika seseorang benar-benar merasa sedih dan putus asa.

Sebaliknya, tawarkan validasi dengan mengatakan, "Kamu telah bekerja sangat keras, saya bisa mengerti mengapa kamu merasa kehabisan tenaga."

3. Tawarkan jenis bantuan khusus

Orang yang kelelahan sering kali terlalu lelah untuk memikirkan cara agar orang lain dapat membantu mereka. Daripada bertanya, "Apa yang bisa saya bantu?" menawarkan untuk mengantar makan, mengambil dry cleaning, atau mencuci pakaian.

4. Isyarat yang baik

Mengirim bunga, SMS yang bijaksana, atau kartu tertulis dapat mengingatkan teman dan anggota keluarga bahwa mereka tidak sendiri.

Karena mereka sering bekerja dalam waktu lama, orang yang kelelahan bisa merasa kesepian dan kurang dihargai. Tapi sikap kecil yang baik bisa menjadi pemelihara.

5. Sumber daya penelitian

Jika teman atau anggota keluarga membutuhkan dukungan tambahan, seperti pengasuhan anak, pembersih rumah, atau psikoterapis, tawarkan untuk penelitian dan crowdsource sumber daya tertentu untuk membantu meredakan stres.

Dikutip dari Harvard Business Review, kelelahan adalah masalah organisasi, bukan individu. Namun, meski tanggung jawab untuk mencegah kelelahan karyawan berada di pundak perusahaan, memperbaiki kelelahan setelah Anda menderita itu jauh lebih mudah.

Studi menunjukkan bahwa upaya eksternal untuk menarik seseorang keluar dari kondisi burnout - tidak peduli seberapa baik niatnya - sering gagal. Meskipun demikian adalah tanggung jawab pemberi kerja untuk mendukung kesehatan mental karyawan mereka.

Penelitian terbaru menunjukkan bahwa saat Anda merasa kelelahan orang terbaik yang dapat membantu memulihkan kondisi adalah diri Anda sendiri. Namun tak ada salahnya jika teman Anda mengalami burnout Anda turut memberikan dukungan moril. 

Baca juga: 4 Tanda Kamu Mengalami Burnout dalam Pekerjaan

VERY WELL MIND | HEALHTLINE | HARVARD BUSINESS REVIEW

Iklan

Berita Terkait

Rekomendasi Artikel

"Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini."