Vitamin yang Disarankan Dokter untuk Pasien COVID-19 Gejala Ringan

foto-reporter

Reporter

foto-reporter

Editor

Silvy Riana Putri

google-image
Ilustrasi suplemen/vitamin. Shutterstock

Ilustrasi suplemen/vitamin. Shutterstock

IKLAN

CANTIKA.COM, Jakarta - Jika ada tetangga atau anggota keluarga kamu yang positif COVID-19, bantulah mereka untuk pulih. Salah satu bentuk pertolongannya dengan pemberian vitamin yang dibutuhkan. Menurut Dokter spesialis paru yang menangani kasus COVID-19, Sylvia Sagita Siahaan, setidaknya ada dua vitamin yang direkomendasikan untuk pasien COVID-19 tanpa gejala dan bergejala ringan, yakni C dan D.

"C, D, sifatnya suportif saja," katanya.

Vitamin C, seperti dikutip dari Medical News Today, merupakan antioksidan yang dapat melawan kerusakan oksidatif akibat proses melawan penyakit. Vitamin ini juga membantu fungsi kekebalan tubuh yang sehat dengan mendukung perkembangan sel darah putih.

Dalam perannya sebagai antioksidan, vitamin C dapat membantu melawan peradangan, yang dapat merusak paru-paru dan organ lain.

Sylvia merekomendasikan 500 mg per enam jam oral tablet vitamin C nonasam untuk 14 hari atau tablet isap vitamin C 500 mg per 12 jam oral selama 30 hari atau multivitamin yang mengandung vitamin C 1-2 tablet per 24 jam selama 30 hari.

Sementara untuk vitamin D, pasien bisa diberikan suplemen 400-1.000 IU per hari. Suplemen ini bisa dalam bentuk tablet, kapsul, tablet larut, tablet kunyah, tablet isap, kapsul lunak, serbuk, ataupun sirup. Pasien juga bisa mengonsumsi vitamin D 1.000-5.000 IU per hari yang bentuknya bisa tablet 1.000 IU dan tablet kunyah 5.000 IU.

Peneliti dari Universityas Cantabria di Santander, Spanyol, José L. Hernández, seperti dikutip dari Healthline, mengatakan pengobatan menggunakan vitamin D harus direkomendasikan pada pasien COVID-19 dengan kadar vitamin D rendah karena mungkin memiliki efek menguntungkan, baik pada muskuloskeletal maupun sistem kekebalan.

"Kalau berat, kita tambahkan vitamin lain, seperti vitamin B, E, dan sebagainya. Intinya sebagai terapi suportif saja, bukan utama. Sejauh ini kita belum benar-benar temukan obatnya," ujar Sylvia.

Sementara itu, pada pasien dengan gejala ringan bisa juga mendapatkan antivirus, yakni oseltamivir atau avigan yang bentuknya oral.

"Untuk antivirus yang lain, seperti aluvia tidak direkomendasikan lagi. Kalau remdesivir itu berarti dia harus dirawat di rumah sakit, sudah masuk gejala sedang. Dari penelitian, remdesivir atau sedikit manfaatnya pada pasien yang membutuhkan tambahan oksigenasi," tutur Sylvia.

Baca juga: 7 Hal yang Perlu Diperhatikan saat Isolasi Mandiri di Rumah

Iklan

Berita Terkait

Rekomendasi Artikel

"Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini."