Kiat Orang Tua Redakan Anak Stres Belajar Online, Sejenak Menjauh Lalu Peluk

foto-reporter

Reporter

foto-reporter

Editor

Silvy Riana Putri

google-image
Ilustrasi ibu menemani anak belajar dari rumah. Pixabay.com/Chuck Underwood

Ilustrasi ibu menemani anak belajar dari rumah. Pixabay.com/Chuck Underwood

IKLAN

CANTIKA.COM, Jakarta - Hampir enam bulan lamanya anak-anak belajar dari rumah secara online atau daring guna menekan penyebaran Covid-19. Selain anak-anak, sejumlah orang tua pun bekerja dari rumah dengan tujuan yang sama. Dengan sama-sama beraktivitas di rumah tak bisa dipungkiri orang tua maupun anak rentan mengalami stres.

Mari kita kulik bersama pemicu dan cara atasinya menurut ahli. Psikolog dan dosen Fakultas Psikologi Universitas Kristen, Maranatha Efnie Indrianie, menjelaskan bahwa dalam proses belajar mengajar, anak membutuhkan waktu untuk beradaptasi dan menyesuaikan diri dengan metode school from home (SFH). Tidak bisa hanya dalam waktu 1-3 bulan saja. Adaptasi kadang bisa dibutuhkan selama 6 bulan lebih, bahkan 1 tahun.

“Makanya banyak riset tentang academic adjustment atau adaptasi di bidang akademik itu di tahun pertama. Jadi kalau masih 1-6 bulan, ya kondisi anak masih up and down,” tutur Efnie, dalam keterangan pers dari GueSehat yang diterima Bisnis.com pada Kamis, 13 Agustus 2020.

Saat belajar online di rumah, anak menjadi tidak tertib dan lebih banyak memegang gawai dan emosinya menjadi lebih tidak terkontrol. Bahkan ada anak moody atau cepat berubah suasana hatinya yang kadang-kadang tak mau ikut kelas online.

Menurut Efnie, stres dan rasa frustrasi ini memang wajar dialami. Sebab, ketika anak belajar dari rumah, orang tua pasti berpikir tanggung jawabnya ada di mereka untuk memastikan anaknya mengerjakan, memperhatikan, dan menerima informasi dengan baik.

“Biasanya kondisi itu yang membuat orang tua menjadi lebih stres,” jelas Efnie.

Untuk mengatasi stres, langkah pertama yang harus dilakukan orang tua adalah mengenali kondisi emosi sendiri, apakah mereka merasa kesal, marah, kecewa, atau hal lainnya. Setelah mengidentifikasi emosi yang dirasakan, barulah orang tua dapat meregulasi emosi dengan tepat.

Dua anak menonton video belajar digital dari rumah di Bandung, Jawa Barat, Selasa 17 Maret 2020. Presiden Joko Widodo menegaskan bahwa kebijakan untuk bekerja, belajar dan beribadah di rumah perlu dilakukan untuk menekan atau meredam rantai penyebaran virus corona atau Covid-19. ANTARA FOTO/M Agung Rajasa

Adapun, bagi ibu bekerja, mengerjakan tugas kantor dari rumah sekaligus mengasuh anak akan menjadi tantangan tersendiri. Efnie menyebutkan, ibu bekerja harus memiliki manajemen waktu yang baik. Jadi, buatlah jadwal harian dan masukkan waktu me time. Dengan begitu, kondisi mental tetap stabil dan tercipta suasana yang penuh cinta kasih di rumah.

Sementara itu, stres pada anak sebetulnya masih bisa ditoleransi selama levelnya masih moderat atau medium. Namun, jika stres yang dialami derajatnya tinggi akan berdampak negatif. Misalnya saja sistem imun anak dapat menurun dan dia rentan sakit, seperti batuk pilek, perut tidak nyaman, mual, dan diare.

“Terkadang konsentrasi anak juga akan menurun, bermimpi buruk, lebih emosional dan rewel, serta gampang menangis,” ujarnya.

Untuk menanggulangi stres pada anak, Efnie menyebutkan metode yang sama bisa diterapkan kepada anak, yakni mengidentifikasi emosi atau perasaannya terlebih dahulu.

“Kalau anak stresnya tinggi, bantu ia untuk meredakan kondisi perasaannya dulu. Anak yang stres tidak mempan dikasih nasihat. Ciri khas seorang anak kalau stres tinggi adalah akan melakukan hal yang berkebalikan. Disuruh fokus, dia malah melakukan hal lain, disuruh menulis tidak bisa, kadang-kadang disuruh bicara malah menjadi gagap,” papar Efnie.

Jika anak menunjukkan tanda-tanda tersebut, orang tua jangan memarahi anak dan sebaiknya memberinya waktu. Jauhi anak sebentar, atur napas, kendalikan emosi, dan duduk untuk menenangkan diri.

Setelah kondisi sudah lebih tenang, peluk anak dan bantu ia mengungkapkan perasaannya. Orang tua bisa menanyakan, “Adik rasanya bagaimana? Adik takut, sedih, atau marah?” Sebutkan emosi satu per satu untuk membantunya mengidentifikasi perasaannya.

Setelah itu, bantu anak merilis perasaannya. Tanyakan apa yang ia inginkan. Kalau ia ingin menangis, biarkan. Jadi, anak merasa aman dan nyaman.

“Love dan affection adalah obat stres untuk anak-anak. Jadi, ia tidak merasa sendiri, merasa didampingi, dan bisa mengekspresikan perasaannya semaksimal mungkin,” imbuhnya.

Dengan segala keterbatasan yang ada di masa pandemi ini, orang tua memang harus bekerja sama dengan berbagai pihak agar kegiatan belajar anak tetap berjalan. Yang pasti, orang tua harus menanamkan mindset untuk tidak langsung menghakimi diri sendiri sebagai orang tua yang gagal jika anak susah diajak belajar. Ingatlah, bahwa anak butuh waktu dan proses untuk bisa beradaptasi dengan perubahan yang terjadi.

Iklan

Berita Terkait

Rekomendasi Artikel

"Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini."