Advertisement
Advertisement
Advertisement

Anak-anak Makin Jago Internet, Lalu Orang Tua Harus Bagaimana?

foto-reporter

Reporter

google-image
Google dan YouTube Indonesia menggelar talkshow Keluarga Cerdas Berinternet, Selasa, 1 Juli 2025 di Jakarta/Foto: Cantika/Foto: Ecka Pramita

Google dan YouTube Indonesia menggelar talkshow Keluarga Cerdas Berinternet, Selasa, 1 Juli 2025 di Jakarta/Foto: Cantika/Foto: Ecka Pramita

Advertisement

CANTIKA.COM, Jakarta - Membesarkan anak di era digital memang penuh tantangan, namun juga menawarkan banyak peluang. Dengan pendekatan yang bijak, teknologi dapat menjadi alat pembelajaran yang bermakna dan tidak menjadi hambatan bagi orang tua.  

Sudah bukan hal baru kalau anak-anak zaman sekarang jauh lebih lihai bermain internet dibandingkan orang tuanya. Bahkan sejak usia tujuh tahun, mereka sudah terbiasa dengan YouTube, Google, game online, dan segala jenis teknologi yang kita, para orang tua, dulu pelajari di usia dewasa. 

Tapi di balik itu, muncul pertanyaan penting: kalau anak lebih jago, lantas sebagai orang tua mesti bagaimana?

Psikolog Anak Saskhya Aulia Prima mengatakan sebagian besar orang tua mungkin pernah merasa: “Aku tuh gaptek, jadi biar bapaknya aja yang urus.” Padahal, ketika kita terlalu sering bilang “aku nggak bisa”, tanpa sadar itu menurunkan rasa percaya diri kita sendiri. Dan saat kita nggak percaya diri, kita jadi ragu untuk berdiskusi dengan anak soal apa yang terjadi di dunia digital mereka.

"Padahal, diskusi itu penting. Penting banget. Karena dari situ kita bisa tahu apa yang mereka tonton, mainkan, dan pikirkan," ucap Saskhya Aulia Prima dalam talkshow Keluarga Cerdas Berinternet, Selasa, 1 Juli 2025 di Jakarta

Ada satu momen yang cukup menyentuh dialami Saskhya bahwa dia justru belajar internet dari anaknya sendiri. Karena kadang, memang kita yang perlu bertanya, “Ini maksudnya apa?” atau “Cara pakainya gimana?”

Lucunya, ketika kita tahu bahwa langkah-langkahnya ternyata simpel cuma dua atau tiga langkah kita jadi lebih pede. Misalnya, untuk buat akun Google Family ternyata cuma butuh bikin akun, klik ini, lalu atur itu. Tapi selama ini kita nggak pernah tahu karena nggak ada yang ngasih tahu. Jadi keburu panik saat anak minta tambah screen time.

Menurut Saskhya yang paling menguatkan adalah merasa bahwa kita tidak sendirian. Ada banyak ibu lain yang juga sedang belajar. Komunitas digital parenting atau grup WhatsApp sesama orang tua bisa jadi ruang aman untuk bertanya: “Ini cara atur YouTube Kids gimana ya?” atau “Game ini aman nggak buat anak umur 9 tahun?”

Ada banyak sumber bagus di luar sana, tapi kuncinya bukan banyak-banyakan informasi. Yang penting, informasi itu bisa diterima, dipraktikkan, dan tidak bikin tambah bingung. Kadang kita cuma perlu video yang bilang, “Klik ini, lalu ini, selesai.” Sesederhana itu. Tapi kalau nggak ada yang bantu kasih tahu, kita bisa merasa semuanya rumit.

Bangun Kepercayaan, Bukan Sekadar Kontrol

Saskhya juga mengingatkan ada hal lain yang sering terlupakan: anak akan lebih terbuka kalau kita terbuka juga. Nggak harus tahu segalanya. Tapi cukup dengan bertanya dan menunjukkan ketertarikan, kita sudah membuat ruang aman.

Tanya aja: “Kamu main apa?” atau “Serunya di mana?” Kalau mereka bisa cerita, itu artinya mereka percaya.

Semakin orang tua merasa percaya diri, semakin mungkin mereka membangun relasi digital yang sehat dengan anak. Artinya, bukan cuma mengerti teknologinya, tapi juga nyaman untuk ngobrolin teknologi  bareng anak. Tidak apa-apa kalau hari ini belum paham semua fitur di HP anak. Yang penting adalah: mau mulai belajar dan mencoba.

Karena era digital ini bukan hanya dunia anak-anak. Ini juga dunia kita, orang tuanya. Dan satu-satunya cara supaya anak tidak merasa sendirian di dunia maya adalah dengan memastikan mereka tidak merasa ditinggal di dunia nyata.

Pilihan Editor: Waspada Jerat Cinta Penipu Melalui Internet, Simak 4 Langkah Mencegahnya

Halo Sahabat Cantika, Yuk Update Informasi Terkini Gaya Hidup Cewek Y dan Z di Instagram dan TikTok Cantika

Advertisement

Recommended Article

"Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini."
Advertisement