Cerita Hannah Al Rashid Soal Tantangan Wanita Karier Masa Kini

foto-reporter

Reporter

foto-reporter

Editor

Silvy Riana Putri

google-image
Hannah Al Rashid menghadiri acara Women's March Jakarta untuk memperingati International Women's Day atau Hari Perempuan Internasional di Jakarta, Ahad, 8 Maret 2020. Instagram/@hannahalrashid

Hannah Al Rashid menghadiri acara Women's March Jakarta untuk memperingati International Women's Day atau Hari Perempuan Internasional di Jakarta, Ahad, 8 Maret 2020. Instagram/@hannahalrashid

IKLAN

CANTIKA.COM, JAKARTA - Selain berkarakter di seni peran, Hannah Al Rashid juga dikenal sebagai aktris yang giat menyuarakan isu-isu perempuan di antaranya kesetaraan gender dan perlawanan pelecehan seksual kepada perempuan. Hannah juga didaulat sebagai penggerak Sustainable Development Goals (SDGs) dalam bidang kesetaraan gender di Indonesia.

Bintang film Aruna dan Lidahnya ini masih melihat bahwa perempuan masih terjebak dalam "privilege" yang membuatnya kurang leluasa berperan seimbang. Ia mencontohkan di industri perfilman masih belum bisa mendekati level kesetaraan gender, meski banyak perempuan yang telah duduk di kursi sutradara, produser hingga kru film.

"Saya lihat masih belum, karena kalau dipikirkan produksi mayoritas di lokasi adalah laki-laki, apalagi stakeholder kebanyakan masih laki-laki," ujar Hannah dalam diskusi daring bertema "The Future is Equal" yang digelar Tokopedia pada Rabu, 23 April 2020.

Hannah juga merasakan industri perfilman masih banyak double standard atau standar ganda soal standar kecantikan. Ia tidak mengetahui siapa yang lebih dulu standar kecantikan. Meski begitu, ia tidak menampik ada industri lain yang lebih ramah dalam memfasilitasi jenjang karier hingga ke pucuk pimpinan hingga kebutuhan terkait perempuan.

Hal lain yang ia soroti mengenai kebebasan berpendapat pria dan wanita. "Bentuk lainnya ialah kalau ada lelaki yang tegas menyuarakan apa yang menjadi pendapatnya dianggap memang sudah sewajarnya, sementara perempuan dianggap tidak kooperatif dan bawel, ah kamu perempuan mending diam saja deh," ungkap Hannah.

Meski beragam tantangannya, Hannah tetap memperjuangkan kesetaraan gender di berbagai bidang. Ia meyakini saat perempuan berjuang bersama maka akan solid kekuatannya, terlebih di era digital.

"Banyak orang merasa tidak punya power (kekuatan) jika secara individu, tetapi jika bersama-sama mereka punya. Secara kolektif kita punya dan solidaritas antar-perempuan itu sangat penting," imbuhnya.

Hannah berharap bisa menjadi perempuan yang saling mendukung, bukan menjatuhkan satu sama lain. Sebab tantangan yang perempuan hadapi jauh lebih sulit, menurutnya.

"Jangan menjatuhkan orang lain dan jangan pula sukses dengan menjatuhkan orang lain. Perempuan harus mengetahui dan memperjuangkan hak mereka," pungkas Hannah.

Iklan

Berita Terkait

Rekomendasi Artikel

"Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini."