Bukan Sekadar Indah, Ananda Moersid Mencintai Batik Karena Penuh Makna

foto-reporter

Reporter

foto-reporter

Editor

Ecka Pramita

google-image
Ananda Moersid, pemerhati wastra Nusantara dan pengajar di Program Studi Desain Interior, Fakultas Seni Rupa IKJ/Foto: Cantika/Ecka Pramita

Ananda Moersid, pemerhati wastra Nusantara dan pengajar di Program Studi Desain Interior, Fakultas Seni Rupa IKJ/Foto: Cantika/Ecka Pramita

IKLAN

CANTIKA.COM, Jakarta - Tahukah Sahabat Cantika, bila perkembangan batik belakangan ini bisa dikatakan cukup memuaskan. Kain batik telah menunjukkan eksistensi dengan ragamnya yang menarik. Batik tak lagi menyinggahi ruang-ruang eksklusif, tetapi telah menjelma dalam berbagai gaya. Tak heran jika banyak orang yang terlanjur asyik memakai batik bahkan di ruang publik bersanding dengan brand-brand luar negeri. 

Tujuan utamanya bukan untuk membuat banyak orang menjadi lebih hapal dengan ragam motif batik serta sejarah dan artinya, tetapi lebih mendasar lagi yaitu bagaimana memahami batik dalam sanubari yang dapat mencakup dimensi yang lebih mendalam dari sekadar estetika.

Pecinta Wastra Nusantara dan Pengajar Program Studi Desain Interior, Fakultas Seni Rupa Institut Kesenian Jakarta (IKJ), Ananda Moersid turut merasa bangga karena sudah ada kesadaran dari masyarakat kalau kita memiliki batik sebagai culture heritage atau warisan budaya. "Semakin sulit dibuat dan eksklusif maka semakin besar kita menghargainya."

Ananda sendiri mengaku sudah sejak kecil mencintai batik dan belajar membatik dari ibunda tercinta walau mungkin tidak profesional, ia merasa pengaruh lingkungan keluarga yang dekat dengan batik turut berkontribusi. 

Ananda yang tergabung dalam Himpunan Pencinta Kain Adati Wastraprema ini sejak dulu mengaku menyukai batik pesisiran yang terkenal dengan warna-warna terangnya. Kini, koleksi batiknya sudah mencapai puluhan lembar termasuk salah satu yang menjadi favorit yakni batik tiga negeri. 

"Tapi belakangan ini saya mulai menyukai batik Keraton atau motif Keraton, bukan sekadar indah tapi masing-masing motif memiliki makna simboliknya sendiri. Seperti misalnya motif kawung atau parang," ujar Ananda kepada Cantika, di acara Membaca Raden Saleh, Sabtu, 13 Mei 2023, di Galeri Cemara Jakarta. 

Menurut Ananda, merawat dan mencintai Batik tak perlu dipaksakan, tetapi dibuat natural saja yang terpenting kita bangga mengenakan. "Kita bisa menghargai batik tulis sebagai salah satu seni dan warisan budaya juga, kalau bukan kita siapa lagi," ucap editor Jurnal Wastra sejak 2008 ini. 

Eksistensi Batik di Masa Depan Tergantung Masa Kini 

Batik adalah salah satu seni kriya yang sudah dikenal sejak aman dahulu. Batik juga sudah menjadi bagian dari kebudayaan dan kebanggaan Indonesia. Batik sendirimerupakan kain bergambar yang dibuat melalui teknik rintang warna. Bahan perintang yang digunakan berupa malam (lilin). 

Badan Kebudayaan Dunia (UNESCO) juga sudah menetapkan batik sebagai warisan kemanusiaan, untuk budaya lisan dan non-bendawi (Masterpieces Of The Oral And Intangible Heritage Of Humanity) pada 2 Oktober 2009. Pada tanggal itu pula, tanggal 2 Oktober diperingati sebagai Hari Batik Nasional.

Ragam budaya di Indonesia telah menghasilkan keragaman hias motif pada batik. Pembuatan ragam hias yang dilakukan dengan canting, disebut dengan batik tulis. Sedangkan, batik cap adalah batik yang pembuatan ragam hiasnya dilakukan menggunakan alat cap. Berikut alat dan bahan serta proses pembuatan batik tulis.

Pamong Budaya Ahli Muda pada Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kemendikbudristek Archangela Y. A mengatakan jika batik merupakan kerajinan tangan tradisional dalam bentuk kain yang kaya akan nilai budaya takbenda, yang pengetahuannya diwariskan dari generasi ke generasi di Jawa dan wilayah lainnya sejak abad ke-16, dan semakin dikenal pada pertengahan 1980-an.

"Batik dibuat dengan cara menorehkan bentuk titik dan garis menggunakan lilin malam panas pada sehelai kain menggunakan alat tertentu yang bernama canting tulis dan canting cap sebagai perintang atau penahan pada proses pewarnaan selanjutnya, yang kemudian lilin malam ini dihilangkan dengan cara direbus atau dikerok, dan proses ini berulang setiap kali pewarnaan," jelasnya saat dihubungi melalui pesan singkat beberapa waktu lalu. 

Kelangsungan batik di masa mendatang, menurut Archangela sangat tergantung pada apa yang kita lakukan saat ini. Tradisi oral pewarisan keterampilan membatik mulai pudar di masyarakat karena generasi penerus lebih banyak yang memilih profesi lain daripada pembatik.

Pilihan Editor: Intip Gaya Busana Menlu Retno Marsudi di KTT ASEAN 2023, Monokrom dan Blus Batik

Halo Sahabat Cantika, Yuk Update Informasi dan Inspirasi Perempuan di Telegram Cantika


Iklan

Berita Terkait

Rekomendasi Artikel

"Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini."