5 Mitos tentang Diet yang Sering Bikin Salah Kaprah

foto-reporter

Reporter

foto-reporter

Editor

Mitra Tarigan

google-image
Ilustrasi diet makanan mentah. Freepik.com/Yanalya

Ilustrasi diet makanan mentah. Freepik.com/Yanalya

IKLAN

CANTIKA.COM, Jakarta - Diet merupakan salah satu cara untuk menjaga berat badan tetap ideal. Dengan memiliki berat badan seimbang harapannya masyarakat bisa lebih terhindar dari berbagai penyakit. Sayang, masyarakat, khususnya perempuan yang ingin melakukan penurunan berat badan banyak terpapar oleh berbagai mitos tentang diet yang membuat orang salah menjalankannya.

Salah satu mitos tentang diet yang kerap dipercaya masyarakat dan tetap dijalankan masyarakat adalah soal tidak boleh makan ketika melakukan program penurunan berat badan. Pola diet yang salah tentu saja bisa membahayakan kondisi tubuh. "Melakukan diet bukan berarti tidak boleh makan sama sekali, melainkan mengatur pola makan dengan baik dan menjaga kandungan nutrisinya." kata Dokter Spesialis Gizi Shiela Stefani dalam konferensi pers virtual bertajuk "HaloTalk: Bukan Diet Sembarangan, Cari Tahu Diet Mudah dan Aman berasama HaloDiet" pada 14 Juni 2022.

Sebenarnya ada banyak mitos tentang diet yang masih berseliweran di kalangan masyarakat, berikut 5 di antaranya.

1. Diet dengan protein saja

Mitos tentang diet yang kerap terdengar adalah hanya makan protein. Mengonsumsi protein (daging-dagingan) saja dalam porsi yang banyak pada saat diet untuk meningkatkan massa otot merupakan hal yang kurang tepat. Karena bila konsumsi protein secara berlebihan, tidak akan berpengaruh apa-apa tanpa dibarengi dengan latihan ketahanan otot. Masyarakat disarankan untuk mengonsumsi protein dalam porsi secukupnya bukan sebanyak-banyaknya.

"Konsumsi protein yang cukup bukan berlebihan, bukan juga sebanyak-banyaknya. Protein itu dikombinasi dengan latihan ketahanan otot baru dia bisa memaksimalkan penambahan otot atau memperbesar otot," kata Shiela.

2. Penderita diabetes dilarang mengonsumsi karbohidrat

Konsumsi karbohidrat bagi orang yang memiliki diabetes memang harus dikontrol. Pasien diabetes bahkan disarankan mengonsumsi karbohidrat kompleks untuk menghindari karbohidrat sederhana seperti gula dan tepung-tepungan, namun bukan berarti mereka tidak boleh konsumsi karbohidrat sama sekali. Jika tidak mengonsumsinya ditambah dengan adanya konsumsi obat maka bisa terjadi penurunan kesadaran. "Pada pasien kencing manis alias diebetes itu masih boleh mengonsumsi karbohidrat, tapi memang disarankan karbohidrat yang kompleks," kata Shiela.

3. Mengurangi asupan makanan dalam porsi banyak (diet ektrem)

Mitos tentang diet yang juga masih diamini masyarakat adalah soal mengurangi makanan secara ekstrem. Diet dengan cara mengurangi asupan makan secara ekstrem semacam ini dapat mengganggu massa otot. Artinya otot akan mengalami penurunan massa, padahal berfungsi untuk menghindari diri dari penyakit sarkopenia dan bisa menurunkan imunitas tubuh. Penyakit sarkopenia adalah kelainan otot yang ditandai dengan berkurangnya kekuatan dan massa otot serta penurunan performa fisik. "Kalau diet ekstrem itu berbahaya, karena yang turun biasanya otot," kata Shiela.

4. Tidak memperhatikan jadwal diet

Penting sekali mengikuti jadwal diet teratur untuk menghindari kesalahan dalam pelaksanaannya. Sebaiknya hindari pula melewatkan jadwal sarapan atau jadwal makan utama lain. Karena melewatkan jadwal makan bisa membuat orang jadi makan berlebihan. Ketika sudah makan berlebih dalam skeali jadwal makan, bisa menaikkan gula darah yang bisa memicu penyakit diabetes jika dilakukan terus-menerus.

5. Makan malam membuat badan gendut

Mitos tentang diet yang juga sering terdengar adalah soal tidak makan malam. Nyatanya, makan malam tidak membuat berat badan bertambah. Makan malam yang bisa membuat berat badan bertambah karena adanya tambahan dari kebiasaan makan saat sudah memenuhi tiga kali makan besar (sarapan, makan siang, dan makan malam).

"Kita makan itu cukup tiga kali makan besar dan dua sampai tiga kali makan selingan. Kalau misalnya di luar itu ternyata malam-malam makan lagi, ya tentu saja itu pasti akan meningkatkan berat badan, karena menambah kalori harian kita," kata Shiela.

Konferensi pers virtual bertajuk HaloTalk: Bukan Diet Sembarangan, Cari Tahu Diet Mudah dan Aman berasama HaloDiet/Halodoc

Pandemi mengakselerasi kesadaran masyarakat dalam mengadopsi gaya hidup sehat, termasuk dalam mengontrol berat badan. Halodoc terus berinovasi untuk memenuhi gaya hidup sehat dan kebutuhan
kesehatan masyarakat sehari-hari. Kali ini, Halodoc meluncurkan “HaloDiet” yang merupakan solusi lengkap dan tepercaya bagi masyarakat yang ingin menerapkan diet sehat secara tepat. HaloDiet menawarkan solusi terintegrasi yang dapat diakses secara mudah melalui aplikasi Halodoc, mulai dari Chat Nutritionist, paket suplemen pendukung diet sehat, hingga voucher makanan sehat.

VP Government Relations & Corporate Affairs Halodoc Adeline Hindarto mengatakan tren positif masyarakat untuk menjalani hidup sehat dan mengontrol berat badan harus diimbangi dengan akses layanan kesehatan yang tepercaya. Harapannya masyarakat dapat menerapkan diet sehat secara tepat sesuai dengan kondisi tubuh. "Akses terhadap layanan kesehatan inilah yang dijawab Halodoc melalui layanan HaloDiet, yang diharapkan dapat menjadi solusi diet sehat yang terintegrasi, tepercaya, dan lengkap dalam satu genggaman. Inovasi ini juga menjadi wujud dari komitmen Halodoc untuk memperkuat ekosistem layanan kesehatan yang dapat diandalkan masyarakat kapanpun dan dimanapun, termasuk untuk mendukung gaya hidup sehat,” kata Adeline.

Dalam peluncuran resmi Halodiet, Halodoc juga mengajak masyarakat untuk memahami kondisi tubuh sebelum memulai diet yang tepat. Melalui diskusi rutin HaloTalks, Halodoc bersama dokter spesialis gizi membagikan berbagai informasi seputar diet sehat, termasuk pola hidup sehat yang diperlukan.

Baca: Tips Diet ala Kareena Kapoor, Makan Sehat Sebelum Olahraga dan Minuman Rempah

Iklan

Berita Terkait

Rekomendasi Artikel

"Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini."