Tantangan Wanita Karier, Kurang Terwakili di Tingkat Manajemen

foto-reporter

Reporter

foto-reporter

Editor

Mitra Tarigan

google-image
Ilustrasi wanita karir. Foto : Freepik

Ilustrasi wanita karir. Foto : Freepik

IKLAN

CANTIKA.COM, Jakarta - Ada banyak tantangan wanita karier yang harus dihadapi. Tantangan wanita karier itu semakin menjadi ketika mereka mencapai pucuk pimpinan di perusahaan. Makin tinggi posisi wanita karier dalam sebuah tingkatan perusahaan, makin tinggi pula risiko dan tantangan yang harus dihadapi. Belum lagi dengan pilihan-pilihan yang biasanya menyertai. Berbagai pilihan itu sering membuat perempuan menjadi dilema memilih antara pekerjaan kantor atau  pekerjaan domestik.

Di Indonesia sendiri, semakin tinggi posisi maka makin sedikit perempuan yang ikut berperan di dalamnya. Seperti halnya pada top level management, mereka menjadi pihak yang kurang terwakili. Partner & President Director dari Kearney Indonesia Shirley Santoso mengatakan wanita terus menjadi pihak yang kurang terwakili di setiap tingkatan dalam perusahaan. "Terutama pada tingkatan manajerial dan peran kepemimpinan yang kritikal," kata Shirley Santoso dalam konferensi pers berjudul 'Pemimpin Wanita Indonesia Angkat Suara tentang Inklusivitas Kaum Perempuan di Tempat Kerja' 9 Maret 2022.

Pemimpin Financial Services Practice Egon Zehnder Henny Purnamawati juga turut membagikan pandangannya terkait tantangan yang dihadapi wanita karier. Henny mengungkapkan bahwa semakin tinggi posisi wanita karier itu di sebuah perusahaan, dia akan dihadapkan pada pilihan antara pekerjaan atau keluarga. Dan banyak perempuan yang akhirnya memilih keluarga karena beberapa alasan salah satunya yaitu tentang anak.

Henny mengungkapkan perlunya dukungan bagi perempuan yang bisa menunjang karier mereka di suatu perusahaan. "Support system seperti halnya kultur dari perusahaan, pengembangan karier yang tidak dipukul rata antara laki-laki dan perempuan, dan lain sebagainya," ucapnya pada 9 Maret 2022. Dengan memperhatikan hal tersebut maka masa depan tempat kerja dapat lebih bersifat berkelanjutan. Para manajemen bisa mengubah tempat kerja, dan melaksanakan cara-cara baru dalam membina, menarik, dan mempertahankan para wanita karier ini.

Shinta Kamdani, CEO dari SINTESA Group juga berpendapat bahwa seorang wanita sebenarnya tidak perlu memilih antara passion berkarier dan kehidupan domestik. "Jalur menuju peran kepemimpinan bagi tenaga profesional wanita sangat mungkin untuk direalisasikan tanpa harus mengorbankan kehidupan pribadinya; selama organisasi menggunakan pendekatan yang empatik dan mempunyai sikap terbuka untuk berdiskusi dan berkolaborasi," katanya.

Namun, di sisi lain nyatanya antara pekerjaan dan urusan domestik bukan menjadi satu-satunya alasan. Survey dari Karney Indonesia menyebutkan bahwa wanita karier di antara usia 30-59 tahun mengungkapkan kompensasi finansial yang tidak memadai juga menjadi alasan bagi para pekerja perempuan untuk meninggalkan perusahaan. Sementara pekerja wanita di bawah 30 tahun juga mengungkapkan, kurangnya ketertarikan pada perusahaan menyebabkan mereka meninggalkan perusahaan.

Shirley Santoso mengatakan banyak perusahaan yang telah mengadopsi model kerja hybrid dalam beberapa tahun terakhir ini. Model hybrid bukanlah konsep baru, tetapi baru sekarang dipraktikkan sepenuhnya karena adanya protokol kesehatan dalam melawan COVID-19. Fleksibilitas di tempat kerja memang menawarkan kesempatan untuk mendapatkan keseimbangan antara kehidupan pribadi dan pekerjaan yang lebih sehat. "Namun, bagi para wanita karier khususnya para ibu dengan tanggung jawab domestik dan pengasuhan anak, fleksibilitas bukan hanya soal lokasi kerja. Fleksibilitas juga termasuk perihal kebebasan mengelola jam kerja yang paling sesuai serta beban tanggung jawab yang wajar dalam perusahaan dengan tujuan yang jelas,” kata Shirley Santoso.

Baca: Cerita Hannah Al Rashid Soal Tantangan Wanita Karier Masa Kini

Iklan

Berita Terkait

Rekomendasi Artikel

"Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini."