Studi: Marah atau Stres Meningkatkan Risiko Stroke Sebanyak 30 Persen

foto-reporter

Reporter

foto-reporter

Editor

Silvy Riana Putri

google-image
Ilustrasi stroke. scrubbing.in

Ilustrasi stroke. scrubbing.in

IKLAN

CANTIKA.COM, Jakarta - Menurut studi INTERSTROKE global tahun 2021 yang diterbitkan dalam European Heart Journal mengungkapkan bahwa kemarahan dan emosi menjengkelkan lainnya seperti sedih, depresi, atau cemas meningkatkan risiko stroke sebanyak 30 persen satu jam kemudian. Penelitian ini bukan yang pertama menghubungkan emosi negatif berkaitan dengan risiko stroke.

Sebuah pernyataan tahun 2004 dari American Academy of Neurology (AAN) menjelaskan survei terhadap 200 orang yang dirawat di rumah sakit dengan stroke iskemik (yang terjadi ketika gumpalan darah membatasi aliran darah ke otak) atau serangan iskemik sementara (pada dasarnya stroke mini). Sekitar 30 persen dari mereka yang disurvei melaporkan kemarahan, ketakutan, lekas marah, gugup, atau syok yang menyebabkan mereka tiba-tiba mengubah posisi tubuh mereka dalam dua jam sebelum stroke.

Studi lain tahun 2021 yang diterbitkan di Scientific African menunjukkan hubungan antara emosi seperti kemarahan, ketakutan dengan peningkatan faktor risiko stroke seperti diabetes dan hipertensi. Meskipun emosi dan kesehatan mental pernah dianggap sepenuhnya terpisah dari kesehatan fisik, tapi seiring waktu semakin banyak bukti bahwa keduanya terhubung.

"Emosi dapat menyebabkan perubahan fisiologis dalam tubuh kita," kata Matthew Socco, PhD, ahli stroke di Cleveland Clinic, Amerika Serikat.

"Ketika seseorang berada di bawah stres bisa menyebabkan tubuh mereka meningkatkan aktivitas sistem saraf simpatik. Pikirkan respons 'lari atau lawan'," katanya.

Ketika sistem saraf simpatik diaktifkan, maka memengaruhi tekanan darah, detak jantung dan ritme, serta banyak respons fisiologis lainnya yang telah dikaitkan dengan peningkatan risiko stroke, jelas Dr. Socco.

Di sisi lain, beberapa bukti ilmiah menunjukkan bahwa menahan emosi juga dapat menyebabkan peningkatan risiko stroke dan masalah jantung, terutama bagi wanita, tambah Socco. Alangkah baiknya, lanjutnya, setiap orang punya cara tersendiri untuk mengeluarkan energi negatif dengan cara yang menyenangkan seperti hobi dan olahraga. Banyak ahli kesehatan mental menyebut memendam emosi negatif sebagai "kepositifan beracun", yang bisa sangat merusak kesehatan mental sekaligus fisik.

Para ilmuwan sedang mempelajari lebih banyak tentang seberapa kuat hubungan pikiran-tubuh itu, kata Dr. kata Socco. Mekanisme yang tepat dan dampak kesehatan emosional pada risiko stroke masih belum diketahui, tetapi jika ada kemungkinan seseorang dapat mengurangi risiko dan meningkatkan kesehatan mereka yang berkaitan dengan stroke atau kondisi medis lainnya, layak untuk dieksplorasi lebih lengkap.

Tentu saja, sebagai manusia dengan berbagai macam emosi, tidak mungkin untuk menghindari perasaan marah, sedih, atau takut. Elisabeth Marsh, MD, ahli saraf di Johns Hopkins Medicine, mengatakan studi tersebut jangan terlalu dikhawatirkan, cukup diwaspadai.

"Saya tidak ingin orang panik setiap kali mereka bertengkar dengan seseorang," ucap dokter Marsh.

"Otak Anda sebenarnya cukup fleksibel, jadi peningkatan tekanan darah sesaat atau aktivitas sistem saraf simpatik lainnya tidak perlu dikhawatirkan. Bukan karena tekanan darah Anda naik, dan kemudian Anda terkena stroke," lanjutnya.

Meski begitu, Marsh tak menutup mata bahwa banyak bukti yang menunjukkan kemarahan kronis, kecemasan, stres, dan depresi menimbulkan masalah kesehatan. Meskipun pembuluh darah otak Anda sangat mudah dibentuk, stres kronis yang menyebabkan tekanan darah tinggi kronis dapat membuat pembuluh darah terlalu tegang dan menyebabkan kerusakan. Stres kronis atau depresi juga cenderung mengarah pada kebiasaan tidak sehat seperti merokok, makan berlebihan, dan menghindari olahraga, yang juga berdampak pada risiko stroke.

Oleh karena itu, sederet cara terbaik untuk mencegah stroke adalah dengan mempertahankan gaya hidup sehat, mengobati tekanan darah tinggi, dan tidak merokok. Penelitian juga menunjukkan bahwa olahraga dapat memerangi depresi, stres kronis, dan kecemasan. Berlari, berjalan, bertinju, berenang, atau menggerakkan tubuh Anda bisa menjadi salah satu pelepasan emosi yang sehat, kata Dr. Socco. Latihan aerobik  juga meningkatkan aliran darah ke otak Anda serta membantu mencegah pembekuan yang menyebabkan penyumbatan. Kemarahan dan kesal pasti akan terjadi. Jadi, pola hidup sehat salah satu kunci menghindari stroke.

Baca juga: Hati-hati, Tidur Lebih dari 8 Jam Rentan Terkena Stroke Menurut Penelitian

Iklan

Berita Terkait

Rekomendasi Artikel

"Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini."