Terkesan Simpel, tapi Memuji Anak Ada Tekniknya

foto-reporter

Reporter

foto-reporter

Editor

Mitra Tarigan

google-image
Ilustrasi anak dan orang tua. Freepik.com/Prostoleh

Ilustrasi anak dan orang tua. Freepik.com/Prostoleh

IKLAN

CANTIKA.COM, Jakarta - Psikolog anak dan remaja dari Universitas Indonesia, Vera Itabiliana Hadiwidjojo, membagikan kiat bagi orang tua ketika memberikan pujian atau validasi eksternal pada anak agar tidak menimbulkan dampak negatif. “Sering ditanyakan orang tua, nanti anaknya besar kepala kalau dipuji terus-terusan atau nanti dia tidak mau terpacu untuk mencapai yang lebih baik lagi. Memuji anak itu memang ada tekniknya sendiri. Sebenarnya memuji itu bukan sesuatu yang simpel, bukan sesuatu yang gampang,” kata Vera dalam sesi webinar, ditulis Rabu 5 Januari 2021.

Menurut Vera, pujian yang baik seharusnya diucapkan secara spesifik atau langsung mengarah pada proses di balik keberhasilan yang anak capai. Pujian secara umum yang diucapkan secara terus-menerus, seperti sebatas kata-kata ‘Wah, kamu hebat’ atau ‘Wah, kamu pintar’, dapat menimbulkan efek negatif pada anak.

“Kita tidak secara general bilang ‘hebat’ atau apa. Itu mungkin kalau terlalu berulang kali, dia akan merasa dirinya memang anak paling hebat dan pintar di dunia ini, tetapi begitu keluar rumah dan bertemu sedikit kesulitan jadi gampang rapuh,” katanya.

Sebagai contoh, kalimat seperti ‘Mama bangga kamu bisa bangun tidur di pagi hari sendiri tanpa dibangunkan’, kata Vera, akan jauh lebih baik dan bisa berdampak positif pada anak.

Menurut Vera, pujian atau validasi eksternal masih dibutuhkan pada anak-anak hingga usia remaja. Validasi ini merupakan bentuk apresiasi yang diberikan dari lingkungan sekitarnya sehingga dapat menumbuhkan motivasi pada diri mereka. “Pujian masih dibutuhkan untuk mereka. Makanya mungkin ada anak-anak yang akan semangat belajarnya kalau dijanjikan reward tertentu,” katanya.

Meski demikian, Vera mengingatkan agar orang tua juga tetap membantu untuk menumbuhkan dan mengembangkan validasi internal pada diri sang anak.

Validasi internal merupakan perasaan bangga dan semangat yang muncul melalui kesadaran di dalam dirinya sendiri tanpa harus dipicu oleh pujian orang lain. Validasi ini, kata Vera, biasanya baru berkembang pada usia remaja akhir sekitar 16 hingga 18 tahun.

Sebagai contoh, kalimat seperti, ‘Wah kamu hebat sudah bisa lebih bagus nilainya, kamu pasti bangga dengan diri kamu sendiri sudah bisa berusaha semaksimal mungkin’ atau ‘Kamu pasti bangga dengan diri kamu sendiri karena bisa bangun tidur tanpa dibangunkan’, menurut Vera, merupakan cara yang dapat dilakukan untuk menumbuhkan validasi internal.

“Sehingga dia akan menyadari dirinya sendiri, ‘Ternyata aku tidak perlu melakukan ini untuk dapat pujian dari orang karena itu membuat aku sendiri merasa senang atau bahagia terhadap apa yang aku lakukan’,” kata Vera.

Baca: Begini Cara Memuji Anak yang Tepat Menurut Penelitian

Iklan

Berita Terkait

Rekomendasi Artikel

"Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini."