Benarkah Media Sosial Bikin Orang Jadi Suka Pamer? Simak Kata Psikolog

foto-reporter

Reporter

foto-reporter

Editor

Ecka Pramita

google-image
Ilustrasi bermain sosial media di ponsel. Shutterstock.com

Ilustrasi bermain sosial media di ponsel. Shutterstock.com

IKLAN

CANTIKA.COM, Jakarta -  Jagat media sosial belakangan riuh pemberitaan soal utang terkait dengan pembelian tas branded oleh para sosialita. Kasus tersebut seolah mengingatkan fungsi media sosial yang digunakan banyak orang selama ini.

Sebagian orang menyebut kebiasaan senang posting kehidupan pribadi, termasuk barang-barang yang kita punyai, sebagai perilaku pamer dan narsistik. Benarkah demikian?

Menurut Psikolog Anisa Cahya Ningrum, ketika seseorang posting kehidupan pribadi, termasuk barang-barang yang dipunyai, bisa saja itu merupakan perilaku pamer, bisa juga tidak.

Sebab, menurutnya sebagian orang menganggap bahwa orang lain perlu melihat apa yang mereka miliki, tapi sebagian lain hanya menganggap seperti diary yang perlu mereka tuliskan untuk dokumentasi.

"Kita juga perlu membedakan dengan gangguan narsistik, yang merupakan gangguan kepribadian, dimana seseorang menganggap dirinya sangat penting dan harus dikagumi. Tentu ini diagnosis yang memerlukan pemeriksaan psikologis sebelum menegakkannya," ungkap Anisa saat dihubungi melalui pesan singkat, Rabu 1 September 2021.

Fungsi media sosial memang cukup beragam, bisa sebagai wadah untuk aktualisasi diri, interaksi sosial, ekspresi emosi, marketing, serta menunjukkan keberpihakan sosial, agama atau politik, dan lain-lain.

Menjadi tempat untuk memamerkan hal-hal yang dimiliki juga merupakan kemungkinan yang tak terelakkan. Tidak ada batasan yang mengharuskan barang-barang yang dipamerkan itu sumbernya dari mana.

"Yang jelas, pemilik akun akan mendapat konsekuensi atas segala hal yang dipamerkannya, karena pembaca juga merasa memiliki hak untuk memberi penilaian atas segala hal yang berseliweran di lini masa akun mereka," lanjut Anisa.

Termasuk para social climber, dimana seseorang ingin menunjukan dan meningkatkan status atau derajat sosialnya, dengan memamerkan hal-hal yang bisa memposisikan dirinya lebih tinggi.

Media sosial memberi ruang dan waktu untuk melakukan semua hal tersebut, namun yang perlu diingat adalah tentang konsekuensinya. Apapun yang kita ungkapkan di media sosial, berpotensi mendapat reaksi atau komentar yang positif ataupun negatif dari pembaca. Begitu pun efeknya memberikan ketenaran. 

Kendati demikian, tidak ada yang salah dengan ketenaran, ini tergantung pada motivasi dan kepribadian masing-masing. Ada orang yang sangat menginginkannya, tetapi ada juga yang tidak suka dengan hingar bingar ketenaran tersebut.

Pada profesi tertentu, memang membutuhkan memori publik, sehingga ia perlu menyampaikan secara konsisten tentang branding dirinya, agar publik mengenalnya, dan berharap menggunakan jasanya. Dan media sosial menjadi lahan yang efisien, efektif dan menggembirakan untuk menumbuhkannya.

"Ketenaran juga bisa memberi dampak kepuasan psikologis, jika pribadi tersebut memang menginginkannya. Namun banyak juga yang menjadi tersiksa jika dirinya disorot oleh publik, sehingga memilih untuk berdiam diri atau bahkan bersembunyi untuk mendapatkan kenyamanan secara psikologis," jelas Anisa

Jika tak punya prestasi atau kompetensi, di beberapa kasus seseorang lantas butuh atribut untuk melengkapi ketenaran tersebut, misalnya dari barang atau fasilitas atau tempat yang mewah.

Namun, digarisbawahi Anisa jika ketenaran tidak selalu terkait dengan prestasi atau kompetensi, apalagi dengan barang mewah atau fasilitas. Jika ada yang melakukan dengan cara tersebut, maka itu adalah pilihan yang diambil, karena cara itu dianggap efektif untuk meraih ketenaran.

Yang jelas, memang diperlukan sarana untuk mencapai ketenaran. Cara apa yang dipilih, biasanya terkait dengan kemampuan dan pengetahuan yang dimilikinya. Ada yang meraih ketenaran dengan ketekunan dan kreativitas, namun ada juga yang melakukannya dengan jalan pintas yang agar lebih mudah dan cepat.

"Bisa juga seseorang menjadi tenar karena kondisi yang tak terduga, atau atas bantuan orang lain yang melihat potensi dirinya," pungkasnya.

Baca: Alasan Nana Mirdad Unfollow Akun Medsos Orang Lain: Bikin Sedih atau Sakit

Iklan

Berita Terkait

Rekomendasi Artikel

"Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini."