3 Pertolongan Pertama Anak Batuk Pilek saat #dirumahaja

foto-reporter

Reporter

foto-reporter

Editor

Silvy Riana Putri

google-image
Ilustrasi anak sakit flu/pilek. Shutterstock.com

Ilustrasi anak sakit flu/pilek. Shutterstock.com

IKLAN

CANTIKA.COM, Jakarta - Beberapa orang tua mudah parno saat anak batuk dan pilek di tengah pandemi virus corona baru atau COVID-19. Sebab, kedua masalah kesehatan itu termasuk ciri terinfeksi COVID-19. 

Namun jangan buru-buru menyimpulkan, lalu membawanya ke rumah sakit. Perlu diingat kita diimbau untuk mengurangi kunjungan ke rumah sakit guna cegah penularan corona, kecuali untuk kondisi kegawatdaruratan. Maka dari itu, Dokter Spesialis Anak di Rumah Sakit Ibu Anak (RSIA) Brawijaya, Attila Dewanti, membagikan tiga langkah pertolongan pertama bagi orang tua jika anak batuk pilek selama #dirumahaja.

Pertama, ia meminta orang tua untuk mulai mengidentifikasi makanan yang dikonsumsi anak. Terlebih kalau anak tetap lincah dan beraktivitas seperti biasa.

“Biasanya itu karena minum es atau mengonsumsi makanan terlalu manis. Artinya ini harus dihindari dan diganti ke asupan yang hangat dan tidak terlalu manis,” ujarnya dalam Johnson Virtual Expert Class: Merawat Anak Selama Masa Pandemi di Jakarta pada 29 April 2020.

Hal kedua yang bisa dilakukan adalah mengolesi minyak pada dada dan punggung anak. Terlebih jika batuk dan pilek muncul akibat alergi karena faktor keturunan dari orang tua.

“Mungkin ayah dan bunda ada yang alergi debu atau udara dingin setelah hujan deras. Berarti kita tahu yang harus dilakukan, yaitu menghindari pencetus alerginya dan olesi minyak untuk memberikan sensasi nyaman,” jelasnya.

Terakhir, jika kondisi batuk dan pilek tak kunjung usai, maka Attila mengimbau agar orang tua memberikan obat batuk atau pilek yang sudah dimiliki di rumah. “Biasanya pasti ada persediaan obat, bisa diberikan sesuai anjuran dokter terdahulu,” ucapnya.

Apabila ketiga hal tersebut sudah dikerjakan namun tak muncul tanda sehat, terlebih diikuti dengan sesak dan tersengal-sengal dengan intensitas napas 50-60 kali per menit, baru dianjurkan ke untuk konsultasi ke dokter.

“Karena kondisi ini tidak bisa lagi ditangani sendiri di rumah. Harus langsung ke dokter,” tutupnya.

SARAH ERVINA DARA SIYAHAILATUA

Iklan

Berita Terkait

Rekomendasi Artikel

"Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini."