Imbauan IDAI untuk Memperluas Pencegahan Virus Corona pada Anak

foto-reporter

Reporter

foto-reporter

Editor

Silvy Riana Putri

google-image
Ilustrasi anak sakit. shutterstock.com

Ilustrasi anak sakit. shutterstock.com

IKLAN

CANTIKA.COM, Jakarta - Badan Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO) telah menetapkan virus corona baru atau COVID-19 sebagai pandemi sejak 11 Maret 2020. COVID-19 ini dapat menginfeksi seluruh golongan usia, termasuk anak-anak. Pada 13 Maret 2020, telah diketahui bahwa sudah dua balita yang terjangkit infeksi ini.

Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia (PP IDAI), dokter spesialis anak Aman B. Pulungan mengatakan, diperlukan adanya transparansi data mengenai hasil tes dan cluster.

"Saran saya harus ada kesamaan batasan Orang Dalam Pemantauan (ODP) dan pasien dalam pengawasan (PDP) guna menegakkan diagnosis pasti pada anak yang dicurigai mengidap COVID-19," kata Aman dalam konferensi pers online di Jakarta, Senin, 16 Maret 2020.

Menurut Aman diperlukan penelusuran yang pasti untuk dapat mengetahui dengan jelas sumber penularan penyakit tersebut pada anak. IDAI juga mengusulkan lockdown parsial setidaknya untuk kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi (Jabodetabek) karena sudah diketahui banyak kasus dan sudah ada yang meninggal.

"Dari awal kami yang mengusulkan minta lockdown minimal parsial. Tutup keluar dan tutup untuk masuk, kecuali memang harus lapor ke satgas atau pihak berwenang. Sebab sekarang ini persebaran virus sudah ke mana-mana," ucap Aman.

Ditambah lagi, pihaknya menghendaki transparansi keterbukaan data, karena sampai sekarang data belum real time. "Paling tidak ada keterbukaan cluster jadi kita bisa tahu bahwa tidak ditularkan ke orang lain," tutur ia.

Informasi mengenai protokol COVID-19 ini juga tidak hanya di pusat tapi sampai ke bawah melalui Puskesmas di semua daerah. Para petugas medis di Puskesmas dibekali pengetahuan mendasar agar bisa mensosialisasikan pada warga sekitar. "Kami bersedia juga membantu para tenaga kesehatan atau nakes di Puskesmas," jelasnya.

Aman juga mengajak banyak pihak agar tidak begitu saja menerima informasi yang tidak ilmiah. Siapa saja bicara kalau tidak paham keilmuannya sebaiknya stop, jadi hanya medis dan ilmuwan yang berkompeten.

Termasuk informasi anak tidak bisa kena, sebab sudah ada kasus balita yang terkena. "Jangan pernah menganggap anak tidak bisa kena, sebab gejala klinis yang dialami anak bisa jadi tidak langsung terlihat apalagi jika anak belum bisa bicara. Anak juga bisa menjadi pembawa yang menularkan ke orang dewasa," ia menegaskan.

EKA WAHYU PRAMITA

Iklan

Berita Terkait

Rekomendasi Artikel

"Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini."