Kenali 5 Penyebab Diet Gagal

foto-reporter

Reporter

foto-reporter

Editor

Silvy Riana Putri

google-image
Ilustrasi perempuan gemuk/obesitas. Shutterstock

Ilustrasi perempuan gemuk/obesitas. Shutterstock

IKLAN

CANTIKA.COM, Jakarta - Sudah menjadi rahasia umum sejumlah perempuan sering berucap tidak sedang diet, padahal ia berjuang untuk mengunci nafsu makannya. Kadang juga tidak sedikit dari mereka yang sudah tekun menjalankan satu pola diet tapi tak kunjung sukses. Menengok dari data Center for Diseases Control and Prevention di Amerika Serikat, prevalensi obesitas adalah 39,8 persen dan mempengaruhi sekitar 93,3 juta orang dewasa di Amerika Seikat antara tahun 2015 dan 2016.

Dilihat dari kecenderungan tersebut sejumlah pakar kesehatan dan penelitian menelaah hal apa saja yang menyebabkan diet tidak berhasil pada perempuan. Berikut ini lima alasan gagal diet seperti dikutip dari laman Purewow.

1. Terjerat ikut-ikutan diet yang tren

Salah satu masalah terbesar dengan diet adalah bukan menjalani diet yang berkelanjutan. Ini adalah kisah yang umum dialami, Anda mencoba diet yang sedang trendi selama tiga bulan dan berhasil menurunkan sebanyak enam kilogram. Namun, setelah kembali ke pola makan normal Anda, berat badan bertambah dengan pasti.

Penelitian telah menunjukkan berulang kali bahwa penurunan berat badan melalui diet ikut-ikutan tren sangat sementara. Sebuah studi tahun 1996 di Harvard Medical School, misalnya, mensurvei 192 peserta diet trendi selama dan setelah program diet. Rata-rata, anggota kelompok mengalami penurunann berat badan 22 kg selama program diet.

Setelah tiga tahun dari penelitian tersebut ditemukan berat rata-rata hanya sedikit lebih rendah dari berat asli kelompok pada awal diet. Sebanyak 12 persen dari subjek mempertahankan 75 persen dari penurunan berat badan mereka setelah meninggalkan program diet, 57 persen mempertahankan setidaknya 5 persen dari penurunan berat badan, dan 40 persen bertambah lagi berat badannya dibandingkan penurunan selama diet. 

Sebuah studi 2007 di UCLA juga menemukan kondisi yang sama. Traci Mann, profesor psikologi UCLA dan penulis utama studi tersebut, mengatakan, “Anda pada awalnya dapat menurunkan 5 hingga 10 persen dari berat badan Anda pada sejumlah diet, tetapi kemudian beratnya kembali. Kami menemukan bahwa mayoritas orang mendapatkan kembali berat badan, bahkan bertambah. Penurunan berat badan yang berkelanjutan hanya ditemukan pada sebagian kecil peserta, sementara berat badan yang kembali seperti semula dialami mayoritas. Pola diet yang tidak mengarah pada penurunan berat badan yang berkelanjutan atau sesuai kebutuhan fisik masing-masing peserta tidak akan memberikan hasil yang tetap.”

2. Beranggapan makanan itu adalah musuh

Memikirkan makanan sebagai musuh mungkin dinilai efektif saat memulai diet. Bahkan diet yang diklaim serba sehat atau berfokus pada kesehatan bisa memicu gangguan makan tipe baru, orthorexia. Menurut National Eating Disorder Association, istilah 'orthorexia' diciptakan pada tahun 1998 dan berarti obsesi untuk makan yang benar atau 'sehat'.

Meskipun sadar dan prihatin dengan kualitas gizi yang minim dari makanan yang disantap, orang-orang dengan orthorexia menjadi sangat terpaku pada apa yang disebut 'makan sehat' sehingga mereka benar-benar merusak tubuh mereka sendiri. ” Alih-alih memberi label makanan sebagai ‘baik’ atau ‘di luar batas’, lebih baik Anda tetap makanan bergizi dalam batas sedang atau moderate.

Ilustrasi diet. shutterstock.com

3. Mengabaikan sinyal lapar

Bagi yang sedang diet, sebagian besar waktunya mengabaikan atau menekan rasa sinyal lapar yang berkumandang dalam tubuhnya. Dalam jangka panjang, hal ini bisa berdampak buruk. Di antaranya membuat Anda kurang responsif terhadap isyarat kelaparan alami dan berujung lebih sulit untuk mendengarkan tubuh dan mengatur berat badan Anda.

Sandra Aamodt, PhD dan penulis buku "Why Diets Make Us Fat", mengatakan kepada laman NBC, “Anda menjadi lebih berisiko mengalami kondisi makan emosional, makan karena bosan, dan lebih rentan mengalami makan lebih banyak daripada yang sebenarnya diinginkan tubuh Anda."

4. Stok kalori yang minim melambatkan metabolisme

Agar diet berhasil Anda memang menerapkan defisit kalori, yaitu membakar lebih banyak kalori daripada yang dikonsumsi. Akan tetapi jika Anda makan terlalu sedikit kalori, bisa menjadi malapetaka untuk metabolisme tubuh.

Sebuah studi yang diterbitkan dalam jurnal Environmental Health and Preventive Medicine meneliti metabolisme orang diet rendah kalori dibandingkan dengan mereka yang diet menengah kalori. Para peneliti menemukan bahwa subjek yang diet rendah kalori mengalami penurunan berat badan yang lebih lambat. Sebabnya, ketika Anda sangat membatasi kalori, tubuh Anda bekerja lebih ekstra dan lebih lama proses metabolisme.

5. Diet dalam kondisi tertekan

Jika Anda pernah menjalankan diet, Anda tahu betul itu bukan pengalaman yang  menyenangkan. Salah satunya Anda berjuang mengurangi kalori dan jenis makanan yang sebenarnya ingin dimakan. Diet dalam kondisi tertekan atau stres ternyata bisa menjadi penghambat terwujudnya penurunan berat badan.

Penelitian dalam jurnal Appetite menemukan peningkatan hormon stres, kortisol turut berdampak dengan pola makan berlebihan. Selain itu, peningkatan kadar kortisol juga bisa menyebabkan kadar insulin Anda naik dan gula darah turun, sehingga membuat Anda lebih menginginkan makanan yang manis dan berlemak.

Iklan

Berita Terkait

Rekomendasi Artikel

"Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini."