Gangguan Tumbuh Kembang Anak yang Lahir dengan Hidrosefalus

foto-reporter

Reporter

foto-reporter

Editor

Yunia Pratiwi

google-image
Ilustrasi anak sakit. Shutterstock

Ilustrasi anak sakit. Shutterstock

IKLAN

CANTIKA.COM, Jakarta - Penyakit hidrosefalus dapat mengganggu tumbuh kembang anak dalam jangka panjang. Gejala hidrosefalus pun cukup mudah dikenali, yakni lingkar kepala anak yang terlihat lebih besar dari anak-anak seusianya pada umumnya. Kondisi ini disebabkan oleh menumpuknya cairan (cerebrospinal fluid atau CSF) di otak.

Ketika penumpukkan CSF tidak segera ditangani, kondisi itu akan mengintervensi suplai darah ke otak. Awalnya, hal ini mengakibatkan anak sering merasa lelah, rewel, dan mengantuk. Jika dibiarkan terus-menerus, tekanan dari CSF akan mengakibatkan kerusakan otak.

Mayoritas bayi yang lahir dengan hidrosefalus bawaan (kongengital) akan memiliki peluang hidup yang sama besarnya dengan bayi normal pada umumnya. Hanya saja dalam fase tumbuh kembang anak, ia akan mengalami berbagai batasan, terutama karena bayi memang sudah terlahir dalam kondisi otak yang rusak.

Beberapa gangguan dalam tumbuh kembang anak yang lahir dengan hidrosefalus, di antaranya adalah:

  • Rentang perhatian yang terbatas
  • Autis
  • Kesulitan dalam belajar
  • Masalah dalam melakukan koordinasi secara fisik
  • Masalah bicara
  • Kesulitan mengingat
  • Masalah dalam penglihatan

Meskipun demikian, anak yang didiagnosis menderita hidrosefalus bisa menjalani serangkaian terapi dan metode pengobatan agar dapat menjalani hidup dengan lebih berkualitas. Perawatan untuk anak penderita hidrosefalus akan melibatkan tenaga medis dari berbagai disiplin ilmu, mulai dari dokter, terapis, hingga guru bagi anak berkebutuhan khusus.

Semua hal tersebut dilakukan demi menjaga agar tumbuh kembang anak tidak terpaut jauh dengan anak seusianya. Jika hidrosefalus tidak segera ditangani, akibatnya bisa fatal, bahkan sampai berakibat kematian.

Perlu diingat, tujuan penanganan hidrosefalus bukan untuk menyembuhkan, namun untuk memperbaiki kualitas hidup penderitanya. Misalnya dengan sistem kateter. Dokter biasanya akan merekomendasikan operasi penyisipan selang di dalam otak untuk mengeluarkan cairan berlebih. Sistem selang ini berfungsi mengalihkan CSF dari otak ke area lain di tubuh agar dapat diserap oleh aliran darah seperti dalam kondisi normal.

Sistem ini membutuhkan alat yang terdiri dari selang plastik elastis (kateter) dan kran. Salah satu ujung kateter ditempatkan di rongga otak (ventrikel) yang berisi cairan, sedangkan ujung lainnya ditempatkan di area tubuh yang akan menjadi tempat pembuangan cairan CSF, misalnya rongga jantung. Sedangkan kran bertugas memastikan aliran air hanya berlangsung satu arah.

Meskipun demikian, sistem kateter ini bisa saja mengalami malfungsi sehingga harus segera diganti secara keseluruhan. Malfungsi tersebut bisa berupa kegagalan mekanis, infeksi, obstruksi cairan lain, atau keharusan agar selang diperpanjang atau diperpendek sesuai kebutuhan.

Penanganan lainnya dengan endoskopi ventrikulostomi. Dalam prosedur ini, dokter menggunakan kamera kecil yang dilengkapi dengan teknologi fiber optik (neuroendoskopi) untuk melihat kondisi permukaan ventrikel yang tergenang CSF. Setelah itu, alat yang lebih kecil lagi akan digunakan dokter untuk melubangi dinding ventrikel sehingga CSF bisa keluar dari lubang itu dan mengalir keluar dari otak.

Jika anak masih mengalami hidrosefalus atau sempat sembuh kemudian kembali hidrosefalus, maka dokter akan menyarankan anak menjalani pemasangan kateter. Pasalnya, operasi endoskopi ventrikulostomi tidak bisa dilakukan secara berulang.

SEHATQ

Iklan

Berita Terkait

Rekomendasi Artikel

"Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini."