CANTIKA.COM, Jakarta - Gaya hidup masyarakat telah berubah menjadi serba instan, termasuk soal makanan. Direktur Penyakit Tidak Menular, Direktorat Jenderal Penanggulangan Penyakit, Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmizi mengatakan, kini masyarakat terdorong mengonsumsi produk olahan, baik makanan dan minuman siap saji maupun makanan dan minuman kemasan.
"Padahal kita semua tahu kalau pangan olahan dan siap saji itu mengandung gula, garam, dan lemak yang tinggi," kata Siti Nadia dalam webinar diseminasi hasil studi 'Pemasaran Makanan yang Tidak Sehat' pada Kamis, 10 Juli 2025. Menurut Siti Nadia, tren menyantap pangan siap saji dan olahan ini bermula dari Amerika dan Eropa. Namun lambat laun, seiring dengan perubahan gaya hidup masyarakat, kebiasaan itu "menular" ke masyarakat Indonesia.
Artikel Terkait:
Siti Nadia menjelaskan, apabila kadar gula, garam, dan lemak atau biasa disebut GGL tidak terkontrol, maka akan memicu faktor risiko kesehatan terutama penyakit tidak menular. "Terlebih jika ada faktor lain, seperti kurangnya aktivitas fisik dan sebagainya," ujarnya.
Direktur Penyakit Tidak Menular, Direktorat Jenderal Penanggulangan Penyakit, Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmizi dalam webinar diseminasi hasil studi 'Pemasaran Makanan yang Tidak Sehat' pada Kamis, 10 Juli 2025. Foto: Tangkapan layar Zoom
Penyakit Tidak Menular Penyebab Kematian
Penyakit tidak menular yang sebagian besar dapat dicegah justru menjadi penyebab kematian utama dan beban fiskal di Indonesia. Berikut urutan penyakit penyebab utama kematian di Indonesia:
- Stroke
- Penyakit jantung iskemik
- Sirosis hepatis
- Tuberkulosis
Adapun beban penyakit berdasarkan faktor risiko adalah:
- Tekanan darah tinggi
- Merokok
- Kadar gula darah tinggi
- Disfungsi ginjal
- Partikular polutan
- Kadar LDL tinggi
- Obesitas
- Berat badan lahir rendah
- Polusi Udara rumah tangga
- Konsumsi natrium tinggi
- Konsumsi buah rendah
- Perokok parif
- Cedera kerja
- Air tidak layak
Siti Nadia menekankan pada faktor risiko obesitas yang kini menjadi ancaman serius bagi pembangunan kesehatan. Sebab, selama sepuluh tahun terjadi kenaikan dua kali lipat angka prevalensi obesitas. Prevalensi overweight dan obesitas pada anak di dunia juga meningkat dari 8 persen pada 1990 menjadi 20 persen di 2022.
"Obesitas berkontribusi pada beban penyakit dan mempengaruhi kualitas hidup manusia," katanya. Obesitas dapat memicu penyakit jantung, diabetes, kanker, hipertensi, penyakit metabolik dan non-metabolik, serta gangguan kesehatan lainnya.
Komplikasi gangguan kesehatan yang terjadi pada orang yang mengalami obesitas antara lain, stroke, payah jantung kongestif, penyakit jantung iskemik, Polycystic Ovary Syndrome (PCOS), perlemakan hati, hipertensi, depresi, diabetes, osteoarthritis lutut, gejala maag, hingga gangguan tidur.
Mengenal Penyakit Tidak Menular yang Termasuk Katastropik
Siti Nadia juga menyampaikan apa saja jenis penyakit tidak menular sebagai penyakit katastropik adalah jenis penyakit yang membutuhkan biaya pengobatan tinggi, perawatan jangka panjang, dan dapat mengancam jiwa yang terjadi di Indonesia. Pada tahun 2023, peningkatan jumlah pembiayaan penyakit
katastropik mencapai Rp 34,8 triliun.
- Jantung dengan 20 juta kasus berbiaya Rp 17,6 triliun
- Kanker dengan 3,8 juta kasus berbiaya Rp 5,9 triliun
- Stroke dengan 3,4 juta kasus berbiaya Rp 5,2 triliun
- Gagal ginjal dengan 1,5 juta kasus berbiaya 2,92 triliun
- Hemofilia dengan 140 ribu kasus berbiaya Rp 1,2 triliun
- Talasemia dengan 346 ribu kasus berbiaya Rp 764 miliar
- Leukemia dengan 161 ribu kasus berbiaya Rp 579 miliar
- Sirosis Hepatiti dengan 237 ribu kasus berbiaya Rp 446 miliar
"Beban BPJS Kesehatan lebih besar ke penyakit tidak menular yang sebenarnya bisa dicegah," kata Siti Nadia. "Karena itu, mari kita mengendalikan konsumsi agar selalu menyantap makanan dan minuman sehat."
Pilihan Editor: Minuman Berpemanis dalam Kemasan Bikin Obesitas? Ini Penjelasan Ahli Gizi
Halo Sahabat Cantika, Yuk Update Informasi Terkini Gaya Hidup Cewek Y dan Z di Instagram dan TikTok Cantika