Faktor Risiko Hidrosefalus Bayi yang Wajib Diwaspadai Ibu Hamil

foto-reporter

Reporter

foto-reporter

Editor

Yunia Pratiwi

google-image
Ilustrasi Bayi menangis. TEMPO/Aditia noviansyah

Ilustrasi Bayi menangis. TEMPO/Aditia noviansyah

IKLAN

CANTIKA.COM, JakartaHidrosefalus, yang juga dikenal dengan air di otak, adalah kondisi ketika terdapat penumpukan cairan otak (cerebrospinal fluid atau CSF) di rongga (ventrikel) otak bayi. Penumpukan cairan ini biasanya terjadi karena terdapat halangan yang mencegah cairan keluar dari otak.

Penumpukan cairan di otak ini otomatis membuat lingkar kepala bayi baru lahir lebih besar dari bayi normal pada umumnya. Jika tidak segera ditangani, hidrosefalus bisa menyebabkan kerusakan otak, keterbatasan mental dan fisik anak, bahkan kematian.

Hingga kini, penyebab hidrosefalus secara spesifik belum diketahui. Hanya saja, lingkar kepala bayi baru lahir berisiko mengalami pembesaran pada bayi lahir prematur. Bayi yang lahir sebelum bulannya memiliki risiko lebih tinggi akan terjadinya pendarahan intraventrikular yang berujung pada terjadinya hidrosefalus. Selain itu masalah selama kehamilan, seperti infeksi uterus dapat memperbesar risiko bayi lahir dengan hidrosefalus. Masalah pada perkembangan janin, misalnya tulang belakang bayi tidak menutup sempurna.

Faktor risiko lain yang bisa menjadi penyebab hidrosefalus pada bayi, di antaranya terdapat benjolan atau tumor pada tulang belakang atau otak, infeksi di sistem saraf, pendarahan di otak, dan cedera parah pada otak.

Sementara pembesaran lingkar kepala bayi baru lahir disebut juga sebagai hidrosefalus kongengital. Dalam kondisi ini, biasanya bayi lahir sudah dengan kondisi ventrikel otak yang tersumbat, sedangkan otak juga lebih banyak memproduksi CSF. Kondisi kesehatan bayi ketika masih di dalam kandungan menjadi penyebab hidrosefalus yang utama pada bayi baru lahir. Biasanya, pembesaran lingkar kepala bayi baru lahir juga disertai masalah kesehatan lain, misalnya spina bifida parah.

Penyebab hidrosefalus kongengital ini biasanya dikarenakan virus yang membuat Anda menderita infeksi selama masa kehamilan, misalnya Cytomegalovirus (CMV), Rubella (campak Jerman), mumps, sifilis, dan toksoplasmosis. 

 

Hidrosefalus bisa dideteksi ketika janin masih berada di dalam kandungan dengan pemeriksaan ultrasound (USG) biasa. Sementara jika bayi sudah dilahirkan, sangat penting untuk memantau lingkar kepalanya, setidaknya dalam kurun satu tahun pertama kehidupan bayi.

Gejala hidrosefalus pada bayi memang bisa beragam. Pada bayi di bawah satu tahun, kepalanya akan terlihat sangat bengkak atau membesar. Hal ini dikarenakan tengkorak bayi di bawah satu tahun belum sepenuhnya keras sehingga kepala akan melebar untuk menyimpan kelebihan CSF yang tidak mampu dibuang ke aliran darah. Hasilnya, kepala bayi akan terlihat lebih besar dari ukuran kepala bayi normal pada umumnya.

Tanda-tanda lain bahwa bayi mengalami hidrosefalus adalah terdapat benjolan di ubun-ubun, terdapat jarak antara dua tulang tengkorak yang belum sepenuhnya keras, terjadi peningkatan ukuran yang drastis pada lingkar kepala bayi, pembengkakan pembuluh nadi yang bisa terlihat jelas oleh mata telanjang, dan kelopak mata menurun (disebut juga sunsetting)

Jika hidrosefalus pada bayi sudah sangat parah, ia bisa juga memperlihatkan gejala yang lain, seperti mengantuk secara berlebihan, sangat rewel, muntah, hingga mengalami kejang. Bayi dengan hidrosefalus juga bisa mengalami keterlambatan perkembangan (milestones), atau bahkan kemunduran. Pada kasus yang ekstrem, bayi bisa mengalami gagal tumbuh (failure to thrive).

SEHATQ

Iklan

Berita Terkait

Rekomendasi Artikel

"Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini."