Kasus #JusticeForAudrey, Pelajaran untuk Orang Tua

foto-reporter

Reporter

foto-reporter

Editor

Yayuk Widiyarti

google-image
Ilustrasi kekerasan pada anak. health. wyo.gov

Ilustrasi kekerasan pada anak. health. wyo.gov

IKLAN

CANTIKA.COM, Jakarta - Tagar #JusticeForAudrey terus tersebar di media sosial, dimulai dari petisi di laman change.org yang menceritakan mengenai siswi SMP yang dikeroyok 12 pelajar SMA di Pontianak, Kalimantan Barat, pada Jumat, 29 Maret 2019. Ia dipukul, ditendang, dan kepalanya dibenturkan di aspal.

Degan tagar yang terus disebar di media sosial, kasus ini menjadi viral. Artis-artis seperti Atta Halilintar, Ria Ricis, dan Ifan Seventeen, sudah mengunjungi korban. Sedangkan berbagai artis ternama lain, seperti Cinta Laura dan Prilly Latuconsina, juga menyebarkan tagar ini di media sosial. Namun, kasus ini tentu cukup sensitif karena pelaku dan korban semua masih termasuk anak-anak.

“Masyarakat harus tahu bahwa baik pelaku maupun korban anak-anak adalah sama-sama korban. Dua-duanya adalah korban dari suatu sistem yang keliru, sistem yang salah," tutur psikolog anak dan keluarga Sani Budiantini.

Baca juga:

Kasus Justice for Audrey, Pentingnya Rehabilitasi untuk Pelaku
#JusticeForAudrey dan Kekerasan pada Anak di Mata Psikolog

Sistem itu lingkungan dan pengawasan orang tua. Karena itu, kasus ini menjadi pelajaran untuk orang tua agar bisa mengenali tanda-tanda yang diberikan anak.

Psikolog anak dan keluarga Anna Surti Ariani menjelaskan alasan anak bisa melakukan tindakan kekerasan. Anak melakukan tindakan kriminal atau bullying karena ada kebutuhan untuk diterima dan kebutuhan untuk menguasai dirinya dan teman-temannya.
“Kasihan sebenarnya, baik korban maupun pelaku sebenarnya sama-sama kasihan. Tapi kalau kita (orang tua) lebih sensitif untuk memenuhi kebutuhan mereka itu akan terhindarkan,” jelas Anna.

Karena pelaku dan korban semua masih di bawah umur, peran orang tua perlu ditekankan untuk menghindari kejadian yang sama terjadi lagi. Tiga pelaku perundungan terhadap Audrey telah mengakui perbuatan mereka di hadapan polisi.

Walaupun menjadi pelaku kekerasan, para pelaku juga perlu mendapat pendampingan secara psikologis karena semua masih anak-anak. Orang tua tidak bisa melepaskan tanggung jawab untuk membantu memberikan pendampingan ini.

Iklan

Berita Terkait

Rekomendasi Artikel

"Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini."