Advertisement
Advertisement
Advertisement

Intip Perubahan Penanganan Kesehatan Mental di Indonesia: dari Skrining Massal hingga Bebas Pasung

foto-reporter

Reporter

google-image
Ilustrasi pasangan konsultasi dengan psikolog. Shutterstock

Ilustrasi pasangan konsultasi dengan psikolog. Shutterstock

Advertisement

CANTIKA.COM, JakartaKesehatan mental kini tak lagi dianggap sebelah mata di Indonesia. Setelah bertahun-tahun terpinggirkan, layanan kesehatan jiwa perlahan tapi pasti mulai menjadi prioritas dalam sistem kesehatan nasional. Mulai dari program skrining gratis, peningkatan layanan di puskesmas, hingga regulasi pelarangan pemasungan, berbagai langkah progresif telah dilakukan oleh pemerintah.

Skrining Kesehatan Mental Gratis untuk Seluruh Warga

Dikutip dari Antara, sejak awal 2025, pemerintah Indonesia meluncurkan program Free Health Screening yang mencakup skrining kesehatan mental massal bagi seluruh penduduk. Layanan ini tersedia di lebih dari 10.000 puskesmas dan 15.000 klinik, memungkinkan masyarakat melakukan deteksi dini gangguan kejiwaan seperti depresi, gangguan kecemasan, ADHD, bahkan eating disorder.

Tak hanya orang dewasa, anak-anak dan remaja pun menjadi target penting dalam program ini. Melalui kuisioner sederhana yang dapat diakses langsung di fasilitas kesehatan, masyarakat diajak lebih terbuka terhadap kondisi psikis mereka sendiri—langkah awal yang krusial dalam pencegahan jangka panjang.

Layanan Kesehatan Jiwa Diperkuat di Puskesmas

Pemerintah menargetkan 50% puskesmas di Indonesia memiliki layanan kesehatan jiwa pada tahun 2025, meningkat dari angka sebelumnya yang masih berada di bawah 40%. Bahkan, pada 2026 ditargetkan angkanya meningkat hingga 70%.

Untuk mewujudkan hal ini, pelatihan bagi tenaga kesehatan garda depan—terutama kader dan perawat—diperluas melalui program P3LP (Pertolongan Pertama pada Luka Psikologis). Obat-obatan untuk gangguan jiwa seperti haloperidol dan risperidone juga mulai didistribusikan secara lebih merata, khususnya ke daerah-daerah terpencil.

Dokter Spesialis Kini Wajib Jalani Skrining Mental

Langkah menarik lainnya adalah kebijakan baru untuk para peserta pendidikan dokter spesialis (PPDS). Mulai April 2025, mereka diwajibkan menjalani skrining kejiwaan dua kali dalam setahun. Hal ini dilakukan untuk mencegah kelelahan mental (burnout), depresi, bahkan bunuh diri yang sering kali luput dari perhatian karena tekanan berat dalam dunia medis.

Kementerian Kesehatan juga mengatur ulang sistem logbook digital, serta membatasi jam kerja yang terlalu panjang agar lebih manusiawi. Ini adalah wujud nyata dari upaya untuk menjaga kesehatan mental para tenaga kesehatan sejak dini.

Larangan Pasung dan Sistem Pencatatan Kasus Bunuh Diri

Salah satu regulasi penting yang diterbitkan adalah PP No. 28/2024, yang melarang tegas praktik pasung terhadap penyandang gangguan jiwa. Pasung selama ini menjadi solusi "praktis" di tengah minimnya akses layanan, namun jelas melanggar hak asasi manusia.

Selain itu, pemerintah mulai menerapkan sistem suicide registry nasional, yaitu sistem pencatatan dan pelaporan kasus bunuh diri secara terpusat. Dengan data yang valid dan menyeluruh, langkah preventif bisa lebih terarah dan berbasis bukti nyata.

Tantangan Masih Ada: Stigma dan Keterbatasan SDM

Meski berbagai kemajuan telah dicapai, Indonesia masih menghadapi tantangan besar. Jumlah psikiater dan psikolog masih terkonsentrasi di kota besar seperti Jakarta, sementara kebutuhan tinggi justru berada di daerah pinggiran dan pedesaan.

Stigma juga masih menjadi penghalang utama. Banyak masyarakat yang masih menganggap kesehatan jiwa sebagai hal tabu atau bahkan aib keluarga. Padahal, kesadaran generasi muda mulai menunjukkan perubahan positif—terlihat dari makin maraknya komunitas dan layanan psikologi berbasis digital yang menjangkau lebih banyak orang.

Transformasi penanganan kesehatan mental di Indonesia tengah berlangsung dengan penuh harapan. Dari skrining massal, peningkatan layanan di puskesmas, hingga perlindungan hukum terhadap pasien gangguan jiwa, semua langkah ini menandakan perubahan paradigma. Meski jalan masih panjang, upaya ini merupakan angin segar menuju Indonesia yang lebih peduli pada kesehatan jiwa warganya.

Pilihan Editor: Stres Bisa Meningkatkan Risiko Cacar Api pada Dewasa Muda

ANTARA

Halo Sahabat Cantika, Yuk Update Informasi dan Inspirasi Perempuan di Telegram Cantika

Advertisement

Recommended Article

"Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini."
Advertisement