Advertisement
Advertisement
Advertisement

Waspada! Gelombang Baru COVID-19 Belum Usai, Ini Faktanya

foto-reporter

Reporter

google-image
Ilustrasi Covid-19.

Ilustrasi Covid-19.

Advertisement

CANTIKA.COM, Jakarta - Setelah hampir dua tahun kondisi pandemi dinyatakan melandai, gelombang baru COVID-19 kembali muncul di pertengahan tahun 2025. Kenaikan jumlah kasus di beberapa negara Asia, termasuk Indonesia, menjadi perhatian serius bagi pemerintah dan masyarakat.

Lantas, seperti apa fakta terbaru terkait gelombang baru ini? Apa saja varian COVID-19 terbaru yang terdeteksi, dan apakah gejala COVID-19 2025 masih sama seperti sebelumnya?

Lonjakan Kasus di Asia: Alarm Waspada Dinyalakan

Negara-negara tetangga seperti Thailand, Malaysia, dan Singapura mengalami peningkatan kasus COVID-19 sejak awal Mei 2025. Hal ini mendorong pemerintah Indonesia untuk meningkatkan kewaspadaan, terutama dengan banyaknya mobilitas lintas negara dan aktivitas liburan sekolah yang tengah berlangsung.

Di Indonesia sendiri, Kementerian Kesehatan mencatat adanya peningkatan jumlah kasus, dari hanya 8 kasus di bulan Maret, menjadi 37 kasus per Mei 2025. Meskipun angka ini tergolong rendah dibandingkan saat puncak pandemi di masa lalu, peningkatan yang konsisten tetap menjadi sinyal bahwa transmisi virus masih berlangsung.

Varian COVID-19 Terbaru 2025: Kenali NB.1.8.1 dan MB.1.1

Salah satu penyebab utama dari lonjakan kasus COVID-19 saat ini adalah munculnya varian baru yang dikenal dengan nama NB.1.8.1. Varian ini merupakan turunan dari JN.1, yang sebelumnya telah menyebar secara global pada akhir tahun 2024.

NB.1.8.1 pertama kali terdeteksi di Tiongkok pada Januari 2025 dan kini telah menyebar ke lebih dari 20 negara, termasuk Indonesia. Selain itu, varian MB.1.1 juga menjadi dominan di dalam negeri, menurut laporan Kemenkes.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah memasukkan NB.1.8.1 ke dalam daftar Variant Under Monitoring (VUM) karena memiliki tingkat penularan yang tinggi. Meski demikian, hingga saat ini belum ada bukti bahwa varian ini menyebabkan gejala yang lebih berat dibanding varian sebelumnya.

Gejala COVID-19 2025: Umumnya Ringan Tapi Tetap Perlu Diwaspadai

Gejala COVID-19 di tahun 2025 umumnya masih menyerupai gejala flu ringan. Beberapa yang paling umum dilaporkan antara lain:

  • Batuk kering

  • Demam ringan hingga sedang

  • Sakit tenggorokan

  • Lemas

  • Hidung tersumbat atau meler

  • Kadang disertai nyeri otot dan sakit kepala

Namun, bagi kelompok rentan seperti lansia, penderita penyakit kronis, atau mereka yang belum vaksinasi booster, gejala bisa berkembang menjadi lebih serius.

Tindakan Pemerintah dan Imbauan untuk Masyarakat

Menanggapi situasi ini, Kementerian Kesehatan mengeluarkan Surat Edaran pada 23 Mei 2025 yang berisi imbauan untuk meningkatkan kewaspadaan. Beberapa langkah penting yang dianjurkan adalah:

  • Tetap menggunakan masker saat berada di tempat umum atau saat sakit

  • Menjaga kebersihan tangan dengan mencuci tangan atau menggunakan hand sanitizer

  • Segera memeriksakan diri ke fasilitas kesehatan bila mengalami gejala

  • Melanjutkan vaksinasi booster bagi yang belum mendapatkan dosis tambahan

Pemerintah juga kembali mengaktifkan sistem pelaporan dan pengawasan untuk mendeteksi dini kasus baru, terutama di bandara, rumah sakit, dan pusat keramaian.

Meski situasi belum memasuki fase darurat seperti masa pandemi sebelumnya, gelombang baru COVID-19 tetap harus diwaspadai. Peningkatan kasus dan masuknya varian COVID-19 terbaru seperti NB.1.8.1 dan MB.1.1 menunjukkan bahwa virus ini masih terus bermutasi dan menyebar.

Dengan tetap menjaga protokol kesehatan dan mengikuti anjuran pemerintah, masyarakat bisa membantu menekan penyebaran COVID-19 dan mencegah lonjakan kasus yang lebih besar.

Pilihan Editor: Tren Minuman Less Sugar Meningkat, Benarkah Konsumen Kini Lebih Sehat?

TEMPO (Mega Putri Mahadewi) | KEMENKES

Halo Sahabat Cantika, Yuk Update Informasi dan Inspirasi Perempuan di Telegram Cantika

Advertisement

Recommended Article

"Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini."
Advertisement