Biaya Kesehatan Terus Meningkat, Masyarakat Diminta Cerdas dan Bijak Atur Strategi

foto-reporter

Reporter

foto-reporter

Editor

Mitra Tarigan

google-image
Konferensi pers online bertajuk

Konferensi pers online bertajuk "Biaya Medis Naik Terus, Apa yang Sebaiknya Dilakukan?"/Allianz

IKLAN

CANTIKA.COM, Jakarta - Dokter spesialis penyakit dalam dari Rumah Sakit Premier Bintaro Ariska Sinaga mengatakan ada banyak faktor terjadi peningkatan biaya kesehatan. Salah satunya adalah peingkatan prevalensi penyakit kronis di masyarakat. Semakin banyaknya penyakit degeneratif di masyarakat dari kelompok usia yang masih muda juga berperan dalam menyebabkan tingginya permintaan perawatan di Rumah Sakit. Hal itu tidak diimbangi dengan ketersediaan tenaga kerja kesehatan (nakes) di Indonesia. “Ketersediaan jumlah nakes di Indonesia yang tidak sebanding dengan jumlah pasien yang membutuhkan perawatan/pengobatan serta adanya kemajuan teknologi terbaru dari dunia medis dan kedokteran secara keseluruhan juga berperan dalam menyebabkan biaya kesehatan terus meningkat,” kata Ariska pada konferensi pers online bertajuk "Biaya Medis Naik Terus, Apa yang Sebaiknya Dilakukan?" pada 13 September 2023. 

Faktor lain yang mempengaruhi meningkatkan biaya kesehatan pasien adalah inflasi medis. Hal itu diungkapkan oleh Survei Mercer Marsh Benefits (MMB) 2021-2023 tentang Estimated Medical Trend Summary yang menjelaskan peningkatan inflasi medis di Indonesia selama 3 tahun terakhir sampai mencapai 13,6 persen pada tahun 2023 dari sebelumnya sebesar 12.3 persen di tahun 2022. Angka itu lebih tinggi dari proyeksi Asia di angka 11,5 persen. Bahkan angka inflasi medis ini melebihi inflasi ekonomi di angka 3.3 persen per Agustus 2023. Ini berarti inflasi medis mencapai 4X lipat dari inflasi ekonomi. Selanjutnya tentu saja inflasi ini mempengaruhi biaya operasional, suplai, administrasi dan fasilitas kesehatan.

Namun sayangnya, terjadinya peningkatan biaya medis ini masih belum membuat masyarakat Indonesia menyiapkan sumber pendanaan untuk biaya kesehatan agar tidak menjadi beban pengeluaran pribadi. Terbukti dari data yang dirilis Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) hingga 2019, menunjukkan 61 persen dari total masyarakat Indonesia masih membayar biaya perawatan kesehatan secara mandiri. Artinya mereka memakai uang pribadi tanpa jaminan dari BPJS maupun asuransi. Salah satu penyebabnya adalah karena tren kenaikan biaya medis melebihi kenaikan rata-rata gaji masyarakat. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), memang terdapat kenaikan tahunan rerata gaji karyawan sebesar 1,8 persen, namun angkat itu sangat jauh jika dibandingkan dengan proyeksi inflasi ekonomi pada tahun 2023 yang mencapai 3,5 persen apalagi inflasi medis yang mencapai 13,6 persen.

CFP, Perencana Keuangan & Founder Daya Uang Metta Anggriani memberikan solusi yang dapat dilakukan masyarakat untuk menghadapi kenaikan biaya medis. Menurutnya, mengelola keuangan dengan baik adalah cara yang paling utama dalam menyiasati kenaikan biaya medis. "Masyarakat perlu mengatur budget dan membuat pos-pos kebutuhan untuk menjaga kesehatan setiap bulannya, termasuk menebalkan dana darurat,” kata Metta. 

Selain itu, Metta juga mengingatkan masyarakat untuk memastikan diri dan keluarga terdaftar menjadi peserta Program Jaminan Kesehatan yang aktif seperti BPJS. Masyarakat juga bisa melakukan evaluasi berkala terhadap kondisi kesehatan (Medical Check Up) dan keuangan (Financial Check Up) maupun produk-produk asuransi yang dimiliki.

Chief Product Officer, Allianz Life Indonesia, Himawan Purnama menambahkan bahwa dalam menghadapi kenaikan biaya medis, masyarakat perlu mempersiapkan yang terbaik, terlebih saat risiko kesehatan datang. Menurutnya, hal yang paling tepat adalah dengan memiliki proteksi tambahan melalui produk asuransi kesehatan. “Tidak dipungkiri memang perusahaan asuransi cukup terdampak dengan adanya kenaikan biaya medis yang menyebabkan meningkatnya pembayaran klaim secara drastis sehingga perusahaan harus melakukan penyesuaian biaya atau repricing,” ujarnya. 

Ia menambahkan bahwa repricing dilakukan dengan melalui berbagai pertimbangan yang menyeluruh dan proses yang panjang. Adapun untuk perubahan produk, termasuk penyesuaian biaya juga melibatkan persetujuan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk kepentingan dan keamanan nasabah sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Tidak ada kata terlambat untuk memiliki asuransi kesehatan, meskipun kenaikan biaya medis yang didorong inflasi medis sudah terjadi di Indonesia, calon nasabah tetap akan mendapatkan manfaat dan kenyamanan serta mampu mengelola manajemen risiko di tengah inflasi medis dengan asuransi kesehatan. “Prinsipnya adalah semakin muda, semakin baik karena ketika membeli asuransi kesehatan selagi sehat, premi yang dibayarkan pun akan lebih ringan,” lanjutnya. 

Selain itu ia juga menambahkan, calon nasabah perlu jujur dan rinci dalam mengisi SPAJ agar tidak terjadi kendala kedepannya saat melakukan klaim.

Bagi para nasabah yang sudah memiliki asuransi kesehatan dan mengalami kenaikan biaya medis maupun biaya asuransi, Himawan menyerukan untuk bersikap bijak dan cerdas. Asuransi kesehatan memberikan proteksi tambahan bagi seseorang sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Asuransi akan membantu melindungi finansial seseorang ketika ia mengalami masalah kesehatan dengan tagihan rumah sakit yang bengkak. 

Himawan mengingatkan agar masyarakat mengetahui limit dan pengecualian dari produk asuransi kesehatan yang diambil. Ia mengingatkan bahwa memiliki asuransi kesehatan bukan berarti menjamin semua penyakit yang ada. "Selain itu terapkan prinsip “uang besar uang kecil”, memahami bahwa mengeluarkan uang untuk kenaikan biaya asuransi pada akhirnya akan membantu nasabah terhindar dari biaya yang lebih besar ketika terjadi risiko sakit," katanya. 

Pilihan Editor: Reisa Broto Asmoro Curhat soal Tingginya Biaya Kesehatan

Halo Sahabat Cantika, Yuk Update Informasi dan Inspirasi Perempuan di Telegram Cantika

Iklan

Berita Terkait

Rekomendasi Artikel

"Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini."