Benarkah Korban Bullying Berpotensi jadi Pelaku? Simak Penjelasan Ahli

foto-reporter

Reporter

foto-reporter

Editor

Ecka Pramita

google-image
Ilustrasi bullying. shutterstock.com

Ilustrasi bullying. shutterstock.com

IKLAN

CANTIKA.COM, Jakarta - Belakangan ini marak berita tentang perundungan atau bullying yang dialami anak kelas satu Sekolah Dasar oleh kakak kelas, tetangga, dan anak yang dianiaya oleh orang tua. Nah, kasus meresahkan tersebut tanggung jawab siapa? Ada pepatah butuh orang sekampung buat membesarkan anak oleh sebab itu butuh tanggug jawab bersama untuk menyelesaikan kasus perundungan tersebut. 

Apakah bullying perundung bisa diputus lingkarannya? Sebab, banyak kasus bullying seperti lingkaran yang terus berputar. Korban bisa berpotensi menjadi pelaku.

Lalu bagaimana mengajarkan anak cara menghadapi bullying khususnya dari teman sebaya? Apakah dengan cara membalas hal yang sama atau berani speak up? Kalau di sekolah berarti kepada guru. Lalu bagaimana memulihkan trauma akibat bullying? Langkah langkahnya seperti apa? Mengingat orang dengan korban bully memiliki inner child yang sebenarnya belum pulih sepenuhnya sehingga rentan untuk trigger jika mendapatkan kasus serupa.

Menurut Psikolog Klinis Forensik, A. Kasandra Putranto pada dasarnya kita juga harus mengetahui karakteristik dasar daripada sebuah kekerasan. Kekerasan terjadi ketika ada hubungan yang tidak seimbang. Ada yang satu lebih kuat dibandingkan yang lain. 

"Nah, bagaimana seseorang bisa punya persepsi, pemikiran, perasaan sampai perbuatan untuk bisa melakukan kekerasan terhadap orang lain? Sementara orang lain menjadi korban dari perilaku tersebut, di mana posisinya ada di bawah, posisinya berada di tempat yang kurang berkuasa, kurang memiliki kekuatan dibandingkan yang membully. Permasalahan ini juga terkait dengan profil psikologis," ucapnya dalam program tanya jawab Telegram Cantika, "Perihal Bully, Tanggung Jawab Siapa?" pada Senin, 10 Juli 2023. 

Bagaimana profil psikologis ini bisa terbentuk dari perjalanan psikodinamika kepribadian seseorang. Berdasarkan ilmu psikologi, bagaimana sebuah perilaku tertentu tidak semata mata hanya dari apa yang dialami saja, tetapi merupakan sebuah proses yang kompleks dan itu terkait dengan masalah faktor bawaan, turunan kemudian itu yang disebutkan genetik, kemudian juga faktor belajar lingkungan, pengalaman dan lain lainnya.

Bagaimana seseorang bisa tumbuh dan berkembang bisa menjadi pelaku? Apakah semua korban itu pasti jadi pelaku? "Tidak, bahwa memang banyak korban yang kemudian berkembang menjadi pelaku, tapi tidak semua ya. Dan ini persoalan yang tentu menjadi sangat serius karena ada stigma yang menyatakan bahwa semua pelaku dulunya pernah jadi korban, padahal tidak demikian. kenapa? Karena ternyata ada orang yang selamanya menjadi korban, jadi semua ini kembali lagi kepada profil psikologisnya," ungkapnya. 

Lantas, bagaimana kita bisa membentuk anak anak untuk bebas dari potensi menjadi pelaku? Menurut Kasandra tentu saja harus ada perhatian terhadap faktor faktor yang sudah disebutkan sebagai faktor bawaan, genetik, belajar lingkungan, pengalaman dan lain sebagainya. Tentu harus diajarkan kepada anak nilai nilai kesamaan hak. Jadi kalau misalnya ditanyakan apa sih yang sebenarnya menyebabkan seseorang bisa menjadi pelaku. 

Merujuk ilmu psikologi kita kenal seorang ahli namanya jonlock yang menyatakan bahwa setiap orang lahir bagaikan kertas putih. Lalu bagaimana kehidupan dan orang orang di sekelilingnya menulis di kertas putih itu sehingga akhirnya menjadi sebuah kertas yang penuh dengan coretan coretan atau mungkin juga ada hapusan atau ada hal hal yang mungkin menjadi arsiran dan lain sebagainya. Dan itu akan menandai bagaimana profil kepribadian seseorang. 

"Diawali dengan kehidupan di dalam keluarga. Bagaimana seorang anak menerima kualitas dari orang tuanya, kemudian dari ayahnya, dari ibunya dan lingkungan yang lebih besar? Bagaimana anak ini berangkat ke sekolah, di sekolah juga mungkin ada proses belajar lagi dan proses interaksi dengan orang orang lain dan terutama kemudian juga di dalam lingkungan yang lebih besar yaitu di norma masyarakat. Apakah memang masih ada potensi untuk melegalkan kekerasan? Membiarkan adanya suatu proses perundungan itu terjadi."

Semisal, mereka berada di kumpul di dalam sekolah, di dalam masyarakat, nah bisa saja mereka ternyata mendapatkan yang menjadi sebuah potensi resiko itu tadi. Apakah dia dari genetiknya? Apakah dia dari pola asuhnya? Apakah dari pengalamannya, apakah ada faktor belajarnya, apakah dia pernah mengalami dan lain sebagainya. Namun, yang jelas apapun yang pernah dialami tentu akan menjadi faktor yang berpengaruh di dalam kemungkinan seseorang bisa menjadi pelaku. 

"Sekali lagi tidak semua korban pasti akan menjadi pelaku walaupun memang banyak yang demikian karena ada yang menjadi korban, lalu kemudian terus menjadi korban. Ada yang kemudian pernah jadi korban, tetapi kemudian dia bisa bangkit menjadi penyintas lalu kemudian dia tidak menjadi pelaku, tapi ada yang kemudian barangkali bisa menjadi pelaku," pungkasnya. 

Pilihan Editor: Pelaku Bullying Punya Kebutuhan Emosi yang Belum Terpenuhi, Ini Kata Psikolog

AN NISA RISTIANTI 

Halo Sahabat Cantika, Yuk Update Informasi dan Inspirasi Perempuan di Telegram Cantika

  

Iklan

Berita Terkait

Rekomendasi Artikel

"Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini."