Pelaku Bullying Punya Kebutuhan Emosi yang Belum Terpenuhi, Ini Kata Psikolog

foto-reporter

Reporter

foto-reporter

Editor

Ecka Pramita

google-image
Ilustrasi bullying. shutterstock.com

Ilustrasi bullying. shutterstock.com

IKLAN

CANTIKA.COM, Jakarta - Maraknya berita perundungan  atau bullying yang dialami anak-anak dan remaja, baik sebagai korban dan pelaku meresahkan banyak pihak, khususnya orang tua.  Psikolog klinis anak dan keluarga Putu Andini mengatakan anak yang melakukan tindakan perundungan di sekolah biasanya berkaitan dengan kurangnya perhatian di mana kebutuhan emosional anak tidak terpenuhi.

"Semua kasus perundungan yang tampak di luar, di dalam ada kebutuhan emosi yang tidak terpenuhi. Anak-anak yang jadi korban maupun pelaku terlihat ada masalah di luar, ada emotional needs yang tidak terpenuhi," ucapnya dalam gelar wicara di Jakarta, Jumat, 17 Maret 2023. 

Kebutuhan emosional yang dimaksud adalah jika anak tidak mendapatkan perhatian dari lingkungan terdekatnya termasuk orang tua, dan menemukan cara melampiaskan perasaannya di media sosial.

Ia mengatakan, perundungan daring yang marak saat ini karena dunia digital mengubah "medan permainan" perundungan yang dulu langsung secara fisik, sekarang dipermudah dengan akses yang mampu dijangkau anak-anak.

Psikolog lulusan Universitas Udayana Bali ini mengatakan keterlibatan anak sebagai pelaku bullying atau perundungan online bisa dipicu karena orang tua yang kurang terlibat dalam mengawasi anak mereka secara daring. "Jika dibiarkan, dampak perundungan online bisa memengaruhi anak hingga usia dewasa, baik bagi pelaku maupun korban," ucapnya.

Putu menambahkan, pengaruh dari perundungan daring ini sangat besar efeknya tergantung dari intensitas perilaku yang didapatkan. Dari perilaku perundungan daring, anak bisa mempersepsikan dirinya sebagai korban yang selalu salah dan bisa memengaruhi pembentukan karakter pribadinya kelak.

"Kalau bully diterima terus ia akan melihat dirinya negatif terus, merasa dia tidak bisa, tidak mampu, menarik diri dari sekolah dan paling parah kalau tidak dapat support bisa bunuh diri atau melukai diri sendiri," ucap Putu.

Persepsi ini tidak hanya terbentuk dari satu kejadian perundungan online yang dialami, namun bisa juga dipengaruhi oleh faktor eksternal seperti pemberitaan yang tidak ramah anak. Dalam upaya melindungi anak dari perundungan daring, Putu mengatakan orang tua harus beradaptasi dengan dunia digital.

Jika anak sudah bisa mengakses gawai, orang tua bisa ikut mengawasi konten apa yang bisa diakses anak, memperhatikan siapa saja teman sepermainannya, serta membangun hubungan yang sehat antara orang tua dan anak.

"Harapannya ketika edukasi diberikan, promosikan hubungan yang sehat antara orang tua dan anak agar kebutuhan emosi terpenuhi, kalau merasa terabaikan, kurang didengar, kurang waktu dengan orang tua anak akan merasa kosong dan akan melampiaskan ke hal yang salah," ucap Putu.

Pilihan Editor: 7 Drama Korea Tentang Bullying di Sekolah, The Glory hingga Weak Hero Class 1

Halo Sahabat Cantika, Yuk Update Informasi dan Inspirasi Perempuan di Telegram Cantika

Iklan

Berita Terkait

Rekomendasi Artikel

"Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini."