Dibesarkan dalam Keluarga Disfungsional, 5 Perilaku Ini Dinormalisasikan

foto-reporter

Reporter

foto-reporter

Editor

Silvy Riana Putri

google-image
Ilustrasi orang tua bertengkar di depan anak-anak. huffpost.com

Ilustrasi orang tua bertengkar di depan anak-anak. huffpost.com

IKLAN

CANTIKA.COM, JakartaBanyak di luar sana yang dibesarkan dalam keluarga disfungsional. Apa itu keluarga difungsional? Yaitu kondisi keluarga yang memiliki banyak pertengkaran, perilaku buruk, dan pelecehan. Kondisi tersebut bisa membentuk rasa rendah diri, selalu mengutamakan kebahagiaan orang lain ketimbang diri sendiri atau people pleaser, hingga mengembangkan kepribadian palsu.

"Keluarga yang disfungsional cenderung tidak stabil atau memiliki beberapa konflik.Orang tua atau pengasuh terlalu fokus pada kebutuhan dan keinginan mereka sendiri sehingga mereka mungkin gagal memenuhi kebutuhan dan keinginan anak mereka," ungkap terapis, Allyson Kellum-Aguirre dilansir dari laman Hindustan Times, 30 Juni 2023.

Kondisi tersebut, menurut Kellum-Aguirre, juga sering menyebabkan pengabaian, kekerasan, atau konflik lainnya. Dan, hal itu juga berdampak pada cara pandang terhadap perilaku yang sebenarnya tak sehat untuk kesejahteraan mental, tapi dianggap biasa saja atau dinormalisasi. Bukan cuma itu, perilaku tersebut juga menghambat pribadi seseorang bertumbuh. Apa saja itu? Berikut lima di antaranya.

1. Tidak Berbagi Perasaan

Ketika dibesarkan dengan menekan perasaan dan emosi sendiri karena tidak tahu ke mana harus menunjukkannya, atau kepada siapa harus ditunjukkan, seiring bertambahnya usia, perilaku ini dapat membahayakan kesehatan mental dan emosional.

2. Berada di Sekitar Orang yang Tidak Aman

Anak yang dibesarkan dalam keluarga disfungsional terbiasa bersama orang tidak aman dalam keseharian. Walhasil, di masa mendatang, itu bisa berujung pada perilaku menganggap biasa saja bersama orang tidak aman, dan tidak mengejar pilihan lebih baik yang diinginkan.

3. Menutupi Masalah

Alih-alih mengatasi masalah, orang yang dibesarkan dalam keluarga disfungsional belajar menutupi masalah, sehingga menghindari percakapan dan konflik yang sulit di rumah. Padahal, berkomunikasi adalah jalan satu-satunya untuk berdiskusi menemukan solusi bersama.

4. Bertindak Seolah-olah Tidak Terjadi Apa-apa

Anak yang djuga belajar untuk bersikap normal setelah konflik, seolah tidak terjadi apapun, meski sebenarnya sangat terpengaruh oleh hal tersebut.

5. Berpura-pura Baik-baik Saja

It's okay not to be okay (Tidak apa-apa untuk merasa tidak baik-baik saja) adalah hal yang sulit dilakukan orang yang dibesarkan dalam keluarga disfungsinal. Sebab mereka terbiasa untuk tidak membicarakan kesehatan mental dan emosional dan berpura-pura baik-baik saja, saat membutuhkan bantuan. Padahal, memahami emosi dan keinginan diri sendiri adalah hal penting untuk semakin mengenal diri sendiri.

Pilihan Editor: Cara Menghadapi Anggota Keluarga yang menjadi Pelaku Mom Shaming

AN NISA RISTIANTI | HINDUSTAN TIMES

 

Halo Sahabat Cantika, Yuk Update Informasi dan Inspirasi Perempuan di Telegram Cantika

Iklan

Berita Terkait

Rekomendasi Artikel

"Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini."