Mima Shafa Cerita Soal Kesehatan Mental, Bersyukur Punya Support System

foto-reporter

Reporter

foto-reporter

Editor

Ecka Pramita

google-image
Davina Syafa Felisa atau Mima Shafa, putri sulung Mona Ratuliu dan Indra Brasco. (Instagram/@mimashafa)

Davina Syafa Felisa atau Mima Shafa, putri sulung Mona Ratuliu dan Indra Brasco. (Instagram/@mimashafa)

IKLAN

CANTIKA.COM, Jakarta - Menurut riset Maybelline New York bersama JAKPAT^, 6 dari 10 gen Z berusia 18-25 tahun di Indonesia mengatakan pernah mengalami gejala isu kesehatan mental. Namun, hanya 15 persen yang memilih pergi ke psikolog untuk membantu menanganinya. 

Hasil riset menunjukkan, sebagian hal yang membuat Gen Z merasa cemas dan resah adalah ketakutan akan ketidakpastian di masa depan (60 persen) dan isu masalah pendewasaan (43 persen).

Mima Shafa, salah satu Mental Health Survivor menceritakan pengalaman pribadinya saat menyambut usia 20. “Aku sendiri dalam perjalanan mengenal diriku memasuki usia 20. Kita memang hidup di dunia dan era yang sangat kompetitif, dimana sebagai anak muda kita selalu berlomba-lomba mengejar kesuksesan untuk terus mendapatkan kebahagiaan," ucapnya di acara Maybelline Brave Together.

Namun, seringkali demi mengejar kesuksesan dan ‘kebahagiaan’ dalam hidup, kita melupakan kesehatan mental sebagai sesuatu yang harus turut dirawat, bahkan dianggap tabu. 

"Aku bersyukur memiliki keluarga dan support system yang mendampingiku di masa-masa sulit melewati peralihan ini, hingga akhirnya aku berani mencari bantuan profesional untuk mendampingiku. Kesehatan mental dan fisik adalah prioritas utama untuk menjadi dewasa," ucap putri sulung pasangan Indra Brasco dan Mona Ratuliu ini. 

Dalam kesempatan yang sama, Karina Negara, Psikolog Klinis & Co-Founder KALM menjelaskan bahwa tantangan utama memasuki usia 20 adalah menyatukan ekspektasi dan realita. Memasuki usia 20an adalah fase peralihan seseorang dari remaja menuju dewasa, dengan segudang ekspektasi yang ada di benak mereka. 

Tidak bisa dipungkiri pengaruh media sosial sangat besar terutama bagi para Gen-Z, dimana kebanyakan mereka terpapar pada konten-konten yang ‘ideal’ walaupun terkadang tidak mencerminkan realitanya secara utuh. 

"Untuk mendukung kesiapan dan kesehatan mental mereka yang sedang bertransisi, sungguh penting bagi Gen-Z untuk memperoleh pendampingan dan panutan yang bisa menyeimbangkan ekspektasi dan realita bahwa hidup tidak selamanya manis sebagaimana di media sosial," jelasnya. 

Baca: Berkaca dari Kasus Mima Shafa, Jangan Sepelekan Masalah Kesehatan Mental

Halo Sahabat Cantika, Yuk Update Informasi dan Inspirasi Perempuan di Telegram Cantika

Iklan

Berita Terkait

Rekomendasi Artikel

"Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini."