Perjalanan Sally Giovanny Memimpin Batik Trusmi selama 15 Tahun

foto-reporter

Reporter

foto-reporter

Editor

Silvy Riana Putri

google-image
Sally Giovanny, pendiri dan pemilik Batik Trusmi ditemui sebelum fashion show

Sally Giovanny, pendiri dan pemilik Batik Trusmi ditemui sebelum fashion show "Basundari Kala di Wedari", kolaborasinya dengan desainer modest Ayu Dyah Andari, di Intercontinental Pondok Indah, Jakarta Selatan, pada Jumat, 30 September 202. CANTIKA/Silvy Riana Putri

IKLAN

CANTIKA.COM, Jakarta - Mengulik pebisnis batik sedari muda, tak lengkap tanpa menyebut Sally Giovanny, pendiri dan pemilik Batik Trusmi di Cirebon, Jawa Barat. Perempuan kelahiran 25 September 1988 ini merintis bisnis batik di usia 18 tahun. Kala itu, ia baru menikah dengan Ibnu Riyanto, dan usia mereka sama.

Lika-liku bisnis mereka hadapi bersama. Kecintaan pada batik menjadi kekuatan mereka untuk terus mempopulerkan batik serta memberdayakan para perajin. Berikut ini sekilas perjalanan Sally memimpin Batik Trusmi yang dibagikan kepada Cantika pada akhir September silam.

Awal Terpincut Batik

Sebelum merambah batik, Sally dan Ibnu terlebih dahulu berjualan kain kafan selama setahun. Modalnya berasal dari amplop pernikahan mereka. Mengapa kain kafan? Menurut pemikiran mereka kala itu, berjualan kain kafan dianggap mudah, tanpa harus memikirkan motif dan modelnya, dan bakal laris. Ternyata dugaan itu salah. Penjualan tak seramai yang diprediksi, stok kain kafan pun terbilang banyak.

Dihadapi dengan situasi itu, Sally dan Ibnu tak patah semangat. Mereka mulai melirik bisnis batik. Melihat proses membatik di sebelah rumah mertuanya yang membuat hati Sally terpincut merintis bisnis batik.

"Tetangga mertua saya, perajin batik. Awalnya, saya berpikir kok membatik gitu (butuh perjuangan). Udah susah, panas. Sepertinya saya tidak sanggup seperti mereka. Tapi lama-kelamaan, saya salut sama perajin. Apresiasi banget. Mereka dengan sabarnya, penuh kecintaan membuat sebuah karya dengan detail luar biasa. Wah, aku punya tanggung jawab untuk melestarikannya," tutur Sally saat ditemui di Intercontinental Pondok Indah, Jakarta Selatan, pada Jumat, 30 September 2022.

Sejak saat itu, Sally merasa ada panggilan jiwa untuk geluti bisnis batik. "Makanya saya selalu bilang bisnis batik ini bukan hanya profit oriented (berorientasi laba), kita fokusnya memberdayakan para perajin. Industri batik itu padat karya. Satu kain batik itu bisa dikerjakan 5 perajin. Apalagi batik tulis yang prosesnya berbulan-bulan. Mereka sudah susah payah, sayang tidak dipromosikan," ungkap ibu dua putri itu.

Kisah di Balik Nama Batik Trusmi

Nama Batik Trusmi diambil dari nama daerah setempat, yaitu Trusmi. Di jalan Trusmi Kulon No. 129, butik pertamanya berdiri saat itu. Zaman dahulu ada Pangeran Trusmi, yang biasa dikatakan orang-orang ‘trus bersemi’. Maka dari itu, Sally berharap dengan memakai nama tersebut usahanya terus bersemi alias berkembang. Selain itu, nama tersebut jika dilafalkan dalam Bahasa Inggris seperti trust me (percaya saya). "Jadi itu juga bisa mendunia," ujarnya.

Sally juga mengatakan dengan memakai nama ini usahanya bisa terus bersemi (terus berkembang). 

Sebelum mematenkan nama Batik Trusmi, Sally sempat beberapa kali mengganti nama usaha batiknya, mulai dari Batik IBR, Batik Nayla, Batik Raja, dan akhirnya Batik Trusmi pada awal tahun 2011.

Kegagalan adalah Pengalaman Terbaik

Sama seperti pengusaha lainnya, jalan Sally dan Ibnu tak selalu mulus, terlebih di awal. Sally mengatakan penjualan pertamanya jauh dari kata untung. Jujur ia mengakui belum memiliki ilmu dan pengalaman bisnis salah satu faktor penjualan pertamanya tidak laku.

"Jadi, (produk pertama) saya bikin batik cap, trus ketika dijual ke Pasar Tanah Abang, batik saya tidak laku. Karena cap itu yang sudah lama banget, ketinggalan zaman. Itu kesalahan saya karena tidak survei market (pasar)," ujar Pemegang Rekor Muri 2013 dan 2014 untuk kategori “Pemilik Toko Batik Terluas (Pusat Grosir Batik Trusmi) pada usia termuda 22 tahun 4 bulan 11 hari.

Baca juga: Hari Batik Nasional, Ini 4 Alat untuk Bikin Kain Batik

"Dari situ, ibarat di sekolah belajar dulu, baru ujian. Di dunia usaha itu, kita dikasih ujian dulu, baru belajar. Akhirnya, saya belajar membuat sesuatu itu harus bikin business plan (rencana bisnis) dulu, target market sesuai, kita survei pasar apa kebutuhannya, range (kisaran) harga berapa. Dari situ, saya menyadari ini pelajaran yang tidak dapat di sekolah," lanjutnya.

Hingga di tahun ke-15 memimpin Batik Trusmi, Sally menekankan selalu belajar salah satu fondasinya mengelola bisnis. Setiap hari ada tantangan atau peristiwa yang membuat ia bersama suami dan tim beradaptasi mencari solusi. Walhasil, mereka semakin kaya pengalaman yang belum tentu ada di buku panduan berbisnis.

Sally Giovanny, pendiri dan pemilik Batik Trusmi. CANTIKA/Silvy Riana Putri

Tantangan Memantik Mimpi Batik Academy

Saat ditanya soal tantangan bisnis, Sally mengatakan ketersediaan perajin. Ia merasakan betul kekurangan perajin saat menerima pesanan batik dalam jumlah ratusan. Sally mengatakan hingga saat ini, Batik Trusmi bekerja sama dengan 850 perajin batik.

"Orderan (pesanan) yang sangat banyak, tapi perajin kita tidak banyak. Dan, generasi perajin kita tidak ada yang mau jadi perajin. Jadi, anak-anak perajin batik lebih senang kerja di pabrik, kota, kantor. Bagi mereka, jadi perajin kayak jadul banget. Tantangan ini membuat saya berpikir keras, gimana caranya saya bikin perajin batik bisa lebih eksis," ungkapnya.

"Harapan aku nanti, pengen punya batik academy atau batik university. Jadi, orang-orang yang lulusan perajin batik, dia tuh hebat, keren, bukan jadul," tegasnya.

Memimpin dengan Nilai Kekeluargaan

Berawal dari dua karyawan di showroom ukuran 4x4 meter di rumahnya, kini Sally dan Ibnu memimpin lebih dari 1.200 karyawan Trusmi Group, perusahaan induk yang menaungi seluruh bisnisnya seperti The Keranjang, selain Batik Trusmi. Sedari awal bisnis, Sally mengungkapkan memimpin dengan memperlakukan karyawan seperti keluarga.

"Leadership adalah kunci. Yang kita manage adalah manusia punya pikiran yang berbeda-beda, bukan robot yang kita pencet A, dia on. Kita pencet B, dia off, tidak bisa seperti itu. Bekerja sama dengan manusia itu ada seninya, punya caranya masing-masing seperti anggota keluarga kita," jelasnya.

"Jadi, kita treatment karyawan beda-beda. Ada karyawan yang bisa di-treatment kita nonton bareng. Ada karyawan yang bisa di-treatment saya dengerin curhatan dia, saya main ke rumahnya," imbuhnya.

Dengan nilai kekeluargaan tersebut, Sally mengatakan banyak karyawannya saat ini yang sudah bekerja lebih dari 10 tahun. "Alhamdulillah, karyawan Batik Trusmi banyak yang lama, tetap bertahan, karena kita sudah seperti keluarga," ujarnya.

Formula Eksistensi 15 Tahun Batik Trusmi

Menjaga konsistensi kualitas Batik Trusmi merupakan formula utama eksistensinya selama ini. Selain itu, Sally juga menyebut inovasi, kolaborasi dan beradaptasi menjadi kuncinya mengelola bisnis sesuai perkembangan zaman.

"Dan, jangan lupa, kita harus selalu beradaptasi dengan situasi yang sekarang. Contohnya, dulu Batik Trusmi hanya menjual secara offline, cuma di toko doang. Tapi ketika terkena pandemi, kita berpikir kita harus memaksimalkan dunia digital, kita harus jualan online. Tapi memang semudah itu, gak juga, kita perlu belajar. Lagi-lagi, kembali fondasi tadi, selalu belajar," ucapnya.

"Kalau kita gak beradaptasi bisa ketinggalan. Kalau kita orangnya pengen banget belajar dan menyesuaikan dengan kondisi yang dihadapi," tuturnya.

(paling kanan) Sally Giovanny bersama suami, Ibnu Riyanto, dan kedua putrinya. Foto: Instagram/@sally.giovanny

Suka Duka Couplepreneur 

Sama seperti couplepreneur lainnya, Sally dan Ibnu pun menghadapi tantangan mengelola bisnis bersama pasangan. Maka dari itu, ada batasan jelas antara urusan bisnis dan kehidupan rumah tangga. Saat mengelola bisnis, Sally berbagi tugas dengan sang suami sesuai minat masing-masing.

"Solusinya kita harus bagi tugas. Kapasitas saya di mana, kapasitas suami saya di sana. Tugas Saya, lebih eksplor ke luar, sementara suami saya lebih ke internal perusahaan, pengembangan karyawan, manajemen. Saya lebih senang tentang promosi, jalin koneksi. Jadi, kami saling melengkapi," ucapnya.

Meski sudah ada pembagian tugas dan batasan yang jelas, Sally tak menampik adakalanya urusan bisnis dibahas di rumah, atau sebaliknya. "Itu kami ngerasain, tapi proses tidak pernah membohongi hasil. Proses pendewasaan kami yang membuat kami sadar. Kami tidak bisa seperti itu, kami harus sama-sama memahami dan saling mendukung," ujarnya.

"Akhirnya, kami semakin profesional. Ketika urusan bisnis, jangan dibawa urusan rumah tangga. Ketika kita di rumah, setop ngomongin bisnis karena tidak akan ada habisnya," ungkap Sally.

Manajemen Waktu Kunci Ibu Bekerja

Kala kedua putrinya, Nayla dan Bella, masih balita, Sally mengaku sempat merasa kewalahan menyeimbangkan waktu sebagai ibu dan pebisnis. Seiring berjalan waktunya, ia semakin piawai menetapkan manajemen waktu saat memprioritaskan kegiatan.

"Sekarang udah lebih baik karena saya bikin manajemen waktu. Seperti apa? Kita bikin time boxing, mulai dari mana yang prioritas, yang tidak bisa saya delegasikan ke orang lain, seperti mengurus anak," tuturnya.

Salah satu contoh yang disebutkan selalu memberi Air Susu Ibu (ASI) selama dua tahun kepada kedua putrinya. "Mereka selalu di dekat saya saat itu. Jadi, saya tidak pakai jasa baby sitter selama itu. Setelah itu, saya dibantu pengasuh anak," katanya.

Sama seperti anak lainnya, adakalanya buah hati Sally merengek meminta perhatian lebih saat ia bekerja. Selain memberikan penjelasan yang mudah dipahami sesuai usia anak, Sally juga kerap membawa anak-anaknya saat bekerja. Tujuannya mereka melihat sendiri aktivitasnya.

"Kita harus ajak mereka (ke tempat bekerja). Kegiatan kita apa saja di luar, bukan cuma main-main. Kita lagi bekerja, belajar, berkarya. Aku selalu bilang ke anak-anakku, kalian harus punya pribadi yang berkualitas dan jujur," ucapnya.

"Alhamdulillah, anak-anakku selalu mengerti. 'Oh, orang tuanya lagi meeting, ngisi acara'. So far, masih terkendali," ujarnya.

Saat ditanya soal me time, Sally mengaku tidak membutuhkan waktu khusus tersebut. Baginya, bisnis batik adalah minat sekaligus kesenangannya.

"Kalau orang suka me time, healing, aku gak terlalu. Karena aku merasa yang aku lakukan ini, enjoy. Aku mengerjakan bisnis ini dengan sepenuh hati, penuh suka cita, jadi aku tidak ada beban," jelasnya. "Healing saya bikin karya," sambungnya dengan senyum khasnya.

Sally Giovanny Maknai Hari Batik Nasional 

Hari Batik Nasional merupakan perayaan bagi seluruh masyarakat Indonesia. Mengingat batik adalah salah satu warisan leluhur dan wastra Nusantara, ia menekankan pentingnya menanamkan bangga dengan batik. "Bangga pakai batik karena itu jadi bagian dari kita, milik kita, pakai dengan sentuhan masing-masing," tegasnya.

Sebagai pengusaha batik, ia mengajak Hari Batik Nasional ini sebagai momentum pengingat bahwa kawula muda punya potensi yang besar dalam mengembangkan industri batik. "Sayang saja, kalau kita tidak maksimalkan bersama," tandas Sally Giovanny.

Baca juga: Catatan Perjalanan ke Kampung Batik Trusmi Cirebon, Kian Bergeliat dan Terus Bersemi

Halo Sahabat Cantika, Yuk Update Informasi dan Inspirasi Perempuan di Telegram Cantika

Iklan

Berita Terkait

Rekomendasi Artikel

"Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini."