Psikolog Ingatkan Main Media Sosial Perlu Pikiran Kritis

foto-reporter

Reporter

foto-reporter

Editor

Mitra Tarigan

google-image
Ilustrasi aplikasi media sosial di telepon genggam/hyppe

Ilustrasi aplikasi media sosial di telepon genggam/hyppe

IKLAN

CANTIKA.COM, JakartaPsikolog lulusan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Analisa Widyaningrum mengatakan penting bagi masyarakat, terutama generasi muda yang sudah terpapar teknologi digital sejak dini (digital native), untuk secara sadar mengontrol penggunaan media sosialnya. "Generasi muda ini adalah generasi yang paling banyak menggunakan media sosial. Sehingga, perlu disertai growth mindset dan pikiran kritis dengan baik. Informasi-informasi yang didapatkan, harus mampu kita pikir, kita cek apakah info ini valid, dan memberikan pengaruh baik bagi kita," kata Analisa dalam jumpa pers virtual, Kamis 28 Oktober 2021.

"Resiliensi ini perlu diasah. Kita juga harus bisa beradaptasi dengan cepat, dan mampu mengontrol emosi. Perlu diingat bagaimana kita sebagai pengguna punya kontrol penuh untuk saring informasi yang ada (di media sosial)," ujarnya menambahkan.

Analisa mengatakan, kontrol tersebut dapat didapatkan ketika pengguna memiliki kesadaran diri penuh terhadap apa yang dipikirkan, rasakan, dan lakukan. Menurut dia, akan berbahaya jika pengguna tidak sadar dan tidak mampu mengontrol penggunaan media sosialnya.

Ia memaparkan sebuah riset yang menyatakan ketika seseorang menggunakan media sosial secara berlebih, rupanya dapat memunculkan sebuah kondisi psikologis. "Kalau penjelasan klinisnya, ini berpengaruh pada neotransmiter, atau sistem kerja otak di kepala kita; yang pada saat kita melihat sesuatu yang relate dengan apa yang kita rasakan, kita merasakan dopamine, dan ada semacam adiksi juga," kata Analisa.

"Misalnya, ketika kita post sesuatu, dapat likes dan komen, itu juga meningkatkan kadar dopamine kita. Kalau ini berlebih, ini bisa tidak bisa kita tanggulangi dan bisa menjadi fenomena lain seperti FOMO (fear of missing out), hingga merasa dibenci atau di-bully," katanya.

Salah satu hal yang disarankan adalah istirahat sejenak dari layar ponsel dan media sosial. Namun, Analisa mengingatkan, rehat sebentar bukanlah jaminan.

Wanita yang juga merupakan pendiri dari Analisa Personality Development Center (APDC) itu lebih menyarankan para pengguna media sosial untuk membuat nilai hidup (value) yang bisa dipegang untuk dapat menikmati platform maupun aplikasi yang digunakan sehari-hari. "Jadi, perlu kita pilah lagi. Banyak hal yang bisa kita dapatkan (dari media sosial), tapi carilah yang sesuai dengan value kita dan optimalisasi manfaatnya. Ingat, bahwa kita lah yang mengontrol," kata Analisa.

"Hal lainnya adalah menerima kenyataan bahwa kita itu tidak apa-apa, kok, ketinggalan. Kadang-kadang yang bikin stres, kan, ketika kita merasa, 'Kok teman aku sudah seperti ini,' dan lainnya. Itu yang harus kita sadari kalau hidup bukan perkara kecepatan, tapi adalah tentang bagaimana kita bertahan dalam situasi yang kita tidak nyaman," katanya.

Baca: Hari Kesehatan Mental Sedunia, Kurangi Pakai Media Sosial Agar Pikiran Rileks

Iklan

Berita Terkait

Rekomendasi Artikel

"Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini."