Ketahui Penyebab KDRT dan Cara Lepas dari Lingkaran Kekerasan

foto-reporter

Reporter

foto-reporter

Editor

Ecka Pramita

google-image
Ilustrasi KDRT. radiocacula.com

Ilustrasi KDRT. radiocacula.com

IKLAN

CANTIKA.COM, Jakarta - Dalam mahligai pernikahan, tidak ada yang steril dari masalah. Namun, apapun yang terjadi melakukan tindakan Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT adalah sesuatu yang tidak dibenarkan, baik bagi suami maupun istri.

Menurut Psikolog Anisa Cahya Ningrum, jika kita melakukan KDRT dengan alasan karena dikecawakan maka akan semakin memperkuat siklus kekerasan dan akan menjadi lingkaran setan yang tidak ada habisnya. Selain itu, upaya ”pembalasan” juga bisa memicu munculnya perilaku kekerasan yang lebih ekstrim dari pelakunya.

"Perlu disadari bahwa terjadinya KDRT seringkali disebabkan oleh kurang dimilikinya keterampilan dalam Conflict Management dan Anger Management," ucap Anisa saat dihubungi melalui pesan singkat beberapa waktu lalu. 

Setiap pasangan atau suami istri perlu belajar bagaimana cara menyampaikan perasaannya, ketidaksetujuannya, dan juga harapan-harapannya ketika sedang menghadapi permasalahan dalam rumah tangga. Mereka juga perlu menyusun skala prioritas, problem apa yang perlu diselesaikan terlebih dahulu, dan mana yang bisa dijadwalkan untuk dibahas.

"Dan yang paling penting adalah belajar memahami perasaan masing-masing, serta berlatih mengekspresikan emosinya secara sehat," ungkapnya. 

KDRT, menurut Anisa memang bisa menjadi belenggu yang sulit dilepaskan. Ketika sebuah keluarga terperangkap dalam kondisi ini, yang diperlukan adalah upaya keras untuk memperbaikinya.

Tidak bisa dipungkiri, bahwa situasi sulit ini membutuhkan keterlibatan pihak ketika untuk membantu mengurai permasalahan dan merekontruksi perilaku agar lebih kondusif dan sehat. Pihak ketiga ini bisa dari keluarga, pemuka agama, ahli hukum, atau psikolog dan psikiater yang secara profesional, akan membantu menata kehidupan keluarga ini sehingga menjadi lebih baik.

"Yang terlebih dahulu dilakukan dalam membantu memutus mata rantai KDRT adalah melakukan assessment tentang kondisi psikologis masing-masing pihak. Korban dan pelaku sama-sama memerlukan penyadaran tentang kondisi emosinya, dan belajar mengekspresikannya secara sehat," lanjutnya.

Mereka juga perlu dibantu untuk belajar saling menghargai dan menghormati, serta berkomunikasi secara asertif dan efektif. Ada perbaikan-perbaikan perilaku yang juga perlu ditata dan dilatih, sehingga pelaku bisa mengendalikan diri dari perilaku agresif, dan korban memiliki keberdayaan dalam mengendalikan situasi yang selama ini cukup menekannya.

"Jika upaya-upaya tersebut bisa dilakukan, maka rumah tangga ini bisa diselamatkan. Namun bila salah satu atau kedua belah pihak merasakan kesulitan untuk dipersatukan kembali, maka pihak ketika bisa membantu untuk memberikan gambaran tentang risiko yang akan timbul dalam pengambilan keputusannya,
Bila pasangan ini memutuskan untuk berpisah, diharapkan masing-masing sudah menyadari setiap konsekuensi dari keputusan tersebut," pungkasnya. 

Baca: Dugaan KDRT Jonathan Frizzy dan Dhena Devanka, Kekerasan Tidak Dibenarkan

Iklan

Berita Terkait

Rekomendasi Artikel

"Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini."