Perempuan Relatif Aman dari Akibat Fatal Covid-19 Ketimbang Pria

foto-reporter

Reporter

foto-reporter

Editor

Rini Kustiani

google-image
Ilustrasi virus corona atau Covid-19. REUTERS

Ilustrasi virus corona atau Covid-19. REUTERS

IKLAN

CANTIKA.COM, Jakarta - Virus corona baru atau Covid-19 rentan menginfeksi mereka yang daya tahan tubuhnya rendah. Secara umum, orang dengan tingkat imunitas yang rendah adalah orang yang sedang sakit dan lanjut usia.

Lantas bagaimana tingkat risiko infeksi Covid-19 pada pria dan perempuan. Beberapa studi menunjukkan potensi infeksi Covid-19 yang paling utama bergantung pada daya tahan tubuh. Mengenai akibat fatal atau efek lanjutan setelah infeksi terjadi menunjukkan pria memiliki risiko yang lebih tinggi ketimbang perempuan.

Satu tim di School of Medicine, Shanghai Jiaotong University menerbitkan laporan kondisi 99 pasien COVID-19 yang dirujuk ke Rumah Sakit Jinyintan Wuhan sepanjang 1 sampai 20 Januari 2020. Mereka menemukan jumlah pasien Covid-19 berjenis kelamin laki-laki jauh lebih banyak dengan perbandingan lebih dari 2:1 pada kelompok pasien itu.

Petunjuk yang sama muncul juga pada tingkat kematian. Data mortalitas dari 21 rumah sakit di Wuhan antara 21-30 Januari 2020 menunjukkan sebanyak 75 persen adalah pria. Hasil studi lainnya menguatkan temuan awal dari Wuhan tersebut.

Di Inggris, Wales, dan Irlandia Utara, misalnya, sekitar 70 persen pasien kritis yang dikirim ke perawatan intensif adalah pria. Proporsinya lebih tinggi lagi untuk yang meninggal.

Studi terhadap lebih dari 4.000 pasien Covid-19 di sejumlah rumah sakit di New York, Amerika Serikat, juga menemukan 62 persen pasien yang terinfeksi virus corona adalah pria. Studi itu juga mengemukakan kondisi lanjutan pada pasien laki-laki setelah infeksi terjadi cenderung berkembang menjadi sakit parah dan berakibat fatal, yakni meninggal.

Salah satu kemungkinan di balik perbedaan kerentanan antara laki-laki dan perempuan adalah kebiasaan merokok. Di Cina, lebih dari separuh pria merokok, sementara hanya lima persen perempuan yang merokok.

Rokok diduga mengakibatkan sel paru-paru memproduksi protein ACE2 yang menjadi reseptor virus corona. Ini bisa berarti merokok membuat sel-sel di paru-paru lebih mudah terinfeksi virus. Namun Hua Linda Cai dari University of California, Amerika Serikat, mematahkan hipotesa itu dengan menyatakan tak didukung data.

Menurut Hua Linda Cai, hanya 12,5 persen perokok yang sakit parah karena Covid-19 di Cina. Angka itu bahkan jauh lebih rendah daripada proporsi perokok di tengah populasi negara itu. Selain merokok, kemungkinan lainnya adalah para pria -terutama yang berusia lanjut, umumnya memiliki kondisi kesehatan yang lebih buruk ketimbang perempuan. Mereka cenderung memiliki obesitas, tekanan darah tinggi, diabetes, kanker, dan lainnya.

Lalu kemungkinan ketiga adalah para perempuan dianggap memiliki kekebalan tubuh yang lebih kuat secara alami. "Ada perbedan yang substansial dalam sistem imunitas laki dengan perempuan yang berdampak signifikan pada kerentanan tubuh terhadap infeksi," ujar Philip Goulder, imunolog di University of Oxford.

Satu perbedaan kuncinya, kata Goulder, adalah perempuan memiliki dua kromosom X per sel sedang laki-laki hanya satu. Dia menjelaskan, sejumlah gen imunitas tubuh yang penting terdapat di kromosom X. "Hasilnya, protein ini diekspresikan dalam dosis yang dua kali lebih banyak pada sel imunitas di perempuan daripada pria. Karena itu pula respons imunitas terhadap virus corona pada perempuan juga lebih tinggi."

Ada juga beberapa bukti kalau hormon seks perempuan seperti estrogen dan progesteron memperkuat sistim imunitas. Hanya saja, dugaan yang satu ini belum diteliti secara spesifik dan apa kaitannya dengan Covid-19.

NEWSCIENTIST

Iklan

Berita Terkait

Rekomendasi Artikel

"Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini."