Cemas Berlebihan Akibat Corona Bisa Sebabkan Psikosomatik

foto-reporter

Reporter

foto-reporter

Editor

Silvy Riana Putri

google-image
Ilustrasi wanita bersedih. shutterstock.com

Ilustrasi wanita bersedih. shutterstock.com

IKLAN

CANTIKA.COM, Jakarta - Hingga Selasa sore, 24 Maret 2020, jumlah pasien positif virus corona atau COVID-19 mencapai 686 orang, 30 orang sembuh, dan 55 orang meninggal. Grafik kasus positif virus corona terus meningkat sejak kasus 01 dan 02 diumumkan pada 2 Maret 2020. 

Penambahan jumlah kasus tak urung menambah keresahan masyarakat, sedangkan masyarakat diimbau tetap tenang dan tidak panik karena bisa berdampak pada imunitas tubuh.

Di situasi ini, dilanda rasa cemas wajar merupakan hal yang wajar. Hal tersebut diungkapkan oleh Psikater dan Dokter Spesialis Kejiwaan Andri saat dihubungi Tempo.co, Senin, 23 Maret 2020. Menurut Andri di masa saat ini ketika kita mendapatkan informasi berita atau gejala virus corona, efek yang ditimbulkan kita merasa tenggorokan agak gatal, nyeri, dan merasa agak sedikit meriang meski suhu tubuh normal.

"Kondisi yang kita alami tersebut adalah hal yang wajar dan menjadi reaksi psikosomatik pada tubuh," ungkap Dokter Andri yang praktik di Rumah Sakit Omni Hospitals Alam Sutera ini.

Respons kecemasan yang dialami oleh manusia tidak muncul begitu saja. Mulai dari stres, misalnya karena pekerjaan, keadaan rumah tangga dan apa pun kondisi yang kita alami termasuk saat mengalami kondisi seperti saat ini.

"Tapi kalau mekanisme adaptasi kita bagus, maka stres bisa meningkatkan kemampuan kita mengatasinya. Stres menjadi berlebihan jika terlalu banyak, terlalu sering, dan kondisi fisik dan mental tidak baik," kata dokter Andri.

Efeknya di sistem amygdala kita akan merespons dengan mengeluarkan gejala kecemasan. Sayangnya kalau gejala kecemasan sudah muncul, otak bagian depan sudah tidak lagi bisa berpikir rasional, maka muncullah gejala kecemasan.

"Dengan mekanisme tersebut, ketika seseorang mengalami ada tekanan, sudah mulai kecapekan meski masih bisa ditahan. Lalu kemudian mulai timbul gejala dan tanda anxiety, putus asa dan depresi," tuturnya.

Andri menjelaskan seperti ini gambarannya, ketika otak kita menghadapi kecemasan dan rasa tidak nyaman, kita merespon dulu dengan pemikiran irasional belum jalan, namun pemikiran rasional kita mengatakan hal tersebut adalah sementara, tidak akan terjadi dan bisa dihadapi. Tapi jika tidak kuas lama kelamaan bisa memicu stres.

Lantas apa yang bisa kita lakukan untuk mengurangi gejala psikosomatik akibat amygdala yang terlalu aktif? Jika tubuh belum bisa beradaptasi, Dokter Andri menyarankan dengan cara menjauhi sumber stres, mengurangi dan mengurangi dampak informasi mengenai corona.

"Caranya dengan break time dulu sementara agar tidak terus menerus terpapar. Lakukan hal lain selain browsing, misalnya hobi yang menyenangkan dan menyebarkan optimisme agar bisa melewati semua ini," imbuhnya.

EKA WAHYU PRAMITA

Ralat di judul artikel pada 24 Maret 2020 pukul 23.30. Judul sebelumnya, Psikosomatik, Reaksi Tubuh saat Cemas di Tengah Pandemi Corona

Iklan

Berita Terkait

Rekomendasi Artikel

"Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini."