Hari Kanker Sedunia, 70 Persen Penderita Telat Terdeteksi

foto-reporter

Reporter

foto-reporter

Editor

Silvy Riana Putri

google-image
Ilustrasi kanker (pixabay.com)

Ilustrasi kanker (pixabay.com)

IKLAN

CANTIKA.COM, Jakarta - Hari Kanker Sedunia diperingati setiap 4 Februari. Kementerian Kesehatan (Kemenkes) melalui Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit merilis bahwa deteksi dini terhadap kanker diperlukan sebab jika ditemukan secara dini dengan ukuran masih kecil atau kurang dari satu sentimeter serta ditangani dengan cepat dan tepat, maka ada harapan sembuh hampir 100 persen.

Kemenkes juga mengimbau masyarakat untuk segera berkonsultasi ke dokter saat menemukan benjolan sekecil apa pun karena menunda berarti memberi kesempatan sel kanker berkembang dan mengurangi kesempatan untuk sembuh.

Pakar onkologi sekaligus Ketua Umum Yayasan Kanker Indonesia (YKI), Prof DR Aru W Sudoyo, mengatakan 70 persen masyarakat di Tanah Air baru menyadari dirinya mengidap kanker stadium tiga dan empat saat dilakukan pemeriksaan kesehatan.

"Jadi, banyak pasien tidak mengetahui tentang kanker sehingga datang sudah terlambat," tutur ia.

Ia mengatakan YKI telah berupaya memberikan edukasi serta melakukan program deteksi dini kepada masyarakat untuk mengetahui berbagai hal tentang kanker sehingga paham apa yang mesti dilakukan.

"Kami melakukan edukasi, pemeriksaan, dan deteksi dini untuk beberapa jenis kanker tertentu, terutama payudara," ucap ia.

Kemudian, YKI juga memberikan pendidikan dan pelatihan bagi masyarakat yang memiliki anggota keluarga pengidap kanker. Hal itu berguna terutama saat pasien sudah berada pada titik akhir sehingga keluarganya mengetahui cara perawatan di rumah.

Selain menjalankan program deteksi dini, ia juga menganjurkan masyarakat untuk mengubah gaya hidup menjadi lebih baik. Hal itu bisa dilakukan dengan menjaga pola makan sehat, berolahraga, dan tidak merokok.

"Apalagi saat ini masyarakat disibukkan dengan berbagai aktivitas yang padat serta dimanjakan dengan kendaraan sehingga kurang berolahraga dan bergerak," ujarnya.

Ia mengatakan sekitar 95 persen faktor risiko kanker, bukan karena keturunan, melainkan akibat lingkungan serta gaya hidup yang salah, dan sudah menjadi kebiasaan.

"Ditambah lagi polusi udara sekarang yang berbeda dengan 50 tahun lalu. Itu sangat mempengaruhi," pungkas ia.

Iklan

Berita Terkait

Rekomendasi Artikel

"Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini."