3 Penyebab Penebalan Dinding Rahim, Termasuk Hormon

foto-reporter

Reporter

foto-reporter

Editor

Silvy Riana Putri

google-image
Ilustrasi wanita. Unsplash.com/Giulia Bertelli

Ilustrasi wanita. Unsplash.com/Giulia Bertelli

IKLAN

CANTIKA.COM, Jakarta - Penebalan dinding rahim salah satu kondisi abnormal yang bisa dialami setiap wanita. Ciri-ciri utama penderitanya adalah kerap merasakan pendarahan yang tidak wajar, bahkan saat tidak sedang menstruasi. Namun penebalan dinding rahim tidak selalu berarti gejala kanker rahim. 

Disebut precancerous apabila ada pertumbuhan sel yang abnormal disebut atypia. Jenis penanganan kondisi penebalan dinding rahim pun berbeda antara yang bisa menjadi awal mula kanker dan yang tidak. Selain pendarahan yang tidak wajar, ada juga beberapa gejala penebalan dinding rahim yang dirasakan penderitanya. Beberapa yang bisa menjadi indikator adalah haid lebih lama dengan volume darah yang juga lebih banyak, siklus antar haid kurang dari 21 hari, dan masih merasakan pendarahan dari vagina meski telah memasuki masa menopause.

Idealnya, dinding rahim atau endometrium memang akan luruh dengan sendirinya apabila tidak terjadi pembuahan. Sangat wajar ketika dinding rahim menjadi lebih tebal pada periode awal menstruasi. Namun menjadi tidak biasa apabila seorang wanita merasakan beberapa gejala di atas. Ketika terasa banyak hal yang janggal terkait dengan pendarahan dan siklus haid, segera periksakan diri ke dokter kandungan.

Tentu kita tahu bahwa siklus menstruasi sangat bergantung pada hormon estrogen dan progesteron. Selama kedua hormon ini tetap seimbang, maka siklus haid seorang wanita akan berjalan sebagaimana mestinya. Namun akan menjadi lebih berisiko ketika kedua hormon ini tidak seimbang. Berikut penjabaran faktor risiko terjadinya penebalan dinding rahim:

1. Hormon tak seimbang

Salah satu penyebab terjadinya penebalan dinding rahim yang paling umum adalah hormon estrogen yang terlalu banyak dan hormon progesteron yang justru sangat sedikit. Konsekuensinya, bisa terjadi pertumbuhan sel dalam jumlah tidak wajar. Ketidakseimbangan hormon ini dapat terjadi saat seseorang berada di fase menopause, pra menopause, menjalani terapi pengganti hormon, tidak subur, hingga obesitas.

2. Usia

Selain ketidakseimbangan hormon, usia juga berkontribusi dalam menyebabkan penebalan dinding rahim. Dalam hal ini, wanita berusia di atas 35 tahun lebih berisiko mengalaminya. Selain itu, mendapatkan haid pertama kali terlalu dini juga merupakan faktor risiko.

3. Kelebihan berat badan

Obesitas atau kelebihan berat badan juga menjadi salah satu faktor risiko terjadinya penebalan dinding rahim. Wanita obesitas berisiko 2,5 kali lebih besar mengalami masalah di rahim.

Ketika menghubungkan masalah penebalan dinding rahim dengan kehamilan, tentu kaitannya sangat erat. Embrio yang terbentuk dari proses ovulasi akan melekat pada dinding rahim, artinya menjadi bagian krusial dalam sebuah kehamilan. Dinding rahim memang bisa menebal hingga sekitar 13 mm (dari normalnya 3 mm) saat proses ovulasi terjadi. Namun ketika ketebalan dinding rahim mencapai 15 mm, maka embrio akan sulit melekatkan diri.

Itulah mengapa ketika seorang wanita diduga mengalami penebalan dinding rahim, maka dokter akan melihatnya lewat USG. Pemeriksaan ini tidak menimbulkan rasa sakit dan dapat memberikan gambaran di dalam rahim. Sebenarnya, penebalan dinding rahim bisa mereda dengan sendirinya.

Namun pada kasus tertentu, perlu ada tindakan seperti terapi hormonal. Jenis terapi ini bisa dilakukan untuk mengatasi penebalan dinding rahim. Biasanya, penderitanya akan diberikan bentuk sintetis dari hormon progesteron yaitu progestin dalam bentuk pil atau suntik.

SEHATQ

Iklan

Berita Terkait

Rekomendasi Artikel

"Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini."