Anak Malas Belajar, Cermati 3 Faktor Penyebabnya

foto-reporter

Reporter

foto-reporter

Editor

Yunia Pratiwi

google-image
Ilustrasi anak tidak konsentrasi saat belajar. shutterstock.com

Ilustrasi anak tidak konsentrasi saat belajar. shutterstock.com

IKLAN

CANTIKA.COM, Jakarta – Anak usia sekolah dasar bisa mengalami malas belajar yang disebabkan faktor eksternal maupun internal. Kondisi itu bisa dipicu oleh tiga faktor, yaitu gaya belajar, waktu belajar, dan metode belajar. Bila ketiga hal itu tidak sesuai dengan kepribadian masing-masing anak bisa menurunkan level semangat, fokus, sehingga berujung malas belajar.

Baca juga: Kiat Memanfaatkan Mainan untuk Proses Belajar Anak

Menurut psikolog anak dan remaja, Vera Itabiliana Hadiwidjojo, faktor penyebab anak malas belajar bisa jadi gaya belajarnya yang tidak pas. "Misalnya anak yang gaya belajarnya kinestetik butuh banyak gerak. Jadi agak susah kalau ibu mengharapkan dia duduk diam baca selama 30 menit. Dia butuh banyak gerak dan jeda. Jadi, kalau diterapkan gaya belajar duduk diam berlama-lama seperti anak visual, maka hasilnya tidak maksimal. Jadi, terapkan gaya belajar sesuai kepribadian anak,” ujar Vera saat ditemui di acara pembukaan Hansaplast First Aid Rescue di Kidzania, Pacific Place, Jakarta Selatan, Senin 25 Maret 2019.

Pemicu kedua yang diungkapkan oleh Vera adalah waktu belajar. “Ketika ibu menerapkan kepada anak harus belajar jam 4 sore. Tapi ternyata di jam 4 sore itu ada kartun favorit dia. Enggak bakal konsen belajarnya dan tidak semangat belajarnya. Itu bisa jadi penyebab yang kerap diabaikan oleh orang tua. Anak yang belajar dalam kondisi dipaksakan, tegang atau stres tidak bisa menyerap informasi baru dan tidak bisa mengeluarkan informasi lama yang sudah ada di dalam kepala,” jelasnya.

Terakhir adalah metode belajar yang kurang menyenangkan. “Kenapa anak usia sekolah dasar harus belajar dalam suasana yang menyenangkan? Ketika anak merasa senang ada hormon-hormon yang keluar, seperti dopamin dan serotonin. Hormon happiness itu membuat anak lebih semangat dan fokus terhadap apa yang sedang dipelajari. Begitu senang, dia juga mau terlibat dalam proses belajar,” imbuhnya.

Menurut Vera, suasana menyenangkan bisa diciptakan dari berbagai aspek. Misalnya lingkungan fisik yang warna-warni dan pembawaan pengajar yang tidak pakai “taring” dan “tanduk”. “Bila dilihat dari teori perkembangan kognitif psikolog Jean Piaget, anak usia 7-12 tahun tahap pemikirannya disebut concrete operational. Jadi, ketika mereka belajar sesuatu harus konkrit yang bisa disentuh, dilihat, dan didengar. Tidak bisa dengan belajar model ceramah atau satu arah, harus diikuti dengan peragaan maupun praktik karena usianya masih dalam kategori bermain,” tandasnya.

Iklan

Berita Terkait

Rekomendasi Artikel

"Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini."