Yuk Bangun Rasa Percaya diri Anak dengan Kiat Berikut

foto-reporter

Reporter

foto-reporter

Editor

Yayuk Widiyarti

google-image
Ilustrasi yoga ibu dan anak. Shutterstock

Ilustrasi yoga ibu dan anak. Shutterstock

IKLAN

CANTIKA.COM, Jakarta - Orang tua pasti ingin anak tumbuh menjadi pribadi yang percaya diri. Namun orang tua suka lupa, untuk membuat anak percaya diri dibutuhkan dukungan dari lingkungan terdekat, yakni keluarga.

Dr. Roseanne Lesack, psikolog bersertifikat sekaligus direktur dari Yayasan Klinik Anak Unicorn di Universitas Nova Southeastern, Florida, Amerika Serikat, menyarankan lima hal yang harus dilakukan orang tua untuk membentuk kepercayaan diri anak.

Artikel lain:
Gigi Sehat Mempengaruhi Percaya Diri dan Prestasi Anak

#Memuji kerja keras anak
Orang tua harus selalu memuji kerja keras anak, bahkan jika mereka tidak mendapat nilai bagus atau memenangkan pertandingan sepak bola. Pujilah kegigihan anak dan upaya mereka dalam mengerjakan sesuatu atau menghadapi sebuah tantangan dengan usahanya sendiri.

Dengan memastikan orang tua memuji anak atas usaha mereka sendiri, anak-anak akan merasakan sensasi kepercayaan diri yang sehat yang dihasilkan atas kerja kerasnya. “Anak-anak harus bisa mengatakan, ‘Saya percaya diri di bidang ini karena saya bekerja keras. Saya sudah berlatih. Saya ingin jago melakukan ini'. Itu adalah hal yang bagus,” kata Lesack.

Jika orang tua tidak memperhatikan gestur seperti ini, anak-anak mungkin akan merasa tidak berharga ketika mengalami kegagalan meski telah berusaha keras. Jika dibiarkan, perasaan seperti ini akan memicu krisis kepercayaan diri.

#Memuji diri sendiri
Anak yang percaya diri biasanya lahir dari orang tua yang juga percaya diri. Jadi, orang tua juga tidak boleh malu-malu dalam mengungkapkan kebaikan anak dalam hal kemampuan, kesuksesan, atau kualitas pribadi anak di depan orang lain.

“Orang tua harus terbiasa bicara mengenai pencapaian mereka sendiri. Misalnya, ‘Saya sudah bekerja sangat keras pada proyek ini dan saya bekerja dengan baik karena saya serius mengerjakannya’,” papar Lesack.

Tentu saja Anda harus memamerkan sesuatu yang nyata dan berdasarkan fakta, jangan mengada-ada, apalagi membual. Lesack menekankan ketika orang tua terbiasa melakukan pembicaraan positif mengenai dirinya, anak akan menyerap kebiasaan tersebut.

#Memuji kemampuan anak secara spesifik
Jangan memuji anak untuk hal-hal yang umum, namun pujilah kemampuan anak secara spesifik. Jangan hanya memuji, “Permainan yang bagus!”, tetapi cobalah mengatakan, “Waktu kamu mencetak gol di babak kedua, tendanganmu sangat bagus!”, atau, “Menjelang akhir pertandingan, pertahananmu sangat bagus, apalagi saat melewati pemain nomor empat!”

Memuji anak pada momen dan kemampuan spesifik akan memberikan kepercayaan diri yang nyata dan tidak dibuat-buat, bahwa anak telah menjadi bintangnya. Cara ini menurut Lesack akan mengajarkan anak untuk mengetahui kemampuan dan kelebihan secara lebih spesifik.

#Jujur pula pada kelemahan anak
Agar anak menjadi orang yang percaya diri namun tidak sombong, jangan berbohong tentang kelemahan anak. Ungkapkan pula apa kekurangan anak dan minta mereka untuk memperbaikinya.

Tapi bukan berarti Anda boleh mengatakannya dengan semena-mena seperti, “Matematikamu sangat buruk!” Cara bicara seperti itu tidak hanya bisa melukai hati anak namun akan tertanam di pikirannya bahwa ia tidak pandai matematika. Cobalah mengatakan, “Beberapa orang memang harus belajar lebih keras pada matematika dibanding anak lain tapi tidak apa-apa. Kamu pasti bisa kalau rajin berlatih soal matematika.”

Ketika anak-anak mengetahui kekurangannya dan ia mungkin butuh usaha lebih keras dibanding teman-teman, mereka juga belajar untuk meningkatkan harga diri dengan bekerja keras. Mengetahui kelemahan diri dan bahwa ada orang lain yang berkemampuan lebih dari yang ia punya juga akan menghindarkan anak dari rasa sombong.

Baca juga:
Koleksi Puma x Selena Gomez Coba Tingkatkan Rasa Percaya Diri

#Ajarkan anak bekerja dalam tim
Dalam situasi tertentu, keberhasilan anak merupakan hasil dari kerjasama tim, misalnya dalam pertandingan sepak bola atau saat mengerjakan tugas berkelompok. Di situasi seperti ini, jangan lupa untuk memuji rekan-rekan satu tim anak, termasuk mendorong anak untuk memuji teman-temannya.

“Anak-anak perlu tahu, kesuksesannya terkadang tidak muncul karena diri sendiri tetapi ada bantuan orang lain, seperti teman satu tim sepak bola atau teman satu kelompok belajar. Mereka harus paham tanpa teman-temannya, belum tentu mereka memenangkan pertandingan atau berhasil menyelesaikan tugas kelompok tepat waktu,” kata Lesack.

AURA

Iklan

Berita Terkait

Rekomendasi Artikel

"Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini."