3 Jenis Bentuk Kekerasan Seksual yang Rentan Terjadi dan Dialami Oleh Perempuan, Perlu Diwaspadai!

foto-reporter

Reporter

foto-reporter

Editor

Cantika.com

google-image
Ilustrasi KDRT/kekerasan domestik. Shutterstock

Ilustrasi KDRT/kekerasan domestik. Shutterstock

IKLAN

CANTIKA.COM, JakartaKekerasan seksual merupakan tindakan yang tidak dapat ditoleransi. Kekerasan atau pelecehan seksual dapat merusak dan mempengaruhi kondisi kehidupan korban secara keseluruhan. Pola pikir yang mendorong terjadinya kekerasan seksual diantaranya yakni yakinan bahwa perempuan memiliki kondisi yang lemah dan memiliki posisi yang lebih rendah dibanding dengan laki-laki sehingga laki-laki memiliki motivasi untuk memanfaatkan kekuatan bahkan kuasa untuk melakukan tindakan kekerasan seksual.    

Dalam melancarkan aksinya, pelaku kekerasan seksual memiliki beragam ide, motivasi, metode dan dorongan namun beragam hal tersebut tidak lepas dari istilah yang disebut sebagai relasi kuasa. Relasi kuasa merupakan sebuah hubungan antara individu yang memiliki kuasa terhadap individu yang berada dibawah pengaruh kuasanya. Relasi kuasa mensyaratkan kepatuhan bahkan ketaatan. 

Maka tidak heran, jika pelaku kekerasan seksual dapat berupa dalam bentuk relasi antara seorang guru terhadap murid, senior kepada junior, atasan kepada bawahan atau sekedar laki-laki dan perempuan asing yang saling tidak sengaja bertemu namun akhirnya menimbulkan tindakan perilaku kekerasan seksual. Berikut 3 jenis kekerasan seksual yang rentan terjadi dan dialami oleh perempuan:

1. Pemerkosaan

Pemerkosaan merupakan bentuk kejahatan terhadap harkat dan martabat individu yang tidak dapat ditoleransi tindakannya. Pemerkosaan merupakan tindakan pemaksaan hubungan seksual yang mengakibatkan persoalan yang berdampak pada fisik dan psikologis korban.  Pelaku pemerkosaan dapat berasal dari berbagai latar belakang hubungan relasi dengan korban. Bahkan, pelaku kekerasan seksual bukan hanya berasal dari orang asing yang tidak dikenal, namun juga berasal dari keluarga, kerabat, teman dan relasi dekat. 

2. Kekerasan Seksual Verbal

Kekerasan seksual bukan hanya dalam bentuk kekerasan fisik, namun juga dapat berupa kekerasan verbal. Kekerasan seksual verbal dapat berupa labelling seksis untuk panggilan nama seseorang, kalimat sapaan dengan nada menggoda, perintah dan ajakan untuk aktifitas seksual yang membuat korban tidak nyaman, hingga ancaman untuk melakukan tindakan seksual yang tidak diinginkan korban. 

Dampak dari kekerasan seksual verbal adalah kondisi tekanan psikologis berupa rasa takut, khawatir dan tertekan yang dialami oleh korban pasca mendengar dan menerima ucapan serta ujaran yang dilontarkan oleh pelaku kekerasan seksual verbal. Bahkan, pada tingkat yang lebih lanjut, jika korban terus mengalami kekerasan seksual verbal secara konstan dan tindakan tersebut diwajarkan, maka kondisi mental dan psikologis korban dapat terganggu hingga mengalami kecemasan dan rasa kehilangan harga diri.

3. Pelecehan Fisik

Pelecehan fisik dapat meliputi bentuk-bentuk ketika pelaku kekerasan seksual melakukan kontak fisik atau memegang anggota badan tertentu milik korban yang mengakibatkan korban tidak nyaman. Pelecehan fisik juga dapat biasa terjadi di tempat umum. Pelakunya beragam, dapat orang asing yang kita jumpai di tempat umum hingga individu yang kita kenal. Pelecehan fisik tidak dapat ditoleransi. Selain mengakibatkan kondisi ketidaknyamanan psikologis bagi korban, pelecehan fisik yang dilakukan secara konstan, dianggap hal biasa bahkan sepele maka dapat menjurus kepada tindakan pemerkosaan.     

Demikian tiga bentuk kekerasan seksual yang masih kerap terjadi disekitar kita bahkan masih marak diberitakan. Kekerasan khususnya pada kasus pemerkosaan dan pelecehan fisik pada umumnya terjadi akibat pola pikir patriarkis yang menganggap perempuan secara kekuatan fisik dan posisi tidak lebih baik dan unggul laki-laki. Hal tersebut diperparah dengan persoalan relasi kuasa yang digunakan pelaku kekerasan seksual untuk memanipulasi korban menggunakan kekuasaan, posisi, senioritas, pengaruh dan jabatannya dihadapan korban. 

Pelaku memanipulasi korban agar mau menuruti keinginan seksualnya dengan pengaruh dan bujukan psikologis yang manipulatif. Jika hal tersebut terjadi, korban yang tidak mengetahui taktik pelaku kekerasan, maka akan mudah dijebak pada niat pelaku untuk melakukan tindakan kekerasan seksual. Tidak ada salahnya untuk mencegah kekerasan saat naik transportasi atau berkegiatan lain. Diharapkan juga bagi korban untuk menghubungi tenaga profesional atas apa yang sedang dialami.

Iklan

Berita Terkait

Rekomendasi Artikel

"Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini."