Tak Hanya Workplace Bullying, Tempat Kerja juga Harus Bebas dari Kekerasan Seksual

foto-reporter

Reporter

foto-reporter

Editor

Ecka Pramita

google-image
Ilustrasi kekerasan seksual. Doc. Marisa Kuhlewein (QUT) and Rachel Octaviani (UPH)

Ilustrasi kekerasan seksual. Doc. Marisa Kuhlewein (QUT) and Rachel Octaviani (UPH)

IKLAN

CANTIKA.COM, Jakarta - Masalah di tempat kerja bukan workplace bullying dengan berbagai macam jenis saja. Namun, masalah yang juga mestinya jadi perhatian lebih ialah keekrasan dan pelecehan di dunia kerja. 

Data Survei yang dilakukan oleh Never Okay Project (NOP) dan International Labour Organization (ILO) menunjukkan, 852 dari 1173 responden (70,93 pernah) pernah mengalami salah satu bentuk kekerasan dan pelecehan di dunia kerja.

Adapun bentuk pelecehan dan kekerasan yang paling umum terjadi yaitu dari sisi psikologis yang mencapai 77,4 persen. Hal ini diperparah dengan fakta bahwa 75 persen orang yang mengalami pelecehan di tempat kerja tidak menyampaikan pelecehan di tempat kerja karena khawatir akan keamanan kerja dan sumber pendapatan. Hal tersebut tentu sangat berpengaruh pada produktivitas hingga psikis pekerja, bahkan menimbulkan kerugian ekonomi bagi perusahaan/pelaku usaha. 

Lewat diskusi yang diselenggarakan pada momentum peringatan 16 Hari Aktivisme Melawan Kekerasan Berbasis Gender (16 HAKBG), Perkumpulan Lintas Feminis Jakarta (Jakarta Feminist) mendorong pelaku usaha untuk ambil bagian dalam mewujudkan ruang kerja aman yang bebas dari kekerasan seksual

Anindya Restuviani selaku Program Director Jakarta Feminist memaparkan setidaknya ada dua hal yang dapat dilakukan pemberi kerja untuk memastikan ruang kerja yang aman. “Pertama dengan membuat dan menerapkan Standard Operating Procedure (SOP) Anti Kekerasan Seksual. Kedua dengan memberikan pengetahuan terhadap pemberi kerja maupun pekerja terkait  kekerasan seksual serta cara mencegah dan menangani kekerasan seksual di tempat kerja. Kita semua harus berperan untuk menghapus segala bentuk kekerasan, termasuk di tempat kerja.” 

Lebih lanjut Noval Auliady selaku co-director dari Di Jalan Aman Tanpa Pelecehan (DEMAND) memaparkan langkah seperti ini salah satunya telah dijalankan oleh penyedia layanan transportasi berbasis aplikasi, Gojek, kepada mitra-mitra pengemudinya. Pihaknya telah menerapkan SOP yang tegas untuk pengemudi maupun pelanggannya terkait pelanggaran kekerasan seksual, termasuk prosedur penanganan kasus yang berfokus pada pemenuhan hak korban. 

Di luar itu Gojek juga secara preventif melakukan ragam program edukasi untuk meningkatkan pemahaman mitra-mitranya terkait topik anti-kekerasan seksual, termasuk bagaimana menjadi active bystander atau orang yang secara aktif bertindak membantu korban saat melihat kekerasan seksual terjadi di ruang publik. Inisiatif yang dilakukan Gojek dapat membawa kesadaran kolektif dengan skala besar dan menjadi contoh positif peran sektor swasta dalam gerakan penciptaan ruang publik aman.

Pentingnya kolektivitas dalam upaya menciptakan ruang aman juga diamini oleh An Nisaa Yovani mewakili Koalisi Masyarakat Sipil Anti Kekerasan Seksual (KOMPAKS). Upaya kolektif diperlukan untuk mendorong isu ini agar menjadi prioritas. Edukasi serta ajakan untuk bersuara dan mengambil tindakan ketika melihat kekerasan seksual terjadi di ruang kerja harus dilanjutkan dengan menyuarakan secara kolektif hak pekerja untuk mendapatkan ruang aman saat bekerja. 

"Ditambah saat ini telah terdapat perjanjian internasional yakni Konvensi International Labour Organization No. 190 (ILO Convention No. 190 / C190) yang mengakui hak setiap orang atas dunia kerja yang bebas dari kekerasan dan pelecehan, termasuk kekerasan dan pelecehan berbasis gender.”

Ilustrasi pelecehan perempuan. nypost.com

Nunik Nurjanah, Program Analyst UN Women Indonesia memberikan tanggapannya. Kekerasan dan pelecehan seksual terhadap perempuan di dunia kerja adalah pelanggaran hak asasi manusia yang serius. Untuk menghentikannya dibutuhkan komitmen kuat serta respons kolaboratif dan berkelanjutan dari semua pihak. 

"Karena itu, bersama ILO, kami telah melakukan upaya seperti menyusun panduan penghapusan kekerasan dan pelecehan terhadap perempuan di dunia kerja. Kami terus mendorong pemberi layanan dan perusahaan untuk menerapkan prinsip layanan yang berpusat pada korban," paparnya. 

Pelaku usaha memiliki peran penting dalam melakukan perubahan salah satunya yaitu dengan membuat kebijakan yang mengubah norma dan perilaku yang menormalisasi kekerasan terhadap perempuan, serta menciptakan lingkungan yang aman untuk bekerja, bebas dari kekerasan.

Upaya Penghapusan Kekerasan Seksual, Studi Kasus: Gojek dan Opal Communication

Meskipun C190 baru disahkan pada 2021 lalu dan belum diratifikasi oleh pemerintah Indonesia, beberapa pihak dari sektor swasta telah menginisiasi langkah menciptakan ruang aman. Gojek yang menaungi mitra-mitra pengemudi berinisiatif untuk menjalankan upaya penghapusan kekerasan seksual di ekosistemnya melalui gerakan #AmanBersamaGojek.

Stella Darmadi, Head of Global Marketing GoRide Gojek mengatakan Sebagai penyedia layanan yang mendukung produktivitas masyarakat sehari-hari, sekaligus jadi tempat bagi mitra-mitra kami bekerja mencari nafkah, Gojek berkepentingan untuk memastikan ekosistemnya senantiasa aman. 

"Lewat inovasi berkelanjutan serta kolaborasi dengan berbagai pihak yang berkompeten, kami terus memastikan keamanan bagi semua orang yang berada di ekosistem Gojek. Komitmen ini bahkan kami pertegas  lewat kampanye ‘We Got You’ yang kami luncurkan tahun ini untuk menunjukkan kesiapan Gojek untuk menjadi layanan andalan masyarakat.”

Pelaku usaha lainnya, Kokok Dirgantoro selaku CEO Opal Communication yang juga dikenal sebagai pegiat kesetaraan gender memaparkan program yang diimplementasikannya. Adanya SoP sangat membantu implementasi kekerasan seksual di tempat kerja. 

"Karena itu, saat ini perusahaan saya sedang berupaya menghentikan perundungan di kantor dengan menyusun kalimat-kalimat tabu yang tidak boleh diutarakan, seperti bertanya ‘kapan menikah’ hingga ‘kok gemukan’. Hal-hal kecil juga terus kami lakukan, seperti memfasilitasi naik taksi bagi semua karyawan perempuan jika lembur di atas magrib. Saya sangat mengimbau semua perusahaan, baik level kecil, menengah, hingga besar, untuk sama-sama memperhatikan perlindungan pada perempuan. Sekali permisif, akan menghasilkan bahaya besar.”

Lewat kesadaran kolektif yang dibangun hingga kolaborasi berbagai pihak, bukan hal mustahil kasus kekerasan seksual ke depannya semakin turun dan tak ada lagi yang takut untuk bersuara dalam melawan kekerasan seksual. Ayo dukung terciptanya ruang aman di tempat kerja agar perempuan bisa berkarya di dunia kerja tanpa gangguan!

Baca: 6 Alasan Mengapa Orang Melakukan Workplace Bullying, Merasa Insecure

Halo Sahabat Cantika, Yuk Update Informasi dan Inspirasi Perempuan di Telegram Cantika

Iklan

Berita Terkait

Rekomendasi Artikel

"Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini."