Mengenal Sosok Masniri, Membatik Demi Berkah dan Petuah Sang Kakek

foto-reporter

Reporter

foto-reporter

Editor

Ecka Pramita

google-image
Salah satu pengrajin batik di Kampung Batik Trusmi, Ibu Masniri yang sudah 49 tahun membatik demi menjaga petuah sang kakek/Foto: Ecka Pramita/Cantika

Salah satu pengrajin batik di Kampung Batik Trusmi, Ibu Masniri yang sudah 49 tahun membatik demi menjaga petuah sang kakek/Foto: Ecka Pramita/Cantika

IKLAN

CANTIKA.COM, Jakarta - Aroma lilin yang dicairkan menguar bersama aromanya yang khas, tampak seorang ibu bersanggul dan memakai kacamata tengah membatik dengan tekun. Cantika menyapa pengrajin tersebut dan bertanya apakah benar ini rumah Ibu Masniri, salah satu pemilik dan pengrajin batik di Kampung Batik Trusmi. Cantika sengaja bertandang ke kawasan kampung Batik Trusmi untuk membawa kisah Masniri dalam momen Hari Batik Nasional

Dengan ramah, sosok ibu bernama Ruweda yang ditaksir berusia 50 tahunan ini pun mempersilakan Cantika masuk ke dalam rumah yang terletak persis di samping area membatik. Rumah dengan ukuran tidak terlalu besar, tepat di bagian depan terdapat lokasi membatik yang ditata sederhana, terdapat tiga dingklik atau kursi jongkok seolah menandai personel perajin yang sehari-harinya membatik di sana. Dengan ramah Ibu Masniri menyambut Cantika untuk melihat-lihat kain batik yang terpajang di rak kayu dalam rumahnya. 

Dengan logat Jawa Cirebon yang kental, Masniri yang saat itu mengenakan hijab toska bercerita kisah awal mula dia jatuh cinta pada lembaran batik. Bermula saat ia masih kelas 4 Sekolah Dasar, ia sudah ditinggal ibunda tercinta berpulang, sementara bapak memutuskan menikah lagi. Masniri kecil pun memutuskan tinggal bersama kakeknya yang merupakan salah satu keturunan pembatik. 

Momen saat Ibu Masniri membatik di area mini di depan rumahnya yang juga menjadi workshop batik/Foto: Ecka Pramita/Cantika

"Saya waktu kelas 6 sudah cari makan sendiri dengan membati, ikut belajar sama kakek. Jadi saya dari kecil sudah belajar sendiri ikut ajaran kakek. Waktu itu kakek bilang, kalau saya diminta membatik saja, walaupun dapatnya sedikit tetapi hasilnya barokah," ucap ibu sembilan anak ini. Petuah yang hingga kini menjadi mantra bagi Masniri dalam menjalankan usaha batik rumahannya. 

Membatik sepanjang 49 tahun tidak begitu saja Masniri jalani, tetapi ia telah meneguhkan kalau garis hidupnya adalah membatik bukan hal yang lain. Terlebih saat itu ada momen di mana ia pernah mendapatkan canting dari leluhur yang usianya sudah berabad-abad. "Waktu itu saya kaget karena menemukan di kawasan leluhur area keraton, bentuk cantingnya masih utuh dari tembaga tetapi di di dalamnya sudah menjadi batu," tambah dia. 

Sejak saat itu Masniri menjadikan canting warisan leluhur tersebut sebagai tanda kalau membatik adalah pekerjaan yang menjadikan ia bertahan sampai saat ini. Tak heran jika dari keputusan yang dipilih oleh Masniri untuk membatik telah melahirkan banyak pesanan baik dari dalam kota maupun luar kota yang sigap dibantu oleh para karyawannya.  

Membatik untuk Mencari Berkah

Ketika disinggung mengenai suka duka perjalanannya membatik, Masniri pun meresponsya dengan tertawa. "Bagaimana ya mbak, kalau saya tuh enggak mikir bagaimana suka atau duka, hanya bisa menjalani dengan berkah dan ikhlas, jadi enggak terasa rasa susahnya. Kakek waktu itu berpesan kalau saya tetap membatik saja jangan kemana-mana," ucapnya berfilosofi.  

Bukan hanya suka duka, bahkan berbicara profit penjualan pun bukanlah menjadi hal penting bagi Masniri, seolah dia sudah selesai dengan urusannya sendiri. "Nah, apalagi soal keuntungan, karena saya enggak pernah mematok betapa harga batik yang saya jual, jadi saya enggak pakai hitung-hitungan khusus. Kadang yang penting enggak rugi, atau ada harga khusus misalnya untuk yang kenal," seloroh Masniri. 

Bagi perempuan 70 tahun ini, soal bisnis bukanlah menjadi satu-satunya alasan mengapa masih bertahan membatik, terlebih ia sendiri tak memiliki toko besar untuk menampung kreasi batiknya yak kian menggunung. Sampai saat ini Masniri menyediakan kain batik tulis dengan range harga mulai 125.000ribu hingga satu jutaan untuk kategori batik tulis. Sementara kalau batik kombinasi tulis dan cap harganya berkisar ratusan ribu. 

Salah satu pengrajin batik, Ruweda yang menjadi karyawan Masniri, salah satu pemilik sekaligus pembatik di Kampung Batik Trusmi Cirebon/Foto: Ecka Pramita/Cantika

Disinggung mengenai tren batik yang terus berubah, Masniri juga tidak khawatir bersaing dengan toko lainnya. Selama ini motif mega mendung sendiri masih menjadi primadona di rumahnya. "Apalagi sekarang banyak orang suka batik, jadi semakin banyak orang beli batik. Kami juga menerima pelanggan yang punya model sendiri untuk dibuatkan," ucapnya. 

Kendati telah memiliki 15 karyawan, Masniri juga ikut terjun membatik di "studo mini" tepat di depan di rumahnya. Terlebih jika pesanan batik sedang banyak-banyaknya terutama dari instansi atau perusahaan yang minta dibuatkan seragam batik. Masniri juga terlibat langsung dalam menentukan kain dan motif yang diinginkan. "Biasanya saya kasih contoh motif yang terbaik untuk mereka pilih," sahutnya. 

Ketika disinggung soal harapan usaha batik yang dilakoni, masih dengan wajah semringah, Masniri mengaku tak ada strategi khusus dalam menjalani usaha yang kini sudah makin dikenal. Rumusnya sangat sederhana. "Kalau Tuhan mengizinkan jalannya seperti ini, saya pun menjalani hidup dengan cara yang Tuhan atur saja. Saya enggak mau ngoyo," lanjutnya lirih. 

Baca: Hari Batik Nasional, Intip Potret Pembeli di Pusat Batik Nusantara Thamrin City

Koleksi Batik Masniri

Koleksi batik tulis dan kombinasi perajin batik di Kampung Batik Trusmi Cirebon, Ibu Masniri/Foto: Ecka Pramita/Cantika

Tentu saja, konsep dan display workshop berbeda dari store Batik Trusmi yang dirancang lebih modern. Di rumah Masniri, Cantika merasakan kehangatan rumah, lengkap dengan kudapan air mineral, keripik peyek, dan tahu gejrot yang disediakan. Terdapat kursi kecil yang disediakan bagi pengunjung yang ingin melihat-lihat dan menawar koleksi batik. Di sisi bagian tengah tampak cermin panjang untuk keperluan fitting pengunjung yang ingin mencoba. 

Sejauh mata memandang, tampak kain batik aneka motif dan teknik dijajar begitu rapi. Motif mega mendung menjadi andalan Masniri disusul motif lainnya seperti bunga sebab walau sudah banyak motif modifikasi mega mendung selalu dicari oleh para pelanggannya. 

Selain kain, Masniri juga menyediakan koleksi ready to wear untuk sarimbit, seragam kantor, selendang, outer, kaftan, kemeja, blouse, daster. Jika pilihan pengunjung sedang tidak ada display, tim Masniri dengan cekatan mengambil di perajin lainnya. Ya, sekompak itu mereka saling mengisi dan melengkapi dalam menawarkan batik. 

Baca: Catatan Perjalanan ke Kampung Batik Trusmi, Kian Bergeliat dan Terus Bersemi

Halo Sahabat Cantika, Yuk Update Informasi dan Inspirasi Perempuan di Telegram Cantika

Iklan

Berita Terkait

Rekomendasi Artikel

"Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini."