Ibu dengan Mata Minus Dilarang Lahiran Normal? Ini Kata Ahli

foto-reporter

Reporter

foto-reporter

Editor

Mitra Tarigan

google-image
Ilustrasi melahirkan. Shutterstock

Ilustrasi melahirkan. Shutterstock

IKLAN

CANTIKA.COM, Jakarta - Terdapat mitos yang menyebutkan bahwa ibu hamil dengan kondisi mata minus sebaiknya tidak melakukan persalinan secara normal. Benarkah demikian?

Direktur PT JEC Candi Sejahtera dokter spesialis mata Fifin Luthfia Rahmi mengatakan hubungan antara mata minus dan proses persalinan normal hingga saat ini masih menjadi perdebatan.

Menurut dr. Fifin, sampai saat ini para ilmuwan dan para ahli masih belum sepakat terkait dengan mitos tersebut. Akan tetapi pada kondisi tertentu, ketika mengejan dalam proses melahirkan normal dapat memperpanjang sumbu bola mata seseorang. "Setelah proses melahirkan (persalinan normal), bola mata itu akan kembali atau memendek lagi tapi tidak bisa kembali seperti semula," ujar dr. Fifin dalam acara pembukaan "JEC Candi @Semarang" pada Sabtu 29 Januari 2022.

Fifin mengatakan sudah menemui beberapa kasus pada ibu hamil dengan kondisi mata tertentu yang melahirkan secara normal, minusnya menjadi bertambah. "Ibu yang melahirkan normal dari yang minusnya ringan menjadi berat. Ini ada tapi tidak banyak," kata Fifin.

Lebih lanjut Fifin mengatakan pihaknya sering mendapat konsultasi dari dokter spesialis obstetri terkait dengan proses kelahiran yang akan dijalani. Fifin biasanya akan menyarankan untuk melakukan pemeriksaan mata guna mengukur panjang sumbu bola mata ibu hamil tersebut.

"Karena makin panjang sumbu bola mata maka kelenturannya akan makin berkurang, makanya minusnya akan makin bertambah. Jadi memang perlu dipertimbangkan meski pada akhirnya pilihan jatuh ke yang bersangkutan," kata Fifin.

JEC Eye Hospitals & Clinics, membuka operasional cabang rumah sakit mata terbarunya: RS Mata JEC-Candi @ Semarang. Kondisi kesehatan mata di Jawa Tengah sendiri perlu menjadi sorotan. Laporan InfoDATIN, Kementerian Kesehatan: “Situasi Gangguan Penglihatan” (2018) memperlihatkan bahwa 41,3 persen pasien katarak di Jawa Tengah tidak sadar bahwa mereka menderita gangguan penglihatan ini. Mereka juga tidak tahu bahwa katarak bisa disembuhkan. Sementara, berdasarkan Rapid Assessment of Avoidable Blindness (RAAB 2014-2016) - termuat dalam laporan yang sama, menyebut prevalensi kebutaan pada penduduk usia 50 tahun ke atas di Jawa Tengah mencapai 2,7 persen (hanya sedikit di bawah rata-rata nasional 3,0 persen).

Direktur Utama RS Mata JEC-Candi @ Semarang dokter spesialis mata Sri Inakawati mengatakan RS Mata JEC-Candi @ Semarang meneguhkan tekadnya untuk menghadirkan pusat kesehatan mata modern dengan layanan subspesialistis terlengkap bagi masyarakat Semarang dan Jawa Tengah. "Dengan akses semakin dekat dan servis yang komprehensif, harapan kami, masyarakat lebih terdorong untuk melakukan pemeriksaan kesehatan mata secara berkala sehingga dapat membantu menurunkan risiko gangguan penglihatan dan kebutaan sedini mungkin. Dengan demikian, kualitas hidup dan produktivitas masyarakat bisa terus terjaga,” kata Sri Inakawati.

Baca: Kebutaan Akibat Kelainan Kornea Masih Tinggi, Donor Kornea Sangat Dibutuhkan

ANTARA

Iklan

Berita Terkait

Rekomendasi Artikel

"Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini."