Jalan Panjang Jadikan 2 Anak Tuna Netra Mandiri Ala Siti Naskah

foto-reporter

Reporter

foto-reporter

Editor

Mitra Tarigan

google-image
Siti Naskah, ibu dari komika Jaka Ahmad alias Blindman Jack saat ditemui di kediamannya di Jakarta, Kamis, 16 Desember 2021. TEMPO/Nurdiansah

Siti Naskah, ibu dari komika Jaka Ahmad alias Blindman Jack saat ditemui di kediamannya di Jakarta, Kamis, 16 Desember 2021. TEMPO/Nurdiansah

IKLAN

Beruntung gayung bersambut, Ikah dipertemukan dengan orang-orang tuna netra yang memang berprestasi di bidangnya. Ada Pak Oce, seorang tuna netra yang tampil di televisi setelah bertemu dengan Presiden Amerika Serikat, Ronald Reagan. Ada pula Ariani Soekanwo yang adalah pendiri Persatuan Tunanetra Indonesia (Pertuni).

Setelah menghubungkan anaknya dengan sosok-sosok inspiratif itu, Rina akhirnya diajak Ariani mengikuti berbagai konferensi nasional hingga internasional. Rina yang saat ini berusia 46 tahun sempat diajak untuk pergi ke India, dan berbagai negara di dunia mengikuti konferensi itu hingga akhirnya Rina sendiri menjabat sebagai Sekretaris Jenderal Persatuan Tuna Netra Dunia alias World Blind Union. Organisasi itu memiliki anggota sebanyak 253 juta orang di seluruh dunia. Dalam hal karier, Rina pun berhasil menorah prestasi. Karyawan hotel Gran Melia ini sempat menyandang predikat karyawan inspirasional hingga diberi kesempatan berkunjung ke Palma de Mallorca Spanyol untuk bertemu pendiri hotel tersebut atas segala pencapaiannya. “Dulu awalnya saya yang mengantar Rina sampai duduk di dalam pesawat. Saya sampai harus beli tiket boarding agar bisa memastikan Rina duduk di dalam pesawat. Sekarang, Rina dan Jaka sudah mandiri sendiri,” kata Ikah bangga.

Jaka lain lagi. Pria yang saat ini berusia 45 tahun itu, lebih terkenal sebagai komika dengan sebutan Blindman Jack. Ia aktif membuat video Youtube sendiri, ia pun sudah diwawancarai Deddy Corbuzier dalam podcastnya. Saat ini Blindman Jack juga bekerja sebagai senior project manager di lembaga swadaya masyarakat, CBM International, sebuah organisasi yang fokus pada isu disabilitas dan inklusivitas.

Perlu kira-kira 10 tahun bagi Ikah untuk menerima panggilan orang dengan sebutan tuna netra untuk anaknya. Secara perlahan, Ikah pun membuka diri soal kondisi anaknya kepada teman dan tetangga sekitar. Ketika pindah ke lingkungan baru, Ikah pun langsung mengenalkan kedua anaknya itu. “Saya ada dua anak tuna netra. Kalau ada dia lewat, panggil saja,” kata Ikah memperkenalkan diri kepada tetangga-tetangganya saat baru pindah rumah. Harapannya, para tetangga tidak kaget atau bahkan mengusir anaknya ketika melihat Rina dan Jaka berjalan-jalan di sekitar rumah.

Pandangannya pun soal tuna netra berubah. Disabilitas tuna netra tidak harus berakhir menjadi tukang minta-minta, atau tukang pijat. Ada banyak contoh sukses orang disabilitas netra di dunia ini. “Anak saya jadi semakin terlihat biasa saja,“ kata Ikah yang berhasil menyekolahkan Jaka dan Rina hingga S2 di Australia.

Sebagai ibu, memang Ikah sempat sedih ketika masih ada lingkungan yang kurang menerima kondisi anaknya. Seperti saat Jaka yang tidak disetujui orang tua pacarnya karena Jaka adalah disabilitas netra. Ikah pun sangat khawatir ketika Rina memutuskan untuk memulai bisnis baju online. “Memang sekarang Rina bahkan bisa menyediakan bisnis grosir baju. Namun saya takut Rina ditipu orang karena tuna netra. Belum lagi Rina tinggal sendiri dengan anaknya yang tuna netra di Condet,” kata Ikah terkadang memikirkan kondisi keluarganya itu.

Kepada para ibu yang memiliki anak berkebutuhan khusus, Ikah menyarankan agar mereka tidak menganggap remeh anak-anak mereka. Seperti saran untuk orang tua dengan anak nondifabel, Ikah pun sangat mengingatkan agar para orang tua terus menyemangati dan mengarahkan anak-anak berkebutuhan khusus mereka sesuai minat dan bakat anak masing-masing. “Saya masih mendengar banyak orang yang mendiamkan anak berkebutuhan khusus mereka. Padahal jangan didiamkan, coba tetap digali apa yang mereka mau dan apa yang mereka suka,” kata Ikah yang berkaca pada kasus Rina yang melihat minat dan bakatnya di bidang bahasa Inggris.

Memiliki anak berkebutuhan khusus yang mandiri membuat Ikah semakin terbantu. Ia pun merasa bebannya hilang sebagian. Saat ini Ikah bisa lebih fokus merawat sang suami yang mengalami stroke selama 46 tahun terakhir. “Kepada anak-anak saya (yang tuna netra), saya tidak ngoyo harus akademis bagus. Keinginan saya hanya satu, jangan terlunta-lunta,” kata Ikah yang bersyukur memiliki keluarga yang spesial.

Baca: Dampingi Anak dengan Penyakit Langka, Wynanda BS Ungkap Pentingnya Arti Menerima

Halaman

Iklan

Berita Terkait

Rekomendasi Artikel

"Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini."